Chapter 30 : Tekad

1312 Words
Semakin cepat waktu berlalu, mereka pun semakin mendekat dengan bukit yang mereka tuju. Kini, Vincenzo dan teman-temannya sudah tak lagi berada di hamparan tanah melayang, jadi sudah harus berlari sekuat tenaga menuju lereng bukit. Tanpa memakan waktu yang lama, mereka pun berhasil tiba di tempat tujuan, dan ternyata memang ada sebuah pemukiman di sana. Tidak mau membuang waktu, kendati tarikan napas belum begitu teratur, Vincenzo langsung memberikan instruksi pada semua penduduk, “Semuanya, kami adalah prajurit yang bertugas melawan ‘Makhluk Buas’! Segera pergi ke tempat pengungsian! Kawanan Ulrich sedang menuju kemari!” Peringatan Vincenzo sontak saja membuat para penduduk panik, lalu berlarian menuju sebuah gedung besar yang berada di tempat yang sulit terlihat, karena berada di antara banyak pepohonan besar. Para penduduk itu tampak begitu lemah dan tak berdaya, tetapi ada sekelompok orang di antara mereka yang memberanikan diri mendekat ke arah Vincenzo. “Tuan Prajurit, kami memang lemah, tetapi biarkan kami juga membantu!” kata seorang pria yang tampaknya menjadi pemimpin beberapa pria lainnya yang ingin ikut bertarung. “Kami tidak ingin desa kami, keluarga kami, dihancurkan oleh mereka!” Awalnya Vincenzo ingin langsung menolak itu, tetapi tiba-tiba saja Edward menghadang Vincenzo, kemudian bertanya pada para pria itu, “Dilihat dari situasi ini, sepertinya ini pertama kali kalian menghadapi situasi semacam ini. Bagaimana kalian bisa menghindar dari kawanan ‘Makhluk Buas’ sebelumnya. Tidak mungkin mereka tidak pernah menyerang kalian, kan?” Edward merasa ada sesuatu yang aneh, sehingga harus mengonfirmasi tentang itu terlebih dahulu, sebelum melakukan tindakan selanjutnya. Dia sangat yakin, desa ini tidak sesederhana yang mereka lihat.” “Sebenarnya ...,” pria yang menjadi pemimpin, hendak menjelaskan. “Biar aku yang menjelaskannya, Brick,” kata pria yang berdiri di belakang pria yang hendak menjelaskan tadi, yang dia sebut Brick. “Namaku Gari, kalian bisa memanggilku apa saja. Kalau aku boleh jujur, dulu sangat sering terjadi hal seperti ini, tetapi karena dulu kami memiliki seseorang yang bisa menghilangkan tempat ini dari pandangan siapa dan makhluk apa pun, maka kami bisa tenang dan tidak perlu menghawatirkan apa pun. Sayangnya, sekitar setengah bulan yang lalu, orang itu tewas karena penyakit yang selama ini dia sembunyikan sendiri. Setelah beliau tak ada, kami masih tinggal di sini sambil berharap tidak ada lagi kawanan ‘Makhluk Buas’ yang mendekat kemari, tetapi hari ini kami sadar, kami terlalu manja dan naif sebelumnya. Makanya, demi menebus kesalahan itu, kami akan bertarung.” Sesudah mendengar penjelasan itu, Edward mulai mengerti, kemudian berbalik dan menyerahkan sisanya pada Vincenzo. Tanpa ragu sedikit pun, Vincenzo berkata pada para pria itu, “Aku sangat menghargai keberanian kalian, tetapi kekuatan tidak hanya muncul dari sana. Kalau kalian tetap bersikeras ingin membantu, maka pergilah mengevakuasi diri sendiri. Kalian tetap di sini hanya akan menjadi penghambat yang merepotkan bagi kami!” “Tapi ....” Para pria itu masih mau bersikeras, tetapi Vincenzo menatap tajam mereka, hingga mereka gemetar dan menyerah, “Baiklah, kami akan pergi evakuasi. Tolong tetaplah hidup, bagi kami juga!” “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Vincenzo langsung mengeluarkan pedang besarnya, bersamaan dengan Edward, Carina, Keith dan Angel yang juga sudah siap dengan peralatan tempur mereka masing-masing. Memang sangat kecil kemungkinan mereka akan menang, tetapi itu tetap masih ada kemungkinan dan harapan yang bisa diperjuangkan. Sejenak Edward mengembuskan napas panjang. “Menerjang dari depan adalah hal bodoh, lebih baik ayo kita bersembunyi.” “Ah, kau benar juga.” Kali ini Vincenzo tidak bersikeras untuk bertarung secara langsung, tahu bagaimana batas kekuatannya sendiri. Hal ini tentu saja membuat Edward lebih lega, karena tidak perlu harus menjelaskan dengan panjang lebar agar Vincenzo mau menurut. Mereka pun segera mencari tempat persembunyian, di balik rumah warga maupun di balik pepohonan yang bisa menyamarkan keberadaan mereka. Dalam keadaan sekarang, mereka tentu berharap kalau kawanan Ulrich pergi begitu saja, sehingga tidak terjadi pertarungan yang perlu dihadapi. Untuk memastikan bagaimana yang dipikirkan oleh Vincenzo, Edward perlahan bertanya, “Kau lebih memilih untuk bertarung atau lebih baik menghindari pertarungan terlebih dahulu kalau bisa?” Edward tentu harus berhati-hati sekarang, tak mengerti apa yang akan Vincenzo lakukan. Sejenak Vincenzo menundukkan kepala, kemudian mengembuskan napas panjang. Berbeda dari yang Edward duga, Vincenzo malah menjawab, “Kalau mereka tidak mendarat di tempat ini, atau hanya mendarat sebentar saja tanpa menimbulkan keributan, aku akan lebih memilih untuk membiarkan mereka pergi. Kekuatan kita sekarang sangat tidak seimbang dengan mereka, jadi pilihan terbaik adalah melihat situasi dulu baru bertindak.” Edward tambah lega lagi ketika Vincenzo tidak asal bergerak, melainkan memikirkan semuanya terlebih dahulu. “Aku sangat senang kau menyadari batas kekuatanmu sendiri, padahal tadi aku kira kau akan menjawab akan menyerang dan menghabisi mereka.” “Aku tahu kalau aku tidak bisa asal bertindak sekarang, yang terpenting tetaplah keselamatan. Tidak ada gunanya kalau kita pergi mengantar nyawa, sekali pun kita tahu kalau nyawa kita akan berakhir pada saat itu.” Vincenzo terlihat begitu tenang dan serius, tahu harus berbuat apa di situasi yang bagaimana. Di sisi lain, Carina yang ikut mendengar percakapan antara Edward dan Vincenzo itu, langsung mengembuskan napas panjang, begitu lega mendengar apa yang Vincenzo katakan. “Sepertinya aku yang terlalu menghawatirkan semuanya,” gumam Carina, merasa bersalah tetapi juga merasa senang dalam waktu yang bersamaan. *** Di saat yang bersamaan, dari dalam hutan, tampak seorang anak perempuan yang menuju pemukiman warga. Anak perempuan dengan rambut sebahu itu tampak melirik ke sekitar dengan heran, melihat semua rumah kosong, tidak ada satu orang pun. Dalam kebingungan, anak itu berkata sambil gemetar dan mematung, “Mama ... mama ....” Sementara itu, dari gedung evakuasi, seorang ibu berlari keluar mencari anaknya yang ternyata tidak ikut evakuasi. “Beretta! Beretta! Di mana kamu?” Wanita kurus itu terus berteriak dan berlari ke pemukiman yang sudah kosong. Dia kemudian tersenyum lebar dan berlari secepat mungkin saat melihat seorang anak perempuan yang berdiri sambil menangis. “Beretta!” Si anak perempuan bernama Beretta yang menangis dan memanggil mamanya beberapa kali tadi, lantas berbalik ke belakang kala mendengar suara seorang wanita yang sangat familiar di telinganya. Segera setelah melihat sosok wanita itu, si anak perempuan langsung berlari dengan cepat ke pelukan wanita itu. “Mama! Mama!” Akan tetapi, kawanan Ulrich di atas sana, yang tadinya tidak memedulikan bukit yang hendak mereka lewati, malah terpaling ke arah bukit kala insting mereka memberitahu sesuatu hal. Tanpa membuang banyak waktu lagi, salah satu dari kawanan Ulrich itu segera melesat ke arah bukit, membuat Ulrich lainnya juga ikut melesat ke arah bukit. Ketika Ulrich itu hampir saja menbrak ibu dan anak yang baru saja berpelukan itu, mendadak seseorang berpedang besar, muncul dan menebaskan pedang besarnya ke arah Ulrich itu, ia tidak lain adalah Vincenzo. “Kalian berdua, cepat pergi sembari aku menahan mereka!” seru Vincenzo yang tidak sanggup menghempaskan Ulrich dengan pedang besarnya. Dengan penuh rasa takut dan gemetar, si ibu langsung berlari menjauh sambil menggendong anaknya. Namun, Ulrich lain malah mengincar ibu dan anak itu lagi, tetapi kali ini dua peluru besar menghantam Ulrich tersebut, membuatnya terpaksa mundur dan kembali bersama kawanannya. Di sisi lain, dalam satu gerakan, si Ulrich yang tadi Vincenzo serang, menghempaskan Vincenzo sampai menghancurkan sebuah rumah di sebelahnya. Tidak mau berlama-lama, Ulrich tadi pun berkumpul dengan kawanannya juga, bersiap melawan Vincenzo dan teman-temannya. “Vincenzo!” Carina segera bergegas menolong Vincenzo untuk bangkit. Vincenzo segera bangkit berdiri, tetapi tetap sedikit sempoyongan. “Carina, apakah wanita dan anaknya tadi sudah pergi?” Mendengar itu, Carina langsung menampar wajah Vincenzo sambil menangis, “Khawatirkan dirimu sendiri dulu, bodoh!” Carina langsung memeluk pemuda itu, sangat bersyukur Vincenzo baik-baik saja. “Maaf ....” Vincenzo tidak tahu harus berkata apa lagi. Sebelumnya, tubuhnya langsung bergerak begitu saja saat melihat seekor Ulrich melesat ke arah ibu dan anak yang tidak bersalah, dan menyebabkan semua ini, tetapi, “Carina, kita masih harus menyelesaikan ini. Edward pasti sedang mengalihkan perhatian kawanan Ulrich sekarang, kita tidak bisa hanya tinggal diam, karena dia tidak mungkin bisa melakukannya selamanya ....”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD