"Nicho, lo kemana sih? Kenapa ga ngehubungin gue."
Karena tak mendapat jawaban apapun dari ponsel tersebut terhadap Nicho, maka dengan cepat Ia pun mencoba untuk mengirimkan pesan kepada lelaki tersebut.
|| Nicho
["Nicho, gue butuh Lo disini. Gue ada di taman Flamboyan. Please ... Lo cepet kesini ya. Gue bener-bener butub Lo di samping gue."]
Setelah mengirimkan pesan tersebut Queen pun menaruh ponselnya tepat di pangkuannya. Ia pun kembali menatap ke arah air mancur yang berada di depan sana dengan mencoba untuk menenangkan pikirannya.
"Gue udah duga bahwa lo pasti kesini."
Tiba-tiba saja, terdengar dengan jelas suara seseorang yang berbicara kepadanya sontak wanita itu pun langsung menoleh ke arah belakang dan ia melihat dengan jelas bahwa yang berbicara itu adalah Justin. Hal itu pun membuat Queen memutar kedua bola matanya dengan jengah.
"Lo tuli? Gue kan udah bilang sama lo untuk nggak mau diganggu. Ngapain lu malah ke sini." Sahutnya dengan nada yang jutek.
Justin pun berjalan dan duduk tepat di samping Queen, ia memerhatikan wanita itu dengan senyuman manis di wajahnya.
"Sorry. Tapi dengan perkataan gue dari awal kalau gue nggak bisa ninggalin orang yang gue sayang. Apalagi dengan keadaan yang sedih kayak gini."
Queen tersenyum miring di sudut bibirnya. "Ck, gombalan Lo iru udah nggak berlaku lagi. Gue bukan cewek bodoh yang selalu Lo bohongin terus." jawabnya yang sama sekali tak menatap ke arah Justin. Ia hanya terfokus ke arah air mancur yang berada di depan sana.
Justin menghela napasnya, dia tak menjawab perkataan tersebut Namun dirinya memperhatikan Queen yang sedari tadi terfokus ke arah ponselnya, seperti menunggu seseorang yang membalas pesan di ponsel tersebut.
"Lo lagi nungguin seseorang?" Tanyanya.
"Gue lagi nungguin cowo gue."
"Nicho?"
"Lo pikir siapa lagi? Cowok gue cuma punya Nicho, bukan lo yang selalu gonta-ganti pasangan." Sahuttnya yang menyindir Justin.
"Nicho laki-laki yang baik bukan? Dia nggak pernah nyentuh lo sama sekali kan? Karena kalau sampai Dia itu loh sedikit aja nyentuh lo, dia akan berurusan sama gue langsung."
ucapan yang dilontarkan oleh Justin mampu membuat Queen pun menoleh ke arah dirinya dan saat itu juga Ia pun tertegun. Begitupun juga dengan Justin yang menatap ke arah Queen.
"Gue tahu, lo adalah wanita yang mempunyai prinsip Queen. maka sampai saat ini walaupun gue udah jadi mantan Lo, gue nggak akan rela jika Lo disakitin sama seorang laki-laki apalagi dia Sampai menyentuh Lo."
Queen tak mengatakan apapun namun tatapannya masih saja tertuju ke arah Justin.
'Gue udah disentuh sama dia Justin. Bahkan gue udah melakukan hubungan itu sama Nicho, dan hal itu adalah Di Luar batas kesadaran gue. Gue tahu, Apa yang diucapkan oleh Justin itu benar, gue memang wanita yang mempunyai prinsip dari dulu. Tapi nggak tahu kenapa hal itu hilang ketika gue sama Nicho.' batinnya.
Queen masih terdiam, ia benar-benar mencerna perkataan yang dilontarkan oleh Justin kepada dirinya. Jujur, sebenarnya Ia pun merasa bersalah karena telah mengingkari ucapannya sendiri.
Justin melihat ke arah Queen, dia memperhatikan wanita itu. "Nicho nggak macem-macem sama Lo kan?" Tanyanya dengan nada lembut.
Queen mengerpkan matanya. "Mendingan lo pergi deh, gue cuma butuh waktu sendiri."
Justin menghela nafasnya. "Gue udah bilang berkali-kali sama lo dan gue nggak bakal ninggalin orang yang gue sayang sendirian di tempat ini apalagi keadaan lagi sedih, Queen."
"Kita udah jadi mantan Justin, lu nggak perlu peduli lagi sama gue. Mendingan lo peduli aja sama mereka yang udah Lo taruh benihnya di dalam rahim mereka."
Mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Queen membuat Justin pun langsung terdiam, ia menghela nafasnya dengan lebih besar Seraya mengusap seluruh wajahnya.
"Fine, gue tahu gue memang salah. Gue ngelakuin hal ini ke mereka, karena mereka yang mau dan gue nggak mungkin ngelakuin hal ini ke elu karena gue tahu lu nggak akan mau disentuh sebelum lelaki itu menjadi milik Lo SAH seutuhnya."
Queen yang sudah mulai muak dengan Justin yang selalu membicarakan hal tersebut, dengan cepat wanita dengan bulu mata lentik itu pun langsung berdiri dan menghadap ke arah Justin.
"Lebih baik lu pergi sekarang Justin, sebelum gue teriak ke semua orang di sini dan bilang kalau lo adalah orang jahat yang mau menyakiti gue." Tegasnya.
Justin tahu Queen tengah marah kepadanya, maka dari itu ia pun langsung bangkit dari posisinya dan berdiri tepat di hadapan wanita tersebut dengan menatap matanya.
"Okeh, gue akan pergi dari sini tapi satu hal yang harus lo tahu. Gue masih sayang sama lo Queen, dan gue bener-bener nggak rela kalau ada seseorang yang nyakitin Apalagi itu, Nicho."
"Pergi Justin! Gue nggak mau lihat muka lu lagi ada di sini." Usirnya.
Justin mengangguk. Lelaki tampan dengan tinggi 180 cm lebih itu langsung berjalan meninggalkan Queen sendirian di sana. Dia menjauh dari wanita itu namun, Baru beberapa langkah Ia pun menoleh dan jelas hal itu dilihat oleh Queen yang masih memperhatikan dirinya.
"Hubungi gue, kalau ada yang macam-macam sama lo. Dan apapun yang mau lo bicarain, gue siap untuk menerima itu." Ucapnya.
Tak lama setelah itu Justin pun melanjutkan langkahnya dan segera pergi dari taman tersebut.
Sontak, Queen yang melihat itu pun langsung berbalik arah dan ia pun duduk kembali di bangku tersebut dengan menatap air mancur yang berada di hadapannya.
Butiran bening tiba-tiba jatuh begitu saja membasahi tubuhnya. Sungguh perkataan yang dilontarkan oleh Justin itu mampu membuatnya tersentuh. Ia tahu sedari dulu Justin memang selalu mencintainya, tapi perlakuan Justin yang tidur dengan wanita lain hingga beberapa kali membuatnya benar-benar sakit hati dan hal itu membuatnya Tak Lagi percaya akan cinta.
'Kayanya gue munafik deh, gue bilang sama Justin kalau gue nggak mau disentuh sama siapapun kecuali dia yang menjadi suami gue nanti. Tapi gue mengingkari janji omongan gue sendiri. Dan hal itu malah terjadi ketika gue bersama Nicho.' batinnya lirih.
Queen menunduk, butiran bening itu pun jatuh satu persatu membasahi pangkuannya. Ia benar-benar tak tahu harus apa sekarang, pikirannya sudah kalut, mengetahui bahwa tante dan omnya itu mempunyai niat jahat kepadanya namun belum 100% ia percaya ditambah lagi perkataan Justin yang mengatakan bahwa dirinya adalah wanita yang berprinsip membuatnya menjadi perasaan bersalah kepada dirinya sendiri.
'Gue harus Gimana sekarang?' batinnya.
Tiba-tiba suara notifikasi pesan muncul di ponselnya, perlahan wanita itu pun mengusap kedua pipinya lalu ia melihat ke arah ponselnya yang berada di dalam tas dan terdapat nama Justin yang mengirimkan pesan kepadanya.
"Kenapa lagi sih, dia ngirim pesan ke gue." Gumamnya.
Malas, karena harus berurusan dengan Justin lagi maka dari itu Queen pun langsung mematikan ponselnya tanpa membaca pesan tersebut.
Tiba-tiba hembusan angin yang lembut membuatnya pun langsung melihat ke arah udara di sana. Ia melihat bahwa langit sudah mulai gelap dan matahari pun tertutupi oleh awan mendung tersebut, semakin dingin dan ia yakin bahwa sebentar lagi akan turun hujan.
"Nicho, Lo kemana? Kenapa nggak bales chat gue." Monolognya.
Setetes demi setetes air hujan pun mulai turun ke bumi dan jelas hal itu membuat Queen pun dengan cepat membereskan tasnya lalu ia memakainya dan segera pergi dari tempat itu. Ia berjalan dengan langkah cepat dan mencari tempat untuk dirinya berteduh.
Pandangan matanya pun tertuju ke arah halte bis yang berada tajam dari tempat itu maka dengan cepat Ia pun langsung berlari menuju halte bis tersebut.
Bersamaan dengan beberapa orang lain, Queen berdiri tepat di halte itu dan melihat bahwa hujan semakin deras turun ke bumi hingga membasahi pepohonan dan suaranya pun semakin terdengar jelas.
'Kayaknya gue pulang harus naik taksi online nih, Mungkin nanti deh kalau udah mulai reda gue bakalan cari taksi online.' batinnya.
Di saat Queen dan yang lainnya masih menunggu hujan reda di halte bis tersebut secara tak sengaja mereka. Semua tertuju ke arah yang sepertinya sepasang kekasih tengah sedikit berdebat di depan sana.
"Kamu mau kemana?! Kamu mau ninggalin aku gitu aja?! Kamu harus tanggung jawab! Ini anak kamu!"
"Gue nggak mungkin nikahin Lo! Gue yakin itu bukan anak gue!"
"Dasar Lo cowo bajing*n! Lo udah ngehamilin gue dan lo nggak mau tanggung jawab!"
"Heh! Gue make Lo itu karena Lo adalah w************n! Jadi wajar kalau gue ngelakuin hal itu ke Lo!"
"Anj*Ng Lo! Dasar Lo laki-laki bej*t! Gue harap Lo m*ti! Lo bilang sama gue kalau Lo akan tanggung jawab kalau gue hamil! Tapi mana buktinya!"
"Gue nggak akan mau nikahin Lo! Atau Lo gugurin aja anak itu!"
Deg.
Mendengar perdebatan tersebut membuat Queen pun sedikit berpikir ke arah dirinya dan juga Nicho yang pernah melakukan hal tersebut.
''Nicho, gue w************n. Kalau nanti terjadi sesuatu sama gue, lo pasti nggak mau tanggung jawab kan. Karena lo tahu kalau gue itu adalah wanita gampang kan buktinya gue mau tidur sama Lo.''
"Queen, gue bakalan tanggung jawab apapun Yang terjadi gue harus bertanggung jawab karena gue udah ngelakuin hal ini ke Lo."
Seperdetik ia mengingat perkataan dirinya dan juga Nicho saat secara tak sengaja mereka telah melakukan hubungan tersebut.
Maka dengan cepat, Queen pun langsung menggelengkan kepalanya dan pandangannya pun terfokus kembali ke arah sepasang kekasih itu yang kini telah menjauh tak ada di hadapannya lagi.
'Gimana, kalau Nicho nggak mau tanggung jawab setelah apa yang udah kita lakuin ini. Pasti nasib gue bakalan sama kayak cewek itu.' batinnya.
Lagi-lagi Queen pun menggelengkan kepalanya, ia berusaha untuk berpikir positif dan tak mau membebani pikirannya dengan hal-hal yang negatif seperti itu.
'Nggak-nggak. gue yakini kau orang baik Niko pasti mau bertanggung jawab apapun yang terjadi sama gue nanti.' batinnya yang mencoba untuk berpikir positif.
Setelah itu ia pun mencoba untuk mengatur nafasnya beberapa kali dan ia hembuskan secara perlahan agar pikiran dan juga dirinya pun lebih tenang.
Tak lama setelah itu tiba-tiba saja mobil berwarna silver berhenti tepat di depan halte bis tersebut dan jelas hal itu pun dilihat oleh mereka semua termasuk Queen yang memperhatikan mobil itu yang sepertinya ia mengenalinya.
Beberapa detik, kemudian seseorang keluar dari mobil itu Seraya membawa payung dan mereka semua melihat bahwa lelaki tampan dengan payung berwarna putih pun berjalan menuju ke arah mereka yang tak lain adalah Justin.
"Justin, mau ngapain lagi dia?" Gumamnya.
Jelas aja Justin pun menghentikan langkahnya tepat di hadapan Queen.
"Gue tadi nyoba untuk apartemen dan lu nggak ada di sana. Maka dari itu gue memutuskan untuk balik lagi ke taman.
Tapi begitu gue tahu pas di tengah jalan hujan gue yakin lo pasti nyari tempat teduh biar nggak kehujanan."
Queen hanya terdiam. Ia sama sekali tak menanggapi ucapan yang dilontarkan oleh Justin justru pandangannya pun ia alihkan melihat ke arah lain.
"Gue anterin Lo pulang." Ucapnya dengan nada lembut.
"Nggak perlu, gue bisa pulang sendiri nanti gue bakalan naik taksi online."
"Taksi online? Pacar lu ke mana? Lo nggak coba hubungin dia?" Tanya Justin yang sedikit menyindir Queen.
"Dia lagi sibuk Banyak kerjaan yang harus diurus bukan kayak lo yang selalu ngurusin kerjaan hidup orang." Balasnya yang kembali menyindir Justin.
Lelaki tampan dengan tinggi 180 cm lebih itu pun menghela nafasnya. Ia pun melihat ke arah jam yang berada di pergelangan tangannya dan kini telah menunjukkan pukul 17.45. lalu ia pun melihat ke arah Queen kembali.
"Ini udah sore Queen bentar lagi malam kalau mau di sini sampai kapan di luar sana hujan deras banget bahkan ada petir gue tau takut petir. Lebih baik daripada menunggu dia yang nggak kunjung datang lo pulang sama gue."
Kesal karena Justin masih berada di hadapannya membuat Queen pun menatap lelaki itu dengan tatapan yang sangat malas.
"Lo nggak tuli kan?! Gue udah bilang kalau gue bakalan pulang naik taksi online. Mendingan lu sekarang pergi deh! Gue bisa urus hidup gue sendiri." Decaknya.
Tiba-tiba saja ketika Queen baru saja menyelesaikan ucapannya yang membentak Justin, suara Petir terdengar jelas dan hal itu membuatnya pun secara spontan langsung menggenggam tangan Justin Seraya menutup kedua matanya.