Chapter 32 : Tekad III

1281 Words
Sengaja bergerak terus menjauh dari teman-temannya, Vincenzo berhasil membuat cukup banyak Ulrich menyerangnya secara bersamaan, sehingga tersisa beberapa saja yang kini terbang di sekitar teman-temannya. Hal ini tentu sangat disyukuri oleh Vincenzo, sebab tujuan memang ingin membuat teman-temannya bisa bernapas sedikit lebih leluasan sekarang, sebelum akhirnya ia memerlukan bantuan mereka lagi. “Ke sini kau makhluk-makhluk sialan!” Vincenzo langsung melompat tinggi ke arah salah satu Ulrich, tetapi Ulrich lain menyerangnya dari belakang. Menyadari serangan diam-diam itu, Vincenzo langsung menjadikan Ulrich yang hendak ia serang tadi sebagai bantu loncatan, melompat tinggi lalu berbalik dan mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah, ke arah Ulrich yang hendak menyerangnya dari belakang. Sayangnya, kali ini banyak Ulrich bergerak bersamaan, menyerang pemuda itu dari segala arah. Dalam keadaan yang terdesak, Vincenzo mengayunkan pedangnya sambil berputar, seperti baling-baling. Nyaris berada di garis akhir, Vincenzo dengan susah payah berhasil menyelamatkan satu-satunya nyawa yang ia miliki. Malang, kali ini semua Ulrich yang terpancing oleh Vincenzo, menyerang Vincenzo yang terpojok, bersama-sama. Vincenzo hendak mengangkat pedang besarnya, tetapi mendadak kepalanya terasa sakit sebelah, di saat yang bersamaan, sebagian wajahnya perlahan berubah menjadi merah. Namun begitu, ia tidak mau menyerah, menahan semua rasa sakit itu dan menghunuskan pedangnya ke atas. “Jangan meremehkanku!” Vincenzo segera melompat, mengabaikan semua rasa sakit yang ia tanggung, menebaskan pedangnya ke setiap Ulrich yang melesat cepat ke arahnya. Tentunya ada beberapa Ulrich yang meledak, tetapi di saat ada Ulrich yang meledak, Ulrich lain yang terkena efek ledakan juga ikut meledak, dan bahkan Vincenzo sendiri juga tak bisa menghindari ledakan. Akan tetapi, ia beruntung dapat melindungi diri dengan pedang besarnya. Mendarat sambil terus menggenggam erat pedang besarnya, Vincenzo memuntahkan darah segar. Kepalanya benar-benar terasa sakit, pandangannya perlahan kabur, tetapi tekadnya yang kuat sanggup membuat ia terus bertahan dalam situasinya yang sangat kritis ini. Perlahan ia pun bergumam, “Ternyata tubuhku memang tidak sanggup menahan semua energi ini ....” “Ha!!!” Vincenzo tidak mau kalah dengan rasa sakit yang ia rasakan. Ia melompat tinggi, langsung menebas salah satu Ulrich hingga meledak begitu saja, membuat Vincenzo terpelanting jauh. Vincenzo masih tidak mau menyerah, tidak peduli apakah tubuhnya hancur atau nyawanya hilang, ia hanya ingin menyelamatkan nyawa para penduduk tak bersalah dari semua makhluk tidak jelas yang ada di dunia ini. Salah satu Ulrich berhasil menabrak Vincenzo, membuat Vincenzo terlempar begitu tinggi hingga memuntahkan darah lagi. Beruntungnya, Ulrich tersebut tidak menggunakan sengatnya untuk menabrak Vincenzo, sehingga Vincenzo masih hidup. Akan tetapi, beberapa Ulrich kembali melesat ke arah Vincenzo dari berbagai arah. “Mati kalian!” Vincenzo mengabaikan semua rasa sakit yang ia terima, memaksa tangan kanannya yang tidak bisa bergerak, untuk segera bergerak dan menebas setiap Ulrich yang mendekat padanya. Kali ini, Vincenzo benar-benar menunjukkan tekadnya yang kuat, sehingga masih dapat bertahan dari serangan beruntun dari banyak Ulrich. Vincenzo kembali mendarat, tetap fokus pada musuhnya yang bisa menyerang kapan saja. Darah segar mengalir dari mulut pemuda itu, tetapi tidak ia pedulikan sedikit pun. Setengah wajahnya sudah langsung berubah menjadi merah, dan rambutnya berubah menjadi putih. Perubahan ini terjadi karena ia memaksakan tubuhnya untuk menahan energi yang tidak sanggup tubuhnya tahan. Melihat ini, para Ulrich tidak langsung menyerang lagi, melainkan tetap terbang di sekitar Vincenzo, menunggu saat yang tepat untuk melakukan serangan, sungguh berbeda dari sebelumnya. Vincenzo lantas mengembuskan napas panjang. Rasa sakit luar biasa yang ia rasakan sebelumnya, perlahan tidak terasa lagi olehnya, membuat ia lebih leluasa mengangkat pedangnya tanpa perlu menahan semua rasa sakit yang membuatnya merasa hampir mati. Pandangannya juga sudah tidak kabur lagi seperti sebelumnya, sehingga ia menjadi lebih fokus dan tenang, meski lawannya memang sangat kuat, jauh lebih kuat dari dirinya. Perlahan Vincenzo melangkah ke depan, tubuhnya terasa ringan, pikirannya tenang, sangat berbeda dengan penampilannya yang seperti orang cacat, di mana setengah wajahnya berubah menjadi merah, rambutnya putih, lalu sebagian tubuhnya juga ikut berubah menjadi merah. Setelah beberapa langkah, Vincenzo berhenti, kemudian menghunuskan pedangnya ke atas. Vincenzo memang merasa aneh dengan perubahannya yang begitu tidak masuk akal ini baginya, tetapi ia sangat sadar pasti ada harga yang harus dibayar, jadi ia harus memanfaatkan kondisinya sekarang. “Aku akan menagih konpensasi karena kalian sudah membuatku sampai seperti ini. Bersiaplah, makhluk-makhluk yang tidak tahu diri!” Vincenzo segera melompat, lompatannya bahkan jauh lebih cepat dari sebelumnya, membuat para Ulrich kesusahan menebak ke mana Vincenzo bergerak. Dalam satu tebasan kuat, Vincenzo berhasil membelah salah satu Ulrich yang menyerangnya, mengakibatkan ledakan yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Akan tetapi, Vincenzo hanya terdorong ke belakang oleh ledakan tersebut, sebab ia berhasil menahannya menggunakan pedang besarnya. Tidak berhenti hanya sampai di sana, Vincenzo kembali hendak menyerang Ulrich lainnya, tetapi lagi-lagi kawanan Ulrich itu menyerang Vincenzo secara bersamaan. Namun, Vincenzo malah menyambut mereka semua dengan gerakan ayunan pedang yang sangat indah, sehingga mereka kehilangan dua lagi dari dua belas Ulrich yang menyerang secara bersamaan. Kawanan Ulrich itu pun terpaksa harus mundur, sementara Vincenzo sudah mendarat lagi dan menengadah, mengamati gerakan musuh-musuhnya. Vincenzo merasakan darahnya mengalir dengan lancar, energi dari mutiara di lengan kanannya juga mulai terasa di setengah bagian tubuhnya, tetapi mendadak saja ia merasakan sebuah rasa sakit yang kembali menyerangnya, seolah dirinya tengah dirujam oleh ribuan jarum. Namun begitu, ia merasa tidak bisa menghentikan tubuhnya untuk bergerak sekarang, sehingga ia kembali melangkah perlahan. “Ternyata memang benar sesuai dengan apa yang aku duga, ini tidak gratis ...,” Vincenzo bergumam pelan, perlahan merasakan kalau tenaganya menjadi terhisap jauh lebih cepat dibandingkan sebelumnya. Pandangannya yang tadi kembali normal, perlahan mulai kabur lagi, dan tarikan napasnya menjadi tidak beraturan. “Sialan ... efek sampingnya tiba jauh lebih cepat! Aku harus bergegas sekarang juga!” Tidak mau menunda lagi usai mengetahui kondisinya sekarang memang sekarat, Vincenzo segera melesat cepat ke atas, menyerang salah satu Ulrich, tetapi Ulrich tersebut berhasil menghindar. Setelah Vincenzo mendarat lagi, kawanan Ulrich yang tadinya begitu bar-bar saat menyerang, kini menjaga jarak dari Vincenzo, sebab insting mereka mengatakan sesuatu yang buruk. “Pengecut!” Vincenzo menggenggam erat pedang besarnya, lalu mengayunkan pedangnya itu ke atas, menciptakan serangan berbentuk setengah lingkaran. Serangan kuat itu tentu saja langsung menghantam salah satu Ulrich, membuat Ulrich itu seketika meledak, dan efek ledakannya membuat Ulrich yang lain juga ikut meledak. Kini, perlahan jumlah Ulrich benar-benar berkurang karena serangan Vincenzo yang tiada henti. Akan tetapi, ketika Vincenzo mulai tidak bisa lagi menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, yang membuat ia hampir jatuh, datang lebih banyak kawanan Ulrich lain yang langsung menuju ke arah bukit ini. Melihat situasi ini, Vincenzo tidak bisa hanya diam saja. Ia menggigit bibirnya hingga berdarah, memaksakan diri supaya tetap bisa berdiri dan betarung. Ia sungguh tak peduli lagi apakah tubuhnya hancur terkoyak atau apa, ia akan tetap bertarung. “Datanglah kemari kalau kalian berani!” Vincenzo yang terlihat sekarang, masih terus menatap tajam ke arah musuh-musuhnya yang perlahan bertambah banyak, sekitar empat atau bahkan lima kali lipat dari sebelumnya. “Sial ... tubuhku benar-benar terasa sedang dicabik dan dikoyak-koyak oleh banyak benda tajam. Argh!!!” Walau tubuhnya mulai gemetar karena efek samping yang harus ia terima, ia masih tetap menghunuskan pedang ke depan. Dari sorot matanya yang tajam, tak terlihat adanya tanda-tanda kalau pemuda ini akan menyerah. Ia seperti sudah siap untuk mati bila memang hal tersebut diperlukan sekarang. “Rasa sakit ini ...,” kata Vincenzo, perlahan, tetapi tidak gentar sedikit pun, “Dengan rasa sakit ini, aku akan mengalahkan kalian semua! Tidak peduli apa yang terjadi kemudian, masa depan, masa lalu, aku tidak peduli lagi. Aku akan menghentikan kalian meski harus membakar jiwaku sendiri!” Itu bukan hanya sebuah gertakan, melainkan tekad yang sebenarnya dari Vincenzo. Ia menegaskan kembali pada dirinya kalau tidak ada opsi menyerah, yang ada hanya bertarung hingga maut tidak mengizinkannya lagi. Inilah jalan yang dipilih oleh Vincenzo, tidak akan ada orang yang bisa menghentikannya untuk melakukannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD