Calon Baru Untuk Helen

1428 Words
Bab 48 Calon Baru Untuk Helen Dina telah kembali ke kampus. Kondisi kesehatannya sekarang berangsur membaik, meskipun ia diharuskan untuk kontrol ke rumah sakit sebulan sekali dalam kurun waktu sedikitnya tiga bulan terhitung sejak pertama kali ia datang ke rumah sakit karena keluhan demam dan sakit perut pada waktu itu. “Aku ingin bercerita sesuatu kepada kalian.” Kata Helen saat itu kepada Dina dan Kevin ketika mereka tengah istirahat makan siang. “Ada apa nih?” Tanya Dina. “Aku sedang dalam masalah besar.” Jawab Helen. “Sebesar apa?” Tanya Kevin dengan mulut penuh makanan. “Tante Tracy, teman dari orang tuaku, ingin memperkenalkanku kepada seorang pemuda, yang katanya adalah keponakannya. Ia mengatakan aku hanya harus mengenalnya dulu, siapa tahu aku nanti merasa cocok dengan pemuda itu.” Terang Helen. “Kamu tidak mau?” Tanya Dina. “Ini tahun 2009 kawan-kawan, masihkah konsep perjodohan semacam ini relevan?” Ujar Helen. “Coba sajalah, siapa tahu cocok!” Saran Kevin. “Benar. Tidak ada salahnya, bukan?” Dina menimpali. “Hmmm…” Helen mendengus. “Jadi aku harus mencobanya, begitu?” “Iya.” Jawab Dina dan Kevin bersamaan. “Kenapa kalian jadi kompak begitu?” Tanya Helen diikuti tawa yang keras. “Kalian sepertinya senang melihat aku menderita ya?” “Kamu kan belum tahu apa yang akan terjadi nanti Len, bagaimana jika pemuda itu ternyata cinta sejatimu?” Kevin balik bertanya. Helen terdiam sejenak. Perkataan Kevin sedikit menyentil perasaannya. “Benar juga!” Kata Helen kemudian. “Baiklah, aku akan melakukannya. Siapa yang tahu pemuda ini benar-benar cinta sejatiku! Tidak ada yang pernah benar-benar tahu kan kapan dan bagaimana seseorang menemukan cinta sejatinya!” Wajah Helen tampak bersemangat sekarang. “Kev, sepertinya kamu telah memberi harapan yang terlalu besar kepada Helen.” Ujar Dina sambil menyikut tangan Kevin yang duduk di sampingnya. “Sepertinya begitu!” Balas Kevin. Tawa Dina dan Kevin kemudian meledak, disambut ekspresi kebingungan yang muncul di wajah Helen. “Kalian sedang membicarakan apa sih?” Tanya Helen. “Lupakan saja Len, ayo habiskan makananmu.” Bujuk Kevin. Dina masih tertawa cekikikan sementara Kevin berlagak tenang di depan Helen. “Jadi kapan kalian akan bertemu?” Tanya Dina setelah tawanya mereda. “Sabtu nanti.” “Mau ditemani?” Dina menawarkan. “Wah ide bagus itu!” Balas Helen. “Tapi dari jauh ya, buat seakan-akan kalian tidak ada di sana. Aku hanya ingin merasa aman ketika tahu kalau kalian ada di dekatku dan mengawasiku.” “Tenang, kami selalu siap dengan tugas-tugas intelijen seperti itu!” Canda Kevin. Tawa Helen kembali pecah. “Berarti tiga hari lagi dong ya?” Ujar Dina setelah melihat kalender di ponselnya. “Kita harus menyusun rencananya nanti sepulang kuliah.” Usul Kevin. Dina dan Helen mengangguk bersamaan. Setelah menghabiskan makanannya, mereka pun kembali ke kampus untuk mengikuti kelas yang masih tersisa hari itu. Jam lima sore ketika semua kelas mereka berakhir, mereka bertemu kembali di pelataran parkir untuk pulang dengan menumpang mobil milik Kevin. Dalam perjalanan pulang, mereka kembali membahas soal janji temu antara Helen dengan pemuda itu. “Jadi rencananya kalian mau bertemu di mana?” Tanya Kevin. “Aku belum mengatakan apa pun kepadamya soal itu.” “Kalau begitu aku akan memberimu sejumlah saran.” Kata Kevin dengan wajah serius. Helen pun mengangguk, “Katakan!” Balasnya. “Ajak bertemu di tempat umum yang ramai misalnya di mall, terus beritahu kami di mana posisimu. Jika nanti mau masuk ke restoran, cari restoran yang sunyi dan pilih tempat duduk di dekat pintu agar kami gampang melihatmu saat kami meyusulmu ke situ…” “Serius amat sih kalian berdua seperti sedang membahas misi rahasia saja!” Ledek Dina. “Ini memang misi rahasia, kan?” Jawab Kevin. Dina pun tertawa geli dan berhenti meledek mereka berdua. Hari berlalu dengan cepat. Hari ini sudah hari Sabtu. Sejak pagi Helen telah diliputi kegugupan akan pertemuannya dengan pemuda tersebut. Helen telah sepakat dengan pemuda itu untuk bertemu di mall melalui Tante Tracy sebagai perantara pembicaraan mereka. Helen dan pemuda itu bahkan tidak saling memiliki nomor ponsel mereka satu sama lain. Helen pergi ke mall dengan naik taksi. Karena janji temu mereka pukul empat sore maka Helen berangkat dari rumah tiga puluh menit sebelum jam empat. Dina dan Kevin yang sejak tadi menunggu kabar dari Helen pun segera bergerak begitu Helen memberitahu mereka kalau ia sudah dalam perjalanan menuju ke mall. Tante Tracy meminta Helen untuk menunggu di atrium mall nanti pemuda itu yang akan datang untuk menghampiri Helen. Sementara Helen menunggu di atrium lantai satu, Dina dan Kevin memantau keberadaan Helen dari lantai dua. Helen dapat melihat keberadaan kedua sahabatnya itu dari tempatnya menunggu sehingga ia merasa lebih tenang. Sekitar sepuluh menit Helen menunggu di sana, seorang pemuda tiba-tiba duduk di samping Helen. “Helen ya?” Helen terkejut ketika ada suara lembut bertanya kepadanya. Ia pun segera menatap pemuda itu. Pemuda itu berpakaian serba hitam, kaos hitam dan celana jeans hitam serta sandal kulit berwarna hitam. Ia tidak begitu tinggi, namun jauh lebih tinggi dari Helen. Tingginya mungkin kurang dari 170 cm. Badannya kurus, agak mirip potongan tubuh Kevin, kulitnya sangat putih dan rambut hitamnya yang sedikit panjang diikat ke belakang. Untuk sesaat Helen terpesona melihat pemuda itu. Menurut Helen, pemuda itu cukup tampan. Wajahnya merupakan perpaduan antara indo dan oriental. “Iya benar.” Jawab Helen. “Aku keponakan tante Tracy.” Helen mengangguk. Pemuda itu menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Helen. Helen pun menyambutnya. Tangannya begitu dingin namun lembut. Jari-jarinya lentik dan kuku-kukunya bagus seperti tangan seorang perempuan. “Namaku Jeff.” Katanya. “Namaku, kamu sudah tahu bukan?” Balas Helen. Mereka berdua kemudian tertawa mendengar guyonan Helen itu. “Kita cari tempat makan ya?” Kata Jeff. Helen mengangguk. “Kamu yang pilih deh!” Katanya lagi. Helen ingat yang diajarkan Kevin untuk memilih restoran yang tidak terlalu ramai agar mereka bisa ikut masuk ke restoran yang sama dan pilih tempat duduk dekat pintu agar mudah terlihat. Helen melihat sebuah coffee shop yang tidak begitu ramai, ia pun mengajak Jeff ke situ dan Jeff menyetujuinya. Setelah memesan makanan ringan dan minuman di kasir, mereka berdua pun pergi mencari tempat duduk. Jeff memilih duduk di smoking area, dari sini Helen bisa mengetahui jika Jeff adalah seorang perokok. Suara Jeff cukup lembut untuk seorang perokok. Helen sedikit malu-malu setiap kali menatap Jeff karena pemuda itu memang tampan. “Umurmu baru sembilan belas ya?” Tanya Jeff. Helen mengangguk. “Aku jadi seperti om-o*******g kalau begini.” Balasnya diikuti senyuman yang membuat Helen semakin terpesona. “Memangnya kamu setua apa?” Tanya Helen. “Umurku dua puluh lima.” Jawabnya. “Itu sama sekali belum tua menurutku.” Dina dan Kevin kemudian memasuki coffee shop itu dan berlagak seperti tidak saling kenal dengan Helen. Helen dan Jeff melanjutkan pembicaraan mereka dengan pembahasan ringan tentang diri mereka masing-masing. Jeff kemudian menyalakan rokoknya, “Kamu tidak keberatan kan?” Tanya Jeff kepada Helen. Helen menggeleng, “It’s okay.” “Syukurlah kalau begitu, beberapa perempuan lain terlalu berisik soal yang beginian. Sementara aku tipe orang yang paling tidak suka diceramahi.” Ujar Jeff. Helen hanya mengangguk. “Bagaimana hubunganmu dengan Tante Tracy?” Helen mengalihkan pembicaraan. “Tante Tracy adalah adik dari mamaku.” “Tante kandung dong ya?” “Benar.” “Sekarang ceritakan tentang dirimu.” Pinta Helen. “Umurku kamu sudah tahu kan? Berarti apa lagi ya? Oh ya, pekerjaanku. Aku seorang wiraswasta. Orang tuaku memberiku usaha yang sudah berjalan ketika aku lulus kuliah dan aku meneruskannya. Tapi sebenarnya aku juga seorang ilustrator dan desainer grafis. Aku membuat gambar maupun video kreatif untuk kepentingan pemasaran produk dari brand apapun yang mau bekerja bersamaku. Aku juga kadang-kadang membuat komik, tidak rutin hanya jika ada waktu dan ide saja. Kamu tahulah, komik tidak benar-benar menghasilkan uang.” Helen semakin terpesona mendengar penjelasan Jeff tentang dirinya. Helen tidak bisa berhenti menatap wajah tampan Jeff dan hal itu terlihat jelas oleh Dina dan Kevin yang duduk tepat di seberang meja mereka. Dina tertawa cekikikan melihat ekspresi di wajah Helen. “Sepertinya Helen akan segera mengakhiri masa kesendiriannya.” Bisik Dina kepada Kevin. “Iya. Perempuan itu memang bodoh, ia menunjukkan keterkarikannya dengan sangat jelas. Tidak bisakah dia jual mahal sedikit?” omel Kevin. “Pemuda itu terlalu tampan, Kev. Jika aku jadi Helen, aku juga pasti bersikap seperti itu.” “Dasar perempuan ya, di mana-mana sama saja!” Dina hanya tertawa mendengar ocehan Kevin itu. Sementara di seberang mereka, Helen terlihat sangat asyik mengobrol dengan Jeff dan tidak peduli lagi dengan sekelilingnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD