2. Origin

1949 Words
Tahun 2028 San Jose, California, USA Barbara berjalan ke kebun belakang mencari suaminya. Pria itu sedang berlutut di atas sebuah bibit pohon alpukat yang baru saja di tanamnya. Leo ikut berlutut di sebelahnya berusaha membantu menepuk-nepuk tanah, meniru hal yang dilakukan oleh ayahnya. “Tebak siapa yang baru saja menelepon.” Barbara berkacak pinggang di sebelah Ken. Raut wajahnya terlihat kesal. Ken melirik sejenak ke arah istrinya sambil menahan senyum. Berusaha sekuat tenaga agar tidak menertawakan wajah kusam istrinya. “Siapa, dear?” tanyanya. “Baby Sitter yang seharusnya menjaga anak-anak malam ini. Ia membatalkannya begitu saja karena katanya ia sedang ‘tidak enak badan’ dan ingin istirahat,” ucap Barbara sambil menggunakan tanda kutip dengan kedua telunjuknya di kata-kata ‘tidak enak badan’ seolah hal itu adalah hal yang dibuat-buat oleh baby sitter mereka. “Mungkin ia memang sedang tidak enak badan, Dear. Sekarang sedang musim perubahan cuaca, dan angin memang bertiup sangat kencang jika sudah malam,” ucap Ken berusaha menenangkan kemarahan istrinya. “Ah… tidak mungkin. Dia terdengar baik-baik saja di telepon. Paling ia hanya mencari alasan karena sibuk berpacaran.” Barbara mendengus sebelum kemudian melanjutkan, “Ah… kurasa sebaiknya kita batalkan saja makan malam nanti, Ken. Membawa dua anak membuatku tidak merasa seperti sedang merayakan hari jadi, dan lebih terasa sebagai pengasuh. Apalagi dua anak lelaki ini sering sekali tidak menurut—“ Omelan Barbara terputus oleh deringan ponsel yang masih digenggamnya. Ia memencet tombol hijau di layarnya dan menempelkannya ke telinganya. “Hallo?.... Oh…. Sebentar ya Jan, coba kutanyakan anaknya dulu.” Buru-buru Barbara berlari masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Ken berduaan lagi dengan Leo yang saling bertukar pandang sambil melongo. “Perempuan hah? Tidak bisa dipahami, tapi tidak bisa hidup tanpa mereka,” gumam Ken yang kemudian diketawakan oleh anaknya yang sebetulnya tidak terlalu paham ucapan ayahnya dan hanya ingin ikut tertawa bersama pria itu. “Okay Leo, kurasa pekerjaan kita pun sudah selesai. Yang perlu dilakukan kini hanyalah menyiram dan memupuk nya, supaya ia tumbuh dengan subur. Ayo sekarang bagaimana kalau kita cuci tangan setelah bermain tanah.” Leo bangkit mengikuti ayahnya masuk ke dalam rumah. “Mengapa sih kita harus mencuci tangan? Tanah bermanfaat untuk tanaman bukan?”tanya Leo. Ken tertawa mendengar pertanyaan anaknya yang selalu penasaran. “Bermanfaat belum tentu tidak berbahaya, Leo. Banyak hal di dalam tanah yang bisa membuatmu sakit bila tidak sengaja masuk ke dalam tubuhmu. Seperti telur cacing, atau bakteri” “Oh…seperti Anthrax!” seru Leo membuat Ken terbengong. “Anthrax?” “Ya, Ayah. Aku membacanya di salah satu buku milikmu, kau tahu yang bersampul biru dengan judul  Bacillus anthracis? Rupanya kau bisa menemukan spora bakteri penyebab anthrax di tanah. Sepertinya tidak sulit untuk memanen nya. Yang kau perlukan hanyalah tanah yang mengandung bakteri itu yang kebanyakan ditemukan di daerah peternakan. Oh ya, tahukah Ayah bahwa kebanyakan hewan ternak membawa bakteri penyebab anthrax di usus mereka?” cerocos Leo tidak berhenti. Ken menatap ke arah anaknya penuh perhatian. Tidak salah jika Leo berotak cemerlang, ayahnya, Ken adalah seorang dosen dan kepala riset di bidang genetic engineering di salah satu universitas ternama di kotanya yang mempelajari tentang susunan genetik manusia. Terpelajar dan seorang ilmuran, Ken selalu berusaha untuk memupuk perasaan ingin tahu dan pikiran yang terbuka pada diri anak-anaknya. Ia sering mengingatkan anak-anaknya untuk tidak pernah berhenti belajar dan berpikiran kritis. Jangan pernah merasa malu untuk menanyakan hal yang tidak masuk akal, perkataan yang sering diucapkan oleh Ken kepada anak-anaknya terutama kepada Leo, anak bungsunya yang memang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Dunia selalu berubah, dan kau harus beradaptasi jika ingin selamat. Dulu orang percaya bahwa dunia datar. Bayangkan apa yang terjadi jika tidak ada satupun orang yang menanyakan kebenaran dari kepercayaan itu? Karenanya ucapan Leo membuat Ken tertawa bangga. “Kau membaca salah satu buku, Ayah?” Leo mengangguk. “Aku kehabisan bacaan. Buku yang dimiliki Logan tidak ada yang menarik. Maafkan aku,  Ayah….” Ken mengucek rambut Logan, “Hei… Tentu saja kau bebas untuk membaca buku apapun yang ayah miliki. Tapi mengapa kau tertarik pada Anthrax?” Leo mengedikkan bahunya, “Entahlah, namanya lucu. Dan bentuknya aneh, mengingatkanku akan gula-gula yang bernama Rambut Nenek.” Leo terkekeh sendiri menertawakan ucapannya. “Rambut Nenek… Haha…” Ken ikut tertawa mendengar cekikikan anaknya. “Jika kau benar-benar tertarik, mungkin suatu hari kau bisa ikut Ayah ke kampus. Ayah memiliki banyak spesimen bakteri dan virus yang bisa kau lihat menggunakan mikroskop. Well… mungkin bukan spesimen berbahaya seperti bakteri Anthrax, tapi kau bisa melihat bakteri yang menyebabkanmu kadang sakit perut, atau telor cacing, atau virus flu. Bahkan beberapa jenis bakteri itu mampu hidup diluar bumi dalam jangka waktu yang panjang. Adalah cita-cita ayah suatu saat nanti bisa menemukan susunan genetik yang bisa digunakan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit mematikan. ” Leo terdiam berusaha mencerna ucapan ayahnya. “Apakah itu artinya mungkin manusia akan bisa hidup selamanya?” “Mungkin... Suatu saat nanti. Sekarang, setidaknya kita bisa berharap tak lama lagi akan ditemukannya obat-obatan untuk penyakit-penyakit yang mematikan. ” Pembicaraan keduanya tiba-tiba terpotong oleh kedatangan Barbara. “Ibu Charlie menelepon dan meminta ijin untuk mengajak Logan menginap di rumah mereka malam ini. Jadi hanya tinggal Leo…” “Hei! Kita bawa saja Leo bersama kita!” seru Ken melirik ke arah anaknya. “Semakin ramai akan semakin serukan?” Leo membelalak mendengar ajakan ayahnya. “Bolehkah aku ikut, Bu?” tanya Leo penuh harapan. Ia paling suka bisa pergi hanya bertiga dengan kedua orang tuanya tanpa kakaknya. Bukan karena Leo tidak menyayangi Logan, tapi terkadang ia ingin merasakan menjadi anak satu-satunya dimana semua perhatian tertuju padanya. Barbara  menatap ke arah Leo yang menatap ibunya dengan mata sebesar anak ayam. Berharap agar ibunya mengijinkan dirinya ikut. Malam ini seharusnya menjadi malam romantis bagi dirinya dan suaminya. Sudah sejak sebulan yang lalu Barbara merencanakan hari spesial ini. Ia bahkan sudah membooking meja di salah satu restaurant terkenal di kotanya yang selalu penuh sejak  2minggu yang lalu. Walau mungkin tidak lagi menjadi romantis, tapi paling tidak mereka tetap akan bisa merayakan kebersamaan malam ini. Malam dimana 11 tahun yang lalu dirinya menikahi pria idamannya dan membina rumah tangga bersamanya hingga melahirkan dua orang putra yang nakal, tapi sempurna. Wanita itu menghela nafas sebelum akhirnya menjawab, “Ah… Baiklah… kencan berdua malam ini akan menjadi kencan bertiga.” “Yay! Asik! Aku diundang ke pesta kalian!” Leo berseru menjerit merasa girang karena diijinkan untuk ikut walaupun ia sendiri tidak yakin apa yang akan mereka rayakan. *** Tahun 2046 Markas Bawah Tanah Titanium di Antartic “Selamat pagi, Pak Presiden. Senang aku akhirnya bisa berbicara dengan mu secara langsung.” Leo menatap wajah sang Presiden dari balik topengnya. Pria bertubuh gemuk yang menatapnya balik itu terlihat lusuh. Berbeda dengan penampilannya yang bisanya terlihat di layar televisi. Rambutnya yang berwarna merah kekuningan sedikit terlihat acak-acakan diatas kepalanya yang membotak. Kancing kemejanya terbuka dan tampak kusut. Matanya yang kecil terlihat menyipit menatap balik ke arah Leo tidak menjawab. “Kau terlihat lelah. Apakah kau sudah membaca daftar permintaanku?” Ronald Baldwin menunduk kebawah menatap kertas yang ada diatas mejanya. Tertulis diatasnya hal-hal yang diajukan oleh pria yang ada di balik topengnya yang menjuluki dirinya “Titanium”. Ia sudah membaca daftar permintaan yang diajukan oleh pria itu: sejumlah uang yang tidak terlalu banyak nominalnya dalam bentuk digital currency, pengunduran dirinya sebagai presiden, dan yang terakhir pengakuan akan adanya andil dari pemerintahan akan kejadian yang terjadi 18 tahun yang lalu.  Ronald mendongak kembali ke arah layar monitornya. “Well… Mr… eh… Titanium. Surat ini barusaja aku terima. Aku perlu waktu untuk membahasnya dengan para menteriku. Bisa—“ “Kuberi dirimu waktu satu hari untuk melakukan ke tiganya. Bila hingga besok pukul…” Leo melirik jam tangannya. “…9:45 aku masih belum mendapat jawaban. Aku akan mulai melepaskan ciptaanmu satu per satu. Dimulai dengan Kota kebanggaanmu, Metro.” Leo memencet tombol di keyboard yang ada di hadapannya mematikan sambungan telepon. Ia kemudian menoleh ke arah kakaknya yang masih terdiam di kursinya. “Menurutmu ia akan melakukan permintaan kita?”tanya Leo. “Aku meragukannya.” Leo menarik sebelah ujung bibirnya keatas. Bahkan tertutup oleh topeng sekalipun, Logan bisa melihat senyuman dari wajah Leo. “Baguslah. Kuharap mereka akan menolaknya. Sudah saatnya negara ini merasakan apa yang kurasakan sejak kejadian itu.” Leo memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celananya dan berlalu keluar. Sekarang, saatnya mengurusi masalah S.O.U.L. Ia berjalan melewati lorong demi lorong yang panjang dan sepi menuju salah satu ruangan yang hanya bisa diakses olehnya dan Logan. Leo menunduk dan mengarahkan matanya ke mesin pemindai retina melewati lubang di topengnya. “Selamat datang, Leo Dalton. Selamat siang.” Sebuah suara robot wanita terdengar dari speaker yang ada diatas ruangan sebelum pintu membuka. “Selamat siang, Soul,” balas Leo. “Lampu!”perintahnya. Ruangan yang semula gelap itu langsung berkedip menyala ketika ia melangkah masuk. Leo langsung berjalan masuk melewati jajaran kotak-kotak yang berkedip setinggi 1,5 meteran yang merupakan otak dari S.O.U.L. menuju ke tengah ruangan di mana sebuah kursi, meja dan beberapa layar monitor terlihat menyala menampilkan angka-angka program yang mengoperasikan S.O.U.L Leo mengetikkan beberapa perintah di keyboard bening yang menyatu dengan meja. Hanya dirinyalah yang mempunyai akses untuk mengoperasikan benda yang di namakan olehnya S.O.U.L. -Synaptic Overlay Unidentified Lifeform-  sebuah super komputer yang diciptakan oleh Leo dan timnya, untuk memindai semua mahkluk di bumi dan menemukan kehidupan yang memiliki susunan genetik berbeda dengan yang sudah terdaftar, dengan kata lain, menemukan organisme baru diantara mahkluk hidup. Mutan. Selama lima tahun S.O.U.L beroperasi, program itu sudah menemukan sekitar 7 mutan yang tersebar di penjuru bumi. Semuanya adalah hasil dari “Proyek Titanium” yang kabur. Kini sudah hampir setahun  S.O.U.L. beroperasi tanpa menemukan adanya mutan baru. Hingga pagi ini, ketika Leo terbangun dengan sebuah alarm di ponselnya yang menandakan penemuan mutan baru oleh program ciptaannya itu.  S.O.U.L selain bisa menemukan mutan, juga di desain untuk mampu mengukur kadar kapasitas kekuatan mutan yang ditemukannya. Sejauh ini, mutan hasil buatan “Proyek Titanium” berkisar antara Level 1 hingga Level 3, karenanya ketika alatnya medeteksi adanya Level 5 mutan di bumi, Leo tidak sabar untuk melacak jejaknya. Bagaimana mungkin mutan level sekuat itu tidak terdeteksi selama ini, tidak bisa dipercayai oleh Leo. Ia sempat menyimpulkan kemungkinan adanya kerusakan pada programnya, yang menyebabkan ia berada di ruangan itu setelah pertemuan pentingnya dengan presiden Amerika. Ia mengecek seluruh sistem, dan tidak menemukan kerusakan apapun. Firewall yang digunakannya juga masih dalam keadaan utuh dan tidak tertembus, yang artinya tidak ada virus yang menyerang sistem dan menyebabkan kesalahan dalam membaca hasil scan. Hanya satu kemungkinannya, berarti S.O.U.L memang mendeteksi adanya mutan level 5 di bumi. Leo mengetikkan serangkaian perintah ke S.O.U.L dan menunggu hasilnya. Wajah bertopengnya memandang ke layar monitor di depannya yang berisi nomor-nomor yang terus bergerak sebelum kemudian memunculkan sebuah peta dunia. “Zoom in!” perintahnya. Gambar peta membesar menampilkan lokasi negara berasalnya signal yang ditangkap oleh S.O.U.L. Amerika? “Zoom in!” California? “Zoom in!” Leo terdiam melihat koordinat yang terpampang di layar monitor. San Jose… Kota kelahirannya. Tempat ia kelihangan sosok kedua orang yang dikaguminya. Apa maksudnya? Leo menatap koordinat yang tertulis, langsung menghafalnya dalam sekali baca. Satu hal lain yang membedakan dirinya dan kebanyakan orang. Kemampuan fotografik yang dimilikinya. Artinya apapun yang pernah di lihatnya, masuk ke dalam memorinya begitu saja. Hal yang kadang dianggap berkat oleh kebanyakan orang, tapi merupakan kutukan baginya. Karena walau sudah berlalu bertahun-tahun lamanya, bayangan kedua orang tuanya yang berteriak penuh kengerian, selamanya terpatri di dalam memorinya. Berputar setiap hari, setiap jam, bagaikan rekaman yang rusak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD