Chapter 42 : Insiden Blue Bird

1280 Words
Hari ujian akhir bulan pun tiba, seperti ujian pada biasanya, terlebih dahulu Vincenzo dan yang lainnya mengerjakan ujian tertulis di dalam ruangan dengan diawasi dengan begitu ketat. Dalam menghadapi ujian tulis kali ini juga, Vincenzo berusaha sangat keras menjawab semua pertanyaan yang bisa ia jawab, dan berusaha untuk meraih nilai yang cukup. Setelah keheningan selama kurang lebih satu setengah jam, akhirnya tiba waktunya mengumpulkan semua lembar jawaban ke para pengawas. Berbeda dari ujian akhir bulan yang sebelumnya, kali ini setelah ujian tertulis usai, mereka masih harus menunggu di dalam ruangan dan tidak langsung menuju ke ujian praktik. Sekitar lima orang pengawas yang bertugas di ruangan ini memeriksa satu per satu lembar jawaban, dan memberikan nilai pada setiap lembar jawaban itu. Hingga, setengah jam kemudian, lima pengawas itu selesai memeriksa semua lembar jawaban anak-anak yang berjumlah lima puluh orang. Salah satu pengawas pun mengumpulkan semua lembar jawaban, lalu berkata sambil mengawasi satu per satu anak yang ada dalam ruangan, “Seperti yang sudah dikatakan oleh Pelatih Dom kepada kalian, ujian kali ini berbeda dengan ujian sebelumnya. Kalau kalian gagal, kalian tidak akan kembali ke panti asuhan ini ....” Mendengar itu, sebagian anak tentu saja menjadi gugup setelah mendengar itu, tetapi mereka masih dengan sabar menanti hasil ujian tulis mereka masing-masing. Begitu juga dengan Vincenzo, anak laki-laki itu menjadi begitu gugup karena tidak tahu apakah kali ini ia beruntung atau tidak dapat lolos dari ujian tulis kali ini. Pengawas tadi pun mulai mengumumkan hasil ujian, “Baiklah, untuk hasil ujiannya, tiga puluh orang dari kalian bisa mengikuti ujian praktek, sedangkan dua puluh lainnya, yang akan aku sebutkan, silakan berdiri.” Si pengawas pun menyebutkan nama dari dua puluh anak yang tidak lulus, salah satu di antara mereka adalah, Shea. Mendengar nama Shea disebut, Vincenzo seketika memalingkan pandangan pada anak perempuan itu, kemudian menatap si pengawas yang membacakan nama anak-anak yang tidak lulus ujian kali ini. Vincenzo kemudian mengangkat tangan, lalu bertanya, “Boleh aku tahu ke mana mereka yang tidak lulus akan pergi?” Si pengawas memutar bola mata sejenak, menjawab, “Bukankah Pelatih Dom sudah mengatakan padamu, kalau kalian tidak perlu tahu!” “Tapi!” Vincenzo masih bersikeras. “Tidak ada tapi, Vincenzo! Kalau kau ingin dapat bertemu dengan mereka yang tidak lulus, mungkin kau akan mendapatkan kesempatan itu suatu hari nanti, itu pun kalau kau berhasil lulus di ujian praktek.” Mendengar itu, Vincenzo mengepal erat kedua tangannya, sudah tak bisa lagi menjawab. Akan tetapi, ia mendapatkan satu petunjuk penting kali ini, yakni ia masih bisa kembali bertemu Shea jika ia lulus dari ujian praktek. Kemudian, anak-anak yang tidak lulus pun mulai keluar ruangan, dan Shea pun menyempatkan dirinya untuk melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan dengan teman-temannya, walaupun dia merasa cukup berat melakukannya. Akan tetapi, sekarang dia tidak bisa melakukan apa pun juga, sehingga harus mengikuti aturan yang ada. Melihat itu, Vincenzo kian bertekad untuk lulus di ujian praktek, agar bisa secepatnya berkumpul bersama Shea lagi seperti biasanya. Akhirnya, setelah semua yang lulus ujian tertulis diumumkan, semua anak yang ada di ruangan pun dibawa ke luar untuk melaksanakan ujian praktek. Di lapangan yang cukup luas ini, Vincenzo berdiri sejajar dengan Carina, sembari terus mengamati sekitar, di mana masih belum juga muncul seorang pengawas pun di sini untuk mengawasi ujian. Carina yang berdiri di dekat Vincenzo kemudian bertanya, “Vincenzo, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di sini ....” Sama seperti Carina, Vincenzo juga sebenarnya merasakan sebuah firasat buruk, tetapi tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Vincenzo kemudian menggelengkan kepala, lalu menjawab, “Aku juga tidak tahu, Carina. Namun, sepertinya kita akan mengetahuinya sebentar lagi. Yang terpenting adalah, kita harus bersiap akan kemungkinan terburuk.” Tidak lama kemudian, Misco dan Ago pun datang mendekat ke arah Vincenzo dan Carina. Dari wajah mereka, terlihat cukup jelas kalau mereka juga sedang merasakan sesuatu, tetapi tidak mengetahui apa itu. “Firasatku mengatakan hal buruk benar-benar akan terjadi,” kata Misco, tampak gelisah. Sejenak Ago melirik Misco, menyahut, “Tidak disangka, Misco yang tidak pernah mau mengakui perasaan atau firasat dapat menebak kejadian di masa depan, kini mengatakan firasatnya buruk.” Tentu saja Ago sedikit bercanda di sini agar suasana tidak begitu tegang. “Sekarang bukan waktunya untuk bercanda, Ago. Situasi sudah jelas tampak tidak seperti biasanya, tetapi tidak ada petunjuk apa pun yang dapat aku lihat. Kecuali ....” Misco kemudian melirik ke arah Glen dan kelompoknya, kemudian menggelengkan kepala. “Tidak apa-apa.” Ago dan Carina memang tidak menyadari kala Misco sesaat melirik Glen dan kelompoknya, tetapi Vincenzo menyadari hal tersebut, dan yakin kalau Misco menyembunyikan sesuatu. Namun, karena Vincenzo mengerti bagaimana kepribadian Misco yang tidak mau mengatakan sesuatu yang belum ia yakin benar atau tidak, Vincenzo pun tak berniat membahasnya. Lalu, setelah waktu yang cukup lama, seorang pengawas dengan wajah tertutup topeng berwarna putih, datang dan menarik perhatian semua anak yang ada di lapangan, dengan suaranya yang lantang, “Perhatian, semuanya!” Pengawas dengan topeng putih itu tampak mengamati semua anak yang ada di lapangan ini satu per satu, dengan cukup cermat. Setelahnya, dia lantas menjentikkan kedua jari, lalu dari setiap sisi lapangan, muncul dinding besi yang sangat tinggi, membentuk kotak, dan bagian atas juga langsung tertutup sehingga tidak ada lagi jalan keluar. Semua anak tentu saja langsung panik, kecuali Vincenzo dan teman-temannya, juga Glen beserta kelompoknya. Dalam keadaan seperti ini, si pengawas bertopeng putih masih belum mengambil tindakan apa pun, melainkan memerhatikan sekali lagi. Hal ini membuat Vincenzo semakin curiga dengan si pengawas bertopeng itu. Setelah menunggu selama beberapa saat, si pengawas pun kembali menyita perhatian dengan berkata, “Semuanya, harap tenang. Semua dalam kendali, tidak ada yang perlu untuk dicemaskan!” Seruan lantang dari si pengawas seketika membuat semua anak yang tadinya panik, menjadi tenang. Suasana kembali tenang, di mana anak-anak ini kembali berniat mendengarkan si pengawas mengatakan apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam sini. Si pengawas pun, tanpa mau berlama-lama lagi, langsung menjelaskan, “Tempat ini adalah di mana kalian akan melakukan ujian praktek kalian! Ujian kali ini berbeda dari ujian sebelumnya, jadi gunakan semua yang kalian pelajari dan jangan menahan diri!” Mendengar penjelasan dari si pengawas, seketika Misco langsung menyadari sesuatu. Itu membuatnya hampir tertawa, bukan karena senang, melainkan mulai panik sehingga tidak tahu harus bagaimana. Menyadari hal tersebut, Vincenzo, Ago dan Carina pun langsung mengalihkan perhatian pada Misco. Vincenzo pun bertanya, “Ada apa, Misco?” Misco pun berusaha untuk tenang, lalu perlahan menjawab, “Akhirnya aku menyadari keanehan yang sebenarnya dan apa ujian praktek yang sesungguhnya itu.” “Kau sudah menyadarinya?” Ago tampak terkejut juga terkesan. “Meskipun aku baru saja menyadarinya, dan itu membuatku benar-benar tertawa,” jawab Misco. “Kurasa sebentar lagi si pengawas itu akan mengatakannya pada kita!” Apa yang disadari oleh Misco sekarang adalah fakta bahwa ujian praktek kali ini akan sangat berbahaya. Ujiannya sudah dimulai sejak kedatangan Glen dan kelompoknya, kemudian tentang keharusan lulus pada ujian tertulis, dan terakhir, fakta bahwa mereka sekarang sedang dikurung. Misco tahu kalau Glen dan kelompoknya adalah salah satu dari beberapa kelompok yang kuat di panti asuhan ini. Dan mereka semua sekarang ditempatkan di ruangan-ruangan terpisah. Itu artinya, ujian sesungguhnya adalah, apakah ada kelompok yang sanggup melawan kelompok sekuat kelompok Glen di setiap ruangan, atau tidak. Kalau hanya itu saja, tentu Misco tidak akan gemetar sekarang, tetapi karena bukan itu saja, sehingga keringat dingin mulai keluar dari tubuh anak itu sekarang. Di sisi lain, si pengawas pun mulai menjelaskan tentang ujian praktek kali ini, dengan begitu tenang, “Ujian ini adalah ujian terakhir kalian! Hanya maksimal empat orang saja yang bisa bertahan hidup di ujian ini, yang bisa lulus!” Dia sengaja menjeda kalimatnya selama beberapa saat. “Artinya, gagal sama dengan mati!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD