Ryan: 8

2006 Words
Suara samar di tengah deru mesin mobil yang menyala. Roda mobil yang berputar di aspal jalanan yang licin. Sesekali terjal menghadang hingga terasa bagai guncangan di antara batas sadar yang dimiliki Mia. Ia juga bisa mengenali aroma parfum yang berkelebat di hidungnya. Tubuh Mia yang diangkat, menempel pada d**a seseorang, d**a yang lapang, kepala Mia berada di bahu kokoh yang membawa tubuhnya, mendekatkan Mia pada sumber aroma parfum. Mia juga merasakan tubuhnya yang dibaringkan di atas sebuah tempat tidur sempit. Salah satu kakinya terulur dan mengenai dinding yang terasa dingin. Mia merasa kedinginan, namun matanya terasa berat untuk terbuka. Mia juga tak ingat kapan terakhir ia benar-benar sadar. Tapi suara di sekelilingnya cukup jelas baginya. Mia meringkuk sendirian dengan tangan yang terikat. “Aku rasa kita harus memindahkan wanita sialan itu dari sini,” suara seorang pria saat pintu terbuka lebar dan disusul langkah cepat yang memasuki ruangan. Pintu tertutup di belakangnya. “Kau kenapa?” Suara seorang wanita yang terdengar terkejut. “Kita tidak bisa menyembunyikan wanita itu di sini, Berengsek!” Terdengar lagi langkah berjalan. “Apa yang terjadi?” “Temannya, teman wanita sialan itu membuntuti ku.” “Apa?!” “Kita harus menyingkirkannya sekarang juga!” suara hentakan pintu yang memunculkan satu sosok pria dan satu sosok wanita di ambang pintu dengan tatapan tajam yang tertuju pada Mia. “Tidak!” teriak Mia lepas dari mimpi yang membelit dalam tidurnya. Mia terduduk bersama dengan napasnya yang terengah-engah. Jantungnya berdetak cepat. “Kau bermimpi buruk?” Pertanyaan yang seketika membuat Mia berjingkat kaget dan menoleh ke arah sumber suara. “Kau---” Suara Mia tersekat di tenggorokan. Mata Mia membulat sata menatap sosok Nick yang duduk di sebuah sofa yang ada ada di sudut ruangan. Mia menelan ludah. “Kau---” Mia masih tak mampu berbicara. Nick beranjak dari sofa dan berjalan mendekat pada Mia yang masih berusaha untuk menraih kembali kendali dirinya, mengatur ulang ritme napasnya sebelum Nick duduk di tepian tempat tidur sambil menatap lurus. “Minum lah.” Nick menyodorkan segelas air pada Mia. Keduanya masih bertatapan satu sama lain sampai Mia menelan ludah sedetik sebelum menerima gelas berisi air dari tangan Nick Ryan. Nick hanya mengamati gerak Mia, tangannya yang terlihat gemetar, menggemgam gelas dengan kedua telapak tangannya. Meneguk minuman dengan begitu cepat hingga benar-benar habis tak bersisa. “Kau haus sekali,” ujar Nick usai Mia menurunkan gelasnya yang disertai dengan napas Mia yang masih terlihat kacau. Tatapan Mia yang ragu pada Nick. “Aku datang untuk memeriksa keadaanmu.” Nick mengatakannya dengan sopan. Ada perasaan yang coba ditekan oleh Nick acap kali dirinya melihat Mia. Nick ingin memeluk Mia dan mengatakan semua kebenaran padanya. Mia masih bergeming dan bungkam. “Aku... Kapan lukaku akan---” “Lukamu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Aku bisa saja melakukan operasi plastik diseluruh tubuhmu jika kau memang menginginkannya.” Tampak Mia yang terkejut. “Mimpi apa yang membuatmu begitu ketakutan?” tanya Nick usai lama diam dan keheningan yang lebih mendominasi. Mia tak langsung menjawab. Ia terlihat tegang, tampak dari kedua bahunya. “Aku tak akan memaksa dirimu untuk mengatakannya,” ungkap Nick dengan suara yang lembut sambil meraih kembali gelas yang ada di tangan Mia. “Aku... Aku tidak tahu persisnya seperti apa. Aku hanya---” Tatapan Mia terlihat keruh. Mata cokelatnya yang indah telah hilang, berganti tatapan yang penuh kesedihan. Mia menelan ludahnya sendiri dengan susah payah. Tenggorokannya masih terasa sakit. “Mimpi itu---” “Kau tak perlu memaksakan dirimu untuk---” “Aku perlu tahu siapa diriku,” sela Mia yang membuat Nick terdiam karena terkejut. Tatapan Nick dan Mia saling bertemu dalam satu titik. Keheningan yang kembali hadir. “Aku tak mengingat apa pun. Tak ada satu pun yang berhasil aku ingat.” Suara Mia terdengar parau dengan napas yang masih kacau. Mia menoleh ke saping untuk dua detik sebelum kembali menatap ke arah Nick yang masih menatapnya dengan intens. “Aku mengerti perasaanmu.” “Bahkan aku tak tahu siapa namaku,” sambar Mia yang terdengar sedih dn apatis. Mia menundukkan pandangannya hingga Nick meraih telapak tangan Mia yang kemudian ia genggam dengan erat. “Tidak kah Anda menemukan apa pun saat---” “Sayangnya tidak,” timpal Nick dengan segumpal kebohongan. Cincin yang melingkar di jari manis Mia telah Nick lepaskan di hari yang sama saat Mia dibaringkan di klinik pribadi Nick. Benda pipih itu yang telah memastikan jika korban adalah Mia. Mia menatap dengan penuh kesedihan. Rasanya menyesakkan bagi Nick. Mia Reynolds yang pernah dan mungkin masih meninggalkan jejak rasa dalam relung perasaan Nick Ryan hingga kini. Kehadiran Mia dalam kehidupan Nick di saat hubungan Nick dan Meg berakhir. Mia menempati tempat yang berbeda dengan rasa yang sama seperti halnya Meghan Adam. “Anda tidak menemukan apa-apa saat---” Mia menelan ludahnya lagi. “Bisakah Anda menceritakan tentang---” Mia menjilat bibirnya. “Bagaimana Anda menemukan aku yang---” “Kau cukup memanggilku dengan nama Nick,” ucap Nick cepat. Nick tersenyum segaris. Rasa yang berkecamuk dalam d**a Nick. “Sebaiknya istirahat.” “Jika aku memanggil Anda dengan nama Nick, lantas bagaimana Anda memanggil---” “Kau bisa memilih nama yang menurutmu nyaman,” ungkap Nick kian terasa menyesakkan. Mia terdiam dalam kebisuan lagi. Bagai hujaman belati yang tajam dan mendalam. Nick beranjak dari tepian tempat tidur yang ditempati Mia. “Istirahatlah untuk kesembuhanmu.” Tak ada kalimat yang lebih baik untuk Nick katakan pada Mia. “Bagaimana jika Anda yang memberikan nama untukku?” Pertanyaan yang membuat Nick menatap dengan terkejut lagi. “Aku ingin Anda yang---” “Aku akan memikirkannya,” sela Nick disusul dengan senyuman yang dibuat-buat. “Kau akan membiarkanmu untuk beristirahat. Jika kau membutuhkan sesuatu aku ada di luar.” Nick melangkah meninggalkan Mia sendirian di dalam kamar. Langkah yang cepat sebelum melewati pintu dan menutup di belakang langkahnya. Nick terdiam di balik pintu dengan perasaan hancur. Percakapan yang terasa menyiksa bagi Nick. Wanita yang ada di dalam adalah wanita yang telah memikat hati Nick. Wanita yang ingin pernah Nick raih. “Anda baik-baik saja, Sir?” tanya Otis yang tiba-tiba muncul dan mengejutkan Nick. Nick menelan ludah dan menarik napas. “Ya, aku baik-baik saja.” Nick beranjak dari tempatnya bersama dering ponselnya ya terdengar dari dalam saku. Memunculkan nama Nolan Ross pada layar ponsel yang berubah terang. “Yes, Nolan.” “Sepertinya kau sudah kembali ke Boston, Dokter.” Suara Nolan terdengar santai seperti biasanya. “Tampaknya kau tak tahan untuk meninggalkannya.” “Aku tidak mungkin meninggalkannya terlalu lama.” Nick membela dirinya. Ia memutuskan untuk langsung kembali ke Boston usai semua pertemuan bisnisnya selesai di New York. Tak ada yang lebih penting dari semua hal itu selain keberadaan Mia di kediamannya. “Apa yang berhasil dirimu temukan, Nolan?” “Kau tahu jika perusahaan milik Ben dan Mia telah mereka gabung?” tanya Nolan yang mengejutkan bagi Nick. “Kapan itu terjadi?” Nick dibuat penasaran dengan semua yang terjadi pada Mia hingga langkah Nick berhenti tepat di undakan paling bawah dari rangkaian anak tangga dalam rumah besarnya yang mewah. “Aku tidak tahu kapan persisnya, Nick. Yang mengejutkan adalah kepemilikan saham Rudolf di Metro Co. milik Ben,” ungkap Nolan dengan suara yang terdengar lugas meski tetap mengejutkan bagi Nick. “Apa?!” “Kau mungkin bisa menanyakan langsung pada Rudolf. Aku yakin kau akan mendapatkan jawaban yang lebih lengkap dari pada yang mungkin saja dapat aku temukan, Dokter.” Nolan kembali menandaskan. Nick berusaha unuk tidak melibatkan Rudolf dalam masalah hidupnya. Berusaha untuk menyelesaikannya sendiri meski tetap saja semuanya akan berakhir pada kemampuan Rudolf untuk mengakses semua kehidupan orang lain. Rudolf memiliki keluasan akses yang seakan tak berbaas. “Sebaiknya kau hubungi Rudolf. Aku yakin dia akan dengan senang hati untuk membantumu, Nick,” imbuh Nolan lagi. “Kau tidak mengatakan masalah ini pada bibi Kate, bukan?” tuding Nick yang langsung membuat Nolan beraksi spontan, “Tentu saja tidak.” Nick menghela napas dengan begitu dalam dan melanjutkan kembali langkahnya untuk menuruni kembali anak tangga yang terisa hingga undakan paling bawah sebelum melangkah menuju ruang kerjanya. “Kau mencurigaiku untuk---” “Tidak, maafkan aku, Nolan,” sela Nick cepat smabil menggeser pintu ganda sebelum memijak jalan setapak yang menghubunkan antara bangunan rumah utama dengan klinik pribadinya. Nick menutup pintu di belakangnya lalu menarik kursi kebesaran miliknya untuk kemudian ia duduki. “Aku hanya berusaha untuk tidak melibatkan siapa pun.” “Kau salah, Nick. Keluarga Felix yang akan membantumu. Aku bisa pastikan jika Kate tidak mengetahui hal ini.” Nick membisu dalam diam sambil menyandarkan punggungnya ke belakang. Matanya menangkap bingkai foto di dalamnya terdapat foto pernikahan Nick dan Meg. “Nick,” panggil Nolan. Tak ada sahutan. “Nick, kau dengar aku?” tanya Nolan lagi yang kali ini membuat Nick mengerjap kaget. “Maafkan aku. Ya, aku akan menghubungi Rudolf untuk masalah Metro Co.” “Aku memiliki sat pertanyaan yang sejak kemarin ingin aku tanyakan padamu, Nick.” Nolan mengatakannya dengan intonasi suara yang penuh penekanan dan seakan begitu hati-hati dalam menyampaikannya. “Apa yang ingin kau tanyakan, Nolan?” tanya Nick disusul dengan melipat salah satu tangannya yang bebas di atas meja, sementara tangan lainnya masih menggenggam ponsel yang menempel di telinga kanan. “Aku yakin kau telah mengoperasi wajahnya dan aku---” “Aku telah mengubahnya menjadi wajah Meg, Nolan,” sambar Nick yang langsung menyadari arah pertanyaan yang diajukan oleh Nolan Ross padanya. “Kau sudah gila, Nick.” Reaksi spontan yang meluncur dari pita suara Nolan, bahkan nick dapat mendengar kaki kursi beroda yang diduduki Nolan bergesekan dengan lantai. Nick yakin Nolan berjingkatari kursinya. “Kau mengubah wajah Mia menjadi---” “Aku menyelamatkannya dari orang-orang yang mungkin saja akan mencarinya jika mereka tahu Mia masih hidup, Nolan,” sanggah Nick membela dirinya. Napas Nick berubah kacau usai kalimat panjang yang ia ucapkan dalam satu tarikan napas. Nick menelan ludah dengan susah payah sementara Nolan terdiam di ujung saluran ponselnya. “Kau yakin jika---” “Jangan lupa dengan sederet nama yang masih belum kita temukan,” sambar Nick. Nick menarik napas dan menahannya beberapa detik sebelum mengembuskannya dengan keras hingga terdengar di telinga Nolan. Nick beranjak dari kursinya juga lalu menyisirkan jemarinya di rambut gelap yang ia pangkas pendek. “Kita belum menemukan jejak Sandra Reynolds dan juga Josie, Nolan. Bahkan Loli. Mereka semua seakan menghilang.” Suara Nick terdengar bermuatan emosi yang tertahan. Bayangan sosok Mia yang cantik jelita, menawan dan indah di mata Nick berubah menjadi sosok yang mengenaskan, kesakitan dan juga menyedihkan. Nick merasakan sakit yang sama dengan yang Mia rasakan. Mendapati Mia tidak lagi mengenalinya. “Kau mengatakan siapa dirinya?” tanya Nolan yang membuat Nick tersentak, kembali dari lamunan singkatnya dan bayangan Mia hilang dengan cepat dari kepalanya. Terdengar kembali Nick yang menarik napas disusul dengan hembusan yang berat kali ini. “Aku tidak akan mengatakannya. Aku juga---” Nick menarik napas lagi dan lebih berat dari sebelumnya. “...aku telah menyingkirkan cincin pernikahan Mia dan Ben.” “Kau terobsesi padanya, Nick,” seloroh Nolan tak yakin. “Aku mencintainya,” timpal Nick cepat hingga Nolan membisu. Keduanya terdiam. Mia hadir dalam kehidupan Nick saat dirinya merasa terluka karena keputusan Meg yang meninggalkannya. “Aku rasa kau bukan mencintainya, Nick. Tapi kau terobsesi pada mendiang istrimu. Kau tidak mencintai Mia,” tandas Nolan untuk terakhir kalinya dan Nick terdiam mematung setelahnya. Dunia Nick seakan berhenti seketika. Napasnya yang kacau dan jantungnya berdetak cepat membuat Nick seakan tersadar. “Kau mengubah wajah Mia menjadi wajah Meg. Dan kau sebenarnya tahu jika--” “Aku yakin dengan yang aku katakan, Nolan.” Hening kembali hadir dalam jeda yang diambil Nick untuk kembali mengatur napasnya dan meraih kembali kendali dirinya. “Di luar perasaanku, emua demi keamanannya.” Jeda beberapa detik berikutnya. “Bagaimana jika kau salah. Mereka tetap mengetahuinya jika... Mia masih hidup.” Nolan menuturkan sebuah kemungkinan yang belum terpikir oleh Nick. Tak ada jawaban atau reaksi apa pun dari Nick setelahnya. Hanya ada desir napas dari Nick dan juga Nolan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD