Help Story Begin

1748 Words
Sore itu, di sebuah kota yang tidak terlalu ramai. Hujan turun membasahi bumi dengan lembutnya, menenangkan siapa saja yang menyukai hujan dan mencemaskan siapapun yang tidak menyukainya. Keindahan awan yang kelabu tidak pernah disadari oleh mereka yang selalu melihatnya, tidak dengan diriku dan orang-orang yang terkurung di dalam sebuah ruangan sempit yang tidak sedikitpun diberikan akses untuk melihat indahnya dunia luar sana. Detik jam dinding, suara hujan, serta suara kendaraan yang kala itu menekan klaksonnya, hanya mereka-mereka lah yang dapat terdengar di telingaku setiap harinya. Sebuah jam berwarna putih dan hitam yang menempel di dinding berwarna putih, sebuah ranjang kecil dengan selimbut berwarna putih biru bergaris yang terlipat dengan rapih, serta satu buah bantal. Hanya itu yang dapat terlihat saat ini. Mungkin akan bisa langsung terlihat dengan jelas, namun kembali kugambarkan, … seseorang lelaki kurus, yang memiliki kulit berwarna Sand skin, dengan rambut coklat pendek berponi ikal, kedua mata yang berbentuk dalam memiliki kelopak bawah mata yang terlihat menghitam di sana, lelaki itu pun memiliki iris mata berwarna hitam, hidung yang mancung serta bibir tipis yang terdapat garis di kedua bibirnya jika ia tersenyum yang memberikan kesan tajam di sana. Lelaki yang saat itu tengah terduduk di pojok ruangan sempit yang baru saja tergambarkan sebelumnya itu adalah aku, Joshua.   Kedua pandangku segera tertoleh pada pintu kayu berwarna putih yang baru saja dibuka, yang menampakkan seorang wanita berjas panjang dengan kacamata yang bertengger di hidungnya, sarung tangan putih, sebuah papan, secarik kertas serta sebuah pulpen yang ia ketukan di sana yang sama sekali tidak membuat diriku yang berada di sana pojok ruangan ini berkutik sama sekali. “Joshua, mari kita lakukan sesi yang selanjutnya” sebuah ucapan yang terlontar darinya membuat kedua mataku seketika menoleh menatap jam hitam dan putih yang menempel di dinding sudut kanan ruangan ini, dan saat itu jam menunjukkan pukul yang tidak semestinya, “tapi waktuku bukan saat ini, Charl” gumamku padanya dengan pelan, meski seperti itu, namun kuyakini bahwa Charlote mendengarkan ucapanku. Dan itu terbukti dari dirinya yang kini menoleh menatap ke arah jam dinding lalu menghela nafas dan kemudian kembali berucap, “tidak apa, kau akan baik-baik saja diluar sana …. kujamin takkan ada yang bisa menyakitimu disini, termasuk dengan dirinya” jelasnya lagi, kedua mataku kini menatapnya yang berjalan dan mengulurkan tangan ke arahku, berusaha untuk menggapaiku yang terduduk di sudut itu. Namun sama sekali tidak kugapai ia yang akhirnya menganggukkan kepala menyerah dengan usahanya, dan seolah ia tahu bahwa apa yang ia lakukan saat ini adalah percuma. “baiklah, kita akan memulai sesinya sesuai dengan yang kau inginkan”. Kedua pandangku kembali menatapnya yang saat ini melenggang keluar dari ruangan ini, dan setelahnya ia menutup kembali pintu putih yang tadi sempat terbuka. Tidak… dulu Joshua tidaklah seperti yang kalian lihat saat ini, ini semua terjadi setelahnya. Setelah semua yang kumiliki hilang, mereka yang kupunya pergi, dan waktu yang kugenggam pun lenyap, tak ada harapan sama sekali, dan itu semua karenanya … tidak, mungkin itu semua juga karenaku, orang yang dengan bodohnya mau membantu orang lain yang tidak diketahui asal-usulnya terlebih dahulu, yang pada akhirnya membuatku masuk ke dalam ruangan sempit ini dan memiliki rasa takut yang luar biasa karenanya.     7 bulan yang lalu.   Beginmalam gelap dengan seluruh bintang yang kompak menghilang pada malam itu, bersama dengan rembulan yang tertutupi oleh awan kelabu di sana. Sunyinya malam seolah menelan seluruh orang untuk masuk ke dalam indahnya mimpi yang terasa amat tentram, tak ada satu orang pun yang terbangun di sana dan tak ada pula satu pun orang yang terganggu dengan kecepatan mobil yang melaju. Bahkan ketika mobil itu menembus dan berhenti di tengah sebuah ladang jagung yang gersang, tak ada satupun orang yang kala itu bermukim di sekitarannya terganggu barang sedikitpun. Seolah telinga mereka tersumpal oleh sebuah benda padat nan lembut, yang kemudian menelan seluruh suara bising, tembakan, pukulan dan bahkan jeritan yang dihasilkan oleh orang yang ada di luar rumah mereka.  Buk! Buk!! Buk!! Suara pukulan yang dihasilkan oleh kayu yang kemudian beradu dengan sebuah tubuh yang tergeletak di sana, membuat seorang wanita berlari dengan menggendong gadis kecilnya, ia berlari-lari dengan sangat terburu-buru dan itu terlihat jelas dari deruan nafasnya yang terdengar sangat jelas dikedua indera pendengaran. Ia berlari seolah menghindari sesuatu, setelah sebelumnya ia menyaksikan pembunuhan sadis dan kejam yang dilakukan lelaki bertubuh tegap kepada sang lelaki tua yang sempat membawa dan menyelamatkannya dari lelaki itu. Ia berlari dan berlari, berlari seolah ia tahu bahwa orang tersebut akan mengejar dan menangkap keduanya. Tak dipungkiri lagi, karena terlihat dengan jelas raut ketakutan yang ditunjukkan olehnya. Wanita itu berlari mengintari ladang jagung gersang yang baru saja dipanen oleh para petani di sana, ia berlari tanpa henti meskipun kedua kakinya terluka akibat tajamnya sisa akar serta tajamnya bebatuan kecil di sana, ia tetap berlari hingga memasuki salah satu gudang tua tempat dimana batang-batang jagung dari hasil panen serta alat-alat berat sengaja di simpan oleh petani di sana. Tidak memperdulikan bajunya yang tidak terposisikan dengan benar, tidak memperdulikan alas kaki yang menghilang entah kemana serta luka gores yang timbul setelah ia berlari cukup jauh di sana. Seolah tidak memiliki banyak waktu, yang membuatnya sesegera mungkin mencari tempat yang aman untuk menyembunyikan gadis kecilnya yang saat itu berusia tujuh tahun. Ketika ia mendapati satu ruang yang bagus untuk menyembunyikan sang gadis kecil, dengan segera ia menurunkan gadis itu dan memerintahkannya untuk segera masuk ke dalam sana dan bersembunyi. Deruan nafas wanita itu kembali terdengar, namun kali ini dengan senggukan yang tertahan darinya yang kemudian berucap dengan pelan kepada sang gadis kecilnya, “dengarkan aku. apapun yang terjadi, jangan pernah keluar dari sini, hingga aku yang kembali dan menjemputmu. Kau mengerti?” tanyanya kepada gadis kecil yang kini menganggukkan kepalanya dengan pelan, sebuah senyuman tipis terulas dari wanita itu. Ia mengusap pelan lengan gadis kecil itu sebelum akhirnya menutupi ruang itu dengan jerami serya alat-alat seperti seng dan yang lainnya yang ia temukan di sekitarnya hingga gadis kecil itu tidak terlihat oleh kedua matanya. “aku tahu kalian ada di situ!! cepat keluar dan serahkan dia padaku!!”ucapan yang dilontarkan oleh lelaki itu terdengar di kejauhan sana, dan itu mampu membuat sang wanita bergetar hebat dan sesegera mungkin mencari sesuatu untuk menggantikan sang gadis di sana,kedua matanya menelusuri sudut ruangan dan akhirnya ia mendapatkan sebuah boneka jerami yang tergeletak di pojok kanan ruangan. Tanpa berpikir panjang, ia meraih boneka itu dan segera pergi meninggalkan gudang tersebut dan kembali berlari dengan cepat menghindari lelaki yang sudah hampir mendapatkannya di sana. “Pergi dan tinggalkan kami!!” jerit wanita itu cukup kencang, ia berlari mendahului lelaki itu, ia sengaja menghintari ladang dan berakhir di mobil usang miliknya, yang sempat menerobos masuk ke ladang jagung itu.ia tidak memperdulikan jasad lelaki yang tergeletak di depannya, karena ia tahu bahwa ia dan anaknya lah sasaran selanjutnya di sana. Dengan terburu-buru ia menyalakan mobilnya, dan bahkan ia sempat menjerit setelah kaca dari jendela miliknya pecah dipukul oleh lelaki itu, beruntung … Wanita itu berhasil lolos dan melajukan mobilnya menjauhi sang lelaki. Ia juga kembali merasa lega setelah menyadari bahwa sang lelaki saat ini mengikuti mobilnya dengan melajukan mobil milik lelaki itu sendiri,ia merasa demikian karena ia setidaknya berhasil menyembunyikan gadis kecilnya di ladang tersebut. Dengan kecepatan mobil yang saat itu melaju cukup kencang, Wanita itu sengaja mengarahkannya ke arah kota dan berhenti di salah satu cafe yang tidak begitu ramai namun memiliki setidaknya kehidupan untuk ia bisa meminta sebuah pertolongan di sana. Ia tidak langsung meminta pertolongan, ia hanya meraih sebuah kertas dan pulpen yang terletak di meja kasir dan kemudian duduk di meja nomor tiga belas, lalu ia segera menulis sebuah pesan di dalamnya dengan terburu-buru sebelum akhirnya ia remas menjadi gulungan sampah setelah ia menyadari bahwa lelaki itu masuk ke dalam cafe dan terduduk tepat di hadapannya.   …   Seorang lelaki tengah berjalan dengan langkah kaki yang cepat, kedua matanya merah dan menyorotkan sebuah tujuan yang amat mengerikan, lelaki bertopi itu berjalan dengan pasti melewati ladang jagung yang baru saja di panen pagi tadi oleh para petani, dengan sebuah pemukul yang sebelumnya sudah dilumuri darah sang lelaki tua yang malang, ia berjalan menelusuri tempat yang dilalui oleh wanita yang tengah berlari menggendong seorang gadis kecil, dan semua pasti mengetahuinya … bahwa wanita itu berlari dari lelaku ini. Deru nafas yang dikeluarkan oleh lelaki itu sangatlah berat, seolah lelaki itu siap untuk kembali melakukan hal keji di sana.sebuah senyuman terulas di bibirnya ketika melihat darah menjadi jejak dan penanda dari langkah kaki sang wanita yang kala itu memberitahukan kepada sang lelaki bahwa ia masuk ke dalam ruang penyimpanan traktor-traktor serta alat berat lainnya milik para petani jagung di sana. “aku tahu kalian ada di situ!! cepat keluar dan serahkan anak itu padaku, Ajeng!!” teriak lelaki itu kepada sang wanita yang ia panggil dengan nama Ajeng. Langkah kakinya yang semula melambat, kini kembali ia langkahkan dengan cepat mendekati ruang tersebut. Namu detik kemudian langkah itu terhenti ketika ujung matanya menangkap sosok wanita yang kini berlari keluar melalui sudut lain dari ruangan tersebut dan menjauhi sang lelaki. Mengetahui bahwa ia tidak boleh meloloskan mereka, membuat Lelaki yang hendak masuk ke dalam ruangan itu pun kini berbalik dan kembali mengejar Ajeng, sang wanita yang berlari cukup kencang di depan sana. “pergi dan tinggalkan kami!!” mohon Ajeng dengan berteriak kepadanya yang sama sekali tidak ia indahkan, lelaki itu semakin berupaya untuk bisa mendapatkan Ajeng serta gadis kecil yang digendong olehnya. Mereka berlari cukup kencang mengintari ladang jagung yang gersang. Sang lelaki bahkan meringis ketika mengetahui bahwa sang wanita sengaja melakukannya agar ia dapat kembali masuk ke dalam mobil miliknya, dan hal itu semakin membuat sang lelaki melangkah lebih cepat lagi. Seringaian darinya terulas ketika mengetahui bahwa sang wanita panik dan berupaya untuk bisa menghidupkan kembali mesin mobilnya di sana, dan itu membuat sang lelaki memiliki kesempatan untuk menghentikan dirinya. Dengan tenaga yang ia miliki, dan pemukul kayu yang ia genggam, ia berhasil memecahkan kaca mobil di sana dan membuat sang wanita kembali menjerit histeris. Namun sayangnya, dewi fortuna masih berada di pihak sang wanita … yang membuatnya lolos dari tangan sang lelaki dan berhasil pergi dari sana ketika mobil yang ia kendarai berhasil hidup kembali. “arght, Sial!” sang lelaki merutuk, namun ia tidak berhenti sampai di situ. Dengan langkah cepatnya, ia menghampiri mobil miliknya dan menyusul mobil sang wanita yang sudah terlebih dahulu pergi dari sana. “aku takkan membiarkanmu lolos, Ajeng” gumam lelaki itu dengan penuh amarah. …  to be continue. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD