Dina bergegas menuju ke kamar mandi untuk mandi ketika jam menunjukkan tepat pukul satu siang. Sesuai perjanjian awal Gilbert akan datang satu jam lagi dan itu membuat Dina bersemangat sekaligus gugup.
Gladys tampak sedang sibuk menyetrika pakaian namun sesungguhnya ia memperhatikan gerak-gerik Dina sejak tadi. Entah mengapa kali ini Gladys tampak kurang begitu mendukung apa yang hendak Dina lakukan. Mungkin karena sebelumnya ia memberi dukungan dan ternyata itu tidak berhasil sehingga kali ini ia bersikap skeptis.
Setelah makan siang dengan menu ikan bakar yang sangat lezat buatan ibunya, Oscar kembali masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Ia menceritakan bahwa ia mengalami kelelahan yang cukup parah karena bertugas di daerah yang mengalami konflik. Menurut pengakuannya, mereka memang mendapat asupan makanan yang lebih dari cukup namun mereka nyaris tidak bisa beristirahat karena selalu diliputi rasa was-was. Oscar mendapat libur untuk hari ini dan besok. Ia akan kembali melapor untuk bertugas di kantornya pada hari Senin nanti.
“Ma, Dina bagusnya pakai baju yang bagaimana?” Tanya Dina yang sudah selesai mandi namun masih mengenakan kimono yang terbuat dari bahan seperti handuk.
“Yang sopan dan nyaman menurut kamu saja.” Jawab Gladys. “Ingat ya, tidak boleh berpakaian terbuka!” pesan Gladys.
Dina mengangguk dan bergegas menuju ke kamar. Ia membuka pintu lemari dan memilih pakaian.
Ia mencoba celana jeans panjang berwarna biru tua yang dipadankan dengan kemeja berwarna putih namun itu tidak terlihat bagus. Ia lalu mengganti bagian atasannya dengan kaos berwarna merah, namun lagi-lagi Dina merasa kalau itu tidak terlihat bagus.
“Aku terlalu gemuk sehingga tidak terlihat bagus untuk baju jenis dan warna apapun.” Kata Dina kepada dirinya sendiri sambil melepaskan kembali pakaian yang tadi ia coba untuk menggantinya dengan pakaian yang lain.
Dina berjalan kembali menuju ke lemari dan mengambil satu set pakaian. Kali ini ia mengambil celana jeans berwarna hitam dan kaos ketat dengan warna yang sama. Ia langsung mengenakannya dan mendapati bahwa dirinya terlihat bagus dalam balutan pakaian berwarna gelap.
“Ternyata menggunakan warna gelap seperti ini membuatku terlihat sedikit lebih kurus.” Kata Dina kemudian.
Dina keluar dari kamar dan menunjukkan penampilannya kepada ibunya.
“Ma, kalau begini bagus tidak?” tanyanya.
Gladys berbalik dan melihat penampilan Dina.
“Bajunya nggak ada yang lain, itu kayaknya terlalu ketat deh, Na?”
“Nggak ada lagi Ma, maksud Dina baju-baju yang lain justru membuat Dina terlihat sangat besar. Ini sudah yang paling bagus.” Terang Dina.
“Ya sudah…” jawab Gladys dengan berat hati.
“Ma…” panggil Dina.
“Iya, ada apa Na?” Tanya Gladys.
“Mama terlihat tidak senang dengan pertemuan ini. Dina bisa merasakannya, Ma.” Jawab Dina dengan lirih.
Gladys terdiam mendengar perkataan Dina. Perubahan sikapnya ternyata terbaca oleh Dina.
“Mama hanya takut, Na.” jawab Gladys, kemudian.
Dina menatap ibunya dengan wajah sedih.
“Melihat banyaknya kejadian buruk yang terjadi belakangan ini, kepada kamu, dan kepada Helen juga, jelas mama merasa takut untuk melepasmu berpacaran.” Papar Gladys. “Mama hanya takut kamu kecewa dan terluka.”
“Ma…” panggil Dina. “Dina tidak akan pernah dewasa dan belajar menghadapi kehidupan sendiri jika mama terus menjadi perisai untuk Dina.”
“Entahlah Na,” balas Gladys. “Mama hanya tidak siap saja!
Ketika Dina masih berbincang dengan ibunya, ponsel Dina yang ada di kamar berdering. Dina pun pergi mengambil ponselnya. Dina melihat bahwa itu adalah panggilan dari Gilbert. Ia langsung menjawabnya.
“Ya hallo…” kata Dina.
“Dina, aku berada di depan pos pemeriksaan. Apa yang harus aku katakan kepada mereka?”
“Berikan teleponnya kepada bapak yang bertugas.”
“Okay.”
Ketika ponsel sudah berada di tangan anggota TNI yang bertugas di depan gerbang utama kompleks perumahan dinas tersebut, Dina pun berbicara.
“Selamat siang Pak. Ini Dina, anaknya Sersan Herman. Bisa izinkan teman saya masuk?”
“Oh, anaknya Sersan Herman. Jadi pemuda ini mau bertamu ke rumah kalian ya? Baik kalau begitu.”
Gilbert kemudian diizinkan masuk. Dina memandu Gilbert melalui telepon sehingga ia bisa menemukan lokasi rumah Dina.
Gilbert datang dengan mengendari sepeda motor matic berwarna merah. Dina menyambut Gilbert di depan pintu.
Sore itu Gilbert mengenakan pakaian serba hitam sama persis dengan yang digunakan oleh Dina.
“Silakan masuk.” Kata Dina.
Gilbert melepaskan sepatunya di depan pintu rumah kemudian mengucapkan salam. “Selamat sore.”
Gladys yang sedang berada di dalam kamar untuk membereskan pakaian-pakaian yang baru selesai ia setrika ketika mendengar ada suara asing dari ruang tamu pun segera keluar dari kamar untuk memastikan.
“Selamat sore, tante!” sapa Gilbert ketika melihat Gladys keluar dari kamar.
“Selamat sore.” Balas Gladys dengan dingin.
“Ayo duduk.” Ajak Dina.
Gilbert menatap Gladys dengan sungkan. Ia hendak duduk namun ia melihat Gladys masih berdiri. Gilbert baru duduk ketika melihat Gladys sudah duduk lebih dulu.
“Ma, perkenalkan ini Gilbert.”
Gilbert bangkit dari kursinya dan menyodorkan tangannya kepada Gladys untuk berjabat tangan. Gladys menyambut tangan Gilbert dengan enggan.
“Gilbert.” Katanya.
Setelah berjabat tangan dengan ibu Dina, Gilbert pun duduk kembali.
“Ceritakan tentang dirimu!” perintah Gladys.
“Baik Tante.” Jawab Gilbert menyanggupi. “Saya mahasiswa semester empat di jurusan yang sama dengan Dina. Orang tuaku adalah wiraswasta dan memiliki sebuah toko sembako di pasar. Kami bukan orang kaya, jadi harap maklum jika penampilanku biasa saja.”
Gladys mengangguk mendengar perkenalan dari Gilbert itu.
“Kamu menyukai Dina? Tanya Gladys, to the point.
Gilbert tersenyum simpul. “Dina memang baik. Tapi aku bukan tipe yang suka terburu-buru untuk membuat keputusan.” Jawab Gilbert.
“Hari ini kalian berencana untuk pergi ke mana?” Tanya Gladys kemudian.
“Mungkin pergi makan dan menonton film, Tante.”
Oscar tiba-tiba keluar dari kamar. Gilbert tidak megetahui jika kakak Dina sudah pulang dari bertugas. Gilbert pun mendekatinya untuk berjabat tangan. Gladys dan Oscar menatap tepat kepada Gilbert dan itu membuat pemuda itu menjadi tidak nyaman.
“Jadi apa menurut tante dan kakak, aku boleh mengajak Dina untuk keluar?” Tanya Gilbert.
Gladys menatap kepada Oscar.
“Tidak ada salahnya!” jawab Oscar. “Tidak boleh pulang malam apalagi jika sudah terlalu larut, aku tidak akan segan-segan untuk memarahi kalian berdua!”
“Gilbert, apa tante bisa mempercayakan Dina kepadamu?”
Gilbert tersenyum kemudian menganggukan kepala.
“Kakak Dina adalah seorang polisi.” Kata Gladys, sengaja memberitahu.
“Wow itu hebat sekali!” puji Gilbert.
Setelah mengobrol ringan selama kira-kira tiga pulu menit, Gilbert dan Dina pun pamit untuk pergi bermalam minggu.
Dina begitu bahagia sekaligus gugup. Ini adalah pengalaman kencan Dina yang pertama.