Chapter 48 : Sukar

1574 Words
Di dalam sebuah ruangan yang adalah sebuah kamar di mana Vincenzo berada sekarang, menceritakan masa lalunya dengan Carina pada teman-temannya, yakni Keith dan Angel. Keith dan Angel tidak sanggup berkomentar apa pun setelah mendengar cerita yang begitu gelap yang diceritakan oleh Vincenzo. Mereka berdua tak mengira bahwa masa lalu Vincenzo dan Carina ternyata sangat mengerikan. Vincenzo pun kembali membuka mulut untuk mengakhiri ceritanya, “Apa yang aku ketahui setelah aku sadar adalah bahwa ada seorang prajurit biasa yang menyelamatkan aku dan Carina. Namun, Ago tewas karena serangan meleset yang diluncurkan oleh Hara. Itu juga yang menjadi alasan mengapa aku menjadi seorang prajurit biasa dan mengubah tangan kananku menjadi seperti sekarang.” Melihat ekspresi yang diperlihatkan oleh Vincenzo dan juga Carina, membuat Keith ingin mengatakan sesuatu agar kedua remaja itu tidak murung lagi. Akan tetapi, dia tidak tahu kata apa yang tepat untuk dikatakan pada saat seperti ini. Dan Angel yang duduk bersebelahan dengan Keith juga memikirkan hal yang sama, hingga akhirnya mereka berdua hanya bisa diam saja. Karena suasana menjadi begitu suram, Vincenzo lantas mengembuskan napas panjang, berkata, “Tapi, satu hal yang jelas, kita tak bisa memperbaiki atau pun menyesali apa yang sudah terjadi di masa lalu ….” Meski Vincenzo berkata begitu, sebenarnya dia sendiri masih belum bisa merelakan atau ikhlas dengan fakta bahwa teman-teman masa kecilnya kini sudah tiada. Di sisi lain, Carina sejenak memerhatikan rambut Vincenzo yang sudah berubah menjadi putih, dan tubuh anak itu yang setengahnya sudah berubah warna menjadi merah. Carina pun menggenggam erat tangan kanan Vincenzo yang sebenarnya adalah tangan yang terbuat dari baja, lalu menatap hangat mata remaja itu, berkata, “Taka pa, Vincenzo. Aku akan selalu bersamamu ….” Carina mengatakan itu dengan begitu tulus, membuat Vincenzo meraih tangan gadis itu dengan tangan kirinya, menjawab, “Terima kasih, Carina.” Dia tersenyum, menyadari bahwa Carina selalu ada bersamanya selama ini. “Jangan melupakan kami,” kata Keith yang segera berdiri dan menaruh tangannya di atas tangan Vincenzo, lalu diikuti oleh Angel yang menaruh tangannya di atas tangan Keith. Keith pun kembali berkata, “Kita berempat akan selalu bersama, mewujudkan apa yang sudah kita impikan selama ini. Dan memperlihatkan pada Edward kalau kita bisa melakukannya!” Mereka berempat pun akhirnya menjadi saling meyakinkan satu sama lain meski tanpa mengatakan apa pun lagi setelah apa yang Keith katakan. Setelah beberapa saat, mereka pun kembali ke tempat duduk mereka masing-masing, mulai memikirkan hal yang lain, hal yang harus mereka jadikan sebagai prioritas sekarang. “Lalu, ke mana kita akan pergi setelah ini?” Keith memulai sebuah topik percakapan lain. Dia yakin kalau sekarang saat yang cukup tepat untuk menyinggung tentang arah perjalanan sesudah ini. Sebelum mengeluarkan pendapatnya, Vincenzo sejenak kembali memikirkan tentang memori yang dia tidak tahu mengapa, ada dalam kepalanya. Dan sekarang, setelah dia menceritakan masa lalunya, dia menjadi memiliki sebuah memori lainnya, yakni memori tentang dirinya pernah berada di sebuah dimensi yang tidak dia ketahui dan mencari sebuah pintu untuk keluar. Berdasarkan asumsinya kalau ingatannya ini berkaitan dengan tidak jelasnya identitasnya sebenarnya siapa, Vincenzo pun mengajukan sebuah gagasan, atau lebih tepatnya sebuah permintaan. “Aku tidak tahu ke mana sebaiknya kita pergi, tetapi apakah kalian mau percaya pada instingku untuk perjalanan kita selanjutnya?” Vincenzo menjeda kalimatnya sejenak, lalu melanjutkan, “Entah mengapa, aku merasa kalau kata hatiku akan membawa kita ke tempat yang kita perlu untuk datangi.” Sejenak, Keith dan Angel saling memandang. Mereka berdua sengaja tidak melakukan kontak mata dengan Carina yang sudah pasti akan mengikuti saja perkataan Vincenzo. Kemudian, karena sudah sepakat, Keith dan Angel pun saling menganggukkan kepala. Keith berkata, “Baiklah, lagipula kita juga tak memiliki arah yang jelas tentang ke mana kita harus pergi. Jadi, mengikuti instingmu juga bukan sesuatu yang salah untuk dilakukan.” Vincenzo tersenyum tipis kala mendengar itu, ia senang karena teman-temannya percaya padanya. “Terima kasih, Keith, Angel.” Ia kemudian mengalihkan pandangan kepada Carina. “Terima kasih juga untukmu, Carina ….” Bagi Vincenzo, kepercayaan teman-temannya sangat berharga, jadi ia tidak akan membiarkan kepercayaan mereka itu jatuh begitu saja. Ia akan menjaga kepercayaan ini dengan sepenuh jiwa dan raganya. Di sisi lain, Keith tampak melirik ke jendela, kemudian berdiri, bersiap untuk pergi, “Matahari sebentar lagi tenggelam. Aku akan pergi sekarang, aku merasa tidak enak bila kita hanya menumpang di sini tanpa melakukan apa pun.” “Apa yang ingin kau lakukan?” Vicenzo sedikit heran. “Hanya mengawasi sekitar, memastikan apakah aka nada serangan dari para Ulrich lagi setelah ini. Setidaknya aku akan melakukan ini sampai kau siap untuk melakukan perjalanan lagi, Vincenzo.” Keith pun keluar, diikuti oleh Angel. Kini, yang tersisa di dalam ruangan hanyalah Vincenzo dan Carina saja. Selama beberapa waktu, mereka tidak saling berbicara satu sama lain, kemudian Carina berdiri dari tempatnya duduk, bersiap untuk pergi juga. Sebelum pergi, gadis itu melirik Vincenzo sejenak, berkata, “Aku akan ikut membantu Nyonya Rexa menyiapkan makan malam. Kalau kau perlu sesuatu, panggil aku saja.” “Iya, aku mengerti …,” jawab Vincenzo pelan. Sekarang, setelah Carina juga keluar dari kamar, hanya Vincenzo saja yang tersisa. Sekali lagi pemuda itu melirik kedua tangannya, yang berbeda. Yang mana satu tangannya adalah tangan manusia biasa, sedangkan tangan lainnya adalah tangan yang terbuat dari baja. Setelah setengah tubuhnya berubah menjadi merah pekat, Vincenzo merasakan benar perbedaan tubuhnya sekarang dengan yang dulu. Ia cukup sulit untuk menggerakkan tubuh lagi, tetapi ia harus menyembunyikan fakta ini. Selain itu, ia juga yakin kalau sekali lagi saja ia memaksakan diri seperti terakhir kali, maka itulah akhir dari hidupnya. Meski begitu, Vincenzo tidak mau gentar hanya karena takut akan kematian. Ia masih akan bertarung seperti biasanya, bahkan bila itu membunuhnya sekalipun. “Aku harap kalau ingatan yang ada di dalam kepalaku ini benar-benar bisa mengubah dunia busuk ini menjadi dunia yang jauh lebih baik!” Vincenzo cukup berharap dengan keberuntungannya saat ini, setelah ia mengetahui batas dari kekuatannya yang sekarang, masih belum cukup untuk menyelamatkan dunia. Vincenzo kemudian melirik keluar jendela, di mana terlihat cahaya jingga dari matahari yang perlahan terbenam. Ia menikmati hari yang sebentar lagi akan berganti menjadi malam, seolah ini adalah hari terakhirnya untuk melakukannya. *** Di tempat lain, Keith dan Angel sedang berjalan-jalan di sekitar pepohonan, bersantai selagi mereka masih bisa. Waktu terus berjalan, dan mereka masih belum juga membuka percakapan antara satu dengan lainnya. Hingga akhirnya, Keith berhenti di bawah sebatang pohon, diikuti oleh Angel yang juga berhenti, merasa ada sesuatu yang sedang dipikirkan oleh Keith sekarang. Angel pun bertanya, “Apa ada yang mengganggumu, Keith?” Dia bertanya begitu dengan tulus, tidak ada maksud tersembunyi apa pun. Keith menggelengkan kepala beberapa kali, lalu menjawab, “Aku pikir, mulai sekarang kita tidak bisa menggantungkan semuanya pada Vincenzo. Aku, kau dan juga Carina harus bisa mengambil bagian secara aktif, karena aku takut hal yang buruk yang tidak aku inginkan, mungkin sungguh terjadi di masa depan.” Angel seketika paham mengapa Keith mengangkat topik ini. Sebelumnya, meski Vincenzo tidak mengatakan apa pun pada mereka, tetap saja mereka bisa tahu hanya dengan melihat saja, kalau keadaan Vincenzo benar-benar sangat buruk. Mereka tahu, kalau Vincenzo terlalu sering bertarung seperti biasanya, cepat atau lambat, akhirnya Vincenzo tidak akan bisa bertahan lagi, kemudian berakhir sudah semuanya. “Aku juga tak ingin hal itu terjadi …,” kata Angel. “Mulai sekarang, apakah akan jauh lebih baik kalau kita mengurangi jumlah pertarungan yang harus dilakukan oleh Vincenzo. Tapi … mungkin saja dia akan menyadari itu, lalu membenci kita ….” Semua hal ini membuat Angel tidak tahu haru bagaimana. Sementara itu, Keith sudah memutuskan apa yang akan dilakukannya, dan siap mengambil semua risiko yang mungkin akan ditimbulkan karena pilihannya itu. “Aku tidak peduli lagi, apakah Vincenzo selanjutnya akan membenciku atau tidak, selagi Vincenzo tidak meninggalkan kita untuk selamanya seperti Edward, aku akan melakukan apa yang perlu aku lakukan.” Mendengar pernyataan tegas dari Keith itu, membuat Angel sangat kagum pada pemuda itu. Angel sendiri tidak bisa sampai setegas itu, tetapi Keith yang berada di posisi yang sama dengannya, sanggup melakukannya, “Kau memang menganggumkan, Keith. Kau bahkan mau menerima risiko besar demi teman yang ingin kau lindungi. Kuharap aku bisa sepertimu ….” Keith mengembuskan napas panjang. “Aku tahu kalau risikonya sangat besar, dan mungkin tidak akan sanggup aku hadapi, tetapi masih jauh lebih baik daripada harus membiarkan Vincenzo tidak berada di sisi kita lagi ….” Keith sebenarnya sangat frustasi, tetapi tetap berusaha untuk menenangkan diri dan mengambil tindakan sesuai dengan logikanya. *** Di tempat lain, karena tidak fokus pada apa yang dikerjakannya, Carina duduk di ruang tamu di rumah Rexa, setelah disarankan Rexa untuk menenangkan diri. Carina saat ini benar-benar tidak tahu harus bertindak apa selanjutnya, setelah melihat bagaimana kondisi Vincenzo. Gadis ini mengerti kalau dia mungkin hanya memiliki dua pilihan sulit, yakni dibenci oleh Vincenzo, atau harus merelakan Vincenzo. Kedua pilihan itu ingin dihindari oleh Carina, tetapi dia masih tidak menemukan jalan tengah atas pilihan itu. Namun, meski jauh dilubuk hatinya dia tak mau dibenci oleh Vincenzo, Carina mencoba meyakinkan dirinya untuk memilih pilihan dibenci daripada harus ditinggalkan. Di saat seperti ini, dia sangat ingin agar Vincenzo tetap hidup, walau harus menanggung risiko dibenci. Kendati begitu, Carina masih belum juga dapat meyakinkan dirinya untuk mengambil pilihan itu. Dia tak ingin Vincenzo membencinya, tetapi juga tak ingin Vincenzo pergi seperti Edward. Namun, mau seberapa banyak pun dia memikirkan jalan keluar dari pilihan ini, tetap saja dia tak bisa menemukan sesuatu. “Apakah memang harus seperti ini pada akhirnya …?” Carina sungguh tidak rela akan semua ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD