04

1336 Words
Diperjalanan pulang Rico dan Ahmad Keduanya sedang berada didalam mobil sekarang. Dengan kondisi Ahmad dipangkalan kemudi dan Rico duduk dikursi penumpang disebelah Ahmad. Pandangan mereka sama-sama fokus menatap jalan. Hingga saat berhenti di lampu merah Ahmad baru membuka suaranya. "mm..co, yuk ke starbucks dulu, aus gue" Ahmad memalingkan pandangannya dari jalan menatap rico disebelahnya. Tetapi pandangan yang Ahmad lihat adalah Rico yang ketawa-ketawa sendiri sembari menatap jalan melalui kaca jendelanya. Sontak wajah horror Ahmad tampilkan. Ia khawatir jika ternyata Rico kesurupan hantu, bisa beda urusannya. "co lu ngapa dah ketawa sendiri? Takut njing gw ngeliat lu" Ahmad masih menunjukkan wajah horror pada Rico. Sedangkan Rico yang masih terkekeh menoleh melihat Ahmad. "ha? Lu ngajak ngobrol gua?" Tanya Rico setelah kekehannya mereda. Wajah horror yang tadi Ahmad tampilkan berubah menjadi datar. Ia mengembalikkan pandangannya menatap jalan yang ternyata lampu sudah hijau. "bodo co bodo" ujarnya. "lah gimana dah, lu ngajakin gua ke starbucks? Ayok tapi ya ganti baju dulu. Yakali masih pake seragam begini" jawab Rico. "hmm..bener juga ide lu, tapi bayarin yh baju nya" Ahmad nyengir kuda menatap teman seperzigotannya itu. Rasanya Rico ingin memukul keras Ahmad sekarang juga. Enak saja menyuruh Rico yang membayar pakaian dikira duit tinggal metik kali?! "yee lu yang ngajak kok gua yang bayar_-" "HEHE becandaaa serius amat sih. Ah! Tuh didepan sana ada butik cowo, kayanya punya bibi gue deh cari disana aja ye? lumanyun kaga usah bayar" Ahmad menunjuk sebuah toko butik laki laki disebrang jalan, cukup besar untuk seukuran butik biasanya. "LUMAYAN OGEB" Sontak Ahmad menutup kedua telinganya, bisa pecah jika dibiarkan terbuka. "gosah ngegas juga sat" "lu yang salah nyet" "daripada jadi ribut macam pasar, mending kita cari parkir saja" ucap Ahmad menyudahi pertengkaran lisan dan tak bermutu ini. "yaudah gih" Sesuai ucapan Ahmad, mobil yang mereka berdua kendarai segera masuk ke halaman parkir butik itu. Mencari dimana tempat parkir yang kosong dan lekas menempatinya. Sementara itu keadaan dirumah Mei, terlihat Tari sedang duduk di salah satu sofa ruang tamu. Kepalanya dibuat menyender pangkalan kursi, membuat badannya sedikit merosot, bahkan kedua kakinya sudah terantuk kaki meja. Sehabis pulang dari sekolah Tari memang sering mampir kerumah Mei terlebih dahulu sebelum pulang kerumahnya sendiri, hanya untuk numpang wifi dan menonton series drama terbaru. Dasar fangirl garis keras. Sosok yang sedang dibicarakan itu menghela nafas berat. Dia Tari. "hah... boring nih, Mei jalan-jalan yuk" ajak Tari. Ia menolehkan kepalanya menatap Mei yang duduk tenang sembari membaca sebuah buku disamping Tari. Dengan wajah bak anak anjing yang ingin dimanja. Tetapi sayangnya Mei menjawab, "ogah" kejam. Mendapat jawaban yang tidak diharapkan Tari kembali merengek, "iihhh hayuk lah, gua traktir deh!" Tari berdiri dari tempatnya dan kembali duduk tepat disebelah Mei, merangkul dengan manja salah satu lengan sahabat terdekatnya itu.Tapi tetap saja Mei dengan pendiriannya, "gak". "dih, sampe kapan sih sikap es lu ada ha?!" ucap Tari melepas kasar rangkulannya tadi. Lihat, bahkan Mei tak berubah dari posisinya walau sudah dirangkul dan diganggu oleh Tari. Masih sama, kaki disilang layaknya perempuan dan juga sebuah buku yang dia pegang. "Sampe semut lebaran" jawab Mei, ia ingin Tari segera diam. "ck. Lu mahh, FINE! Gua jalan-jalan sendiri aja!" Tari bangkit hendak pergi, matanya sedikit melirik menatap Mei ia melihat bahwa Mei tak juga bergerak barang sedikit pun. "Yodah.Hati-hati" ucap Mei sambil membalikkan halaman dibukunya tanpa peduli akan raut kesal yang Tari tunjukkan. "OKE! Gua mau ke starbucks ah~" Ujar Tari dengan nada sedikit menggoda lalu berjalan pergi. Mendengar tempat yang akan Tari tuju membuat Mei memberhentikan membacanya, dirinya menatap Tari setelah meletakkan buku yang ia baca diatas meja ruang tamu. "eh ikut" ucap Mei. Badan Tari yang membelakangi Mei membuat Tari leluasa menuangkan ekspresi. Ia membuat smirk kecil sebelum menjawab ucapan Mei. "tadi bilang gamau" "sekarang mau" Berhasil juga trik lama yang Tari mainkan. Memang, sedari dulu Mei itu jarang sekali mau keluar, sekalinya keluar hanya untuk berangkat sekolah ataupun mengunjungi perpustakaan. Jadi jika ingin mengajak gadis introvert bermain kau harus membuat tujuan yang menarik dan sangat disukai oleh gadis itu. Contohnya Mei, ia suka dengan kopi jadi...tak ada salahnya bukan jika Tari menggunakan ide ini? Tari membalikkan badannya, jiwa semangat membara dalam tubuhnya. "GAS BERANGKAT!!" ia berteriak dengan salah satu tangan mengepal diatas udara. "lu mau keluar tapi pake seragam sekolah?" "eh? Heheh gue pinjem baju yak Mei" dengan cengiran polosnya Tari melesat ke lantai 2 dimana kamar Mei berada. Padahal sang empu kamar belum mengijinkan dirinya untuk meminjam, dasar teman sejati. Sudah hampir setengah jam Mei menunggu Tari berganti pakaian, sudah cukup lelah dirinya sekarang. Suara langkah kaki menggema memasuki gendang telinga Mei, ia pun berdiri dari duduknya menatap sosok yang baru turun dari lantai 2 dengan style yang....feminim sekali. "Tar lu semedi?" "ha? Kagak ini dah selese" Mei menatap Tari dari ujung rambut sampai ujung kaki. "wahh" ucap Mei dengan mulut menganga takjub. "cantik gak? Cantik lah nama juga Tari" Tari memutar dirinya, membuat rok yang dia kenakan mengembang layak sebuah bunga. Sangat cantik. "hih pd" "sana ganti sono" Sesuai ucapan Tari, Mei melesat ke lantai 2 guna mengganti pakaian nya. Tak seperti Tari yang membutuhkan waktu sampai setengah jam hanya untuk berganti pakaian. Mei ini jauh lebih cepat, hanya hitungan menit dirinya sudah turun dari lantai 2. "kok biasa banget sih" komentar Tari, memang baju yang Mei kenakan biasa saja tidak seperti Tari yang memakai rok dan atasan sempurna. Mei Cuma mengenakan kaos hitam polos, celana jeans, dan dipadukan dengan outher coklat. Cukup sederhana, tapi dibalik itu semua harga pakaian yang Mei kenakan jika ditotal bisa habis 9jt. "biarin, toh kita kan ke starbucks aja gak ke pesta" "tapi ka-" Belum selesai Tari ngomong Mei udah duluan pergi ke garasi buat naik ke mobilnya. "WOEE" "cepetan!" Disisi lain Rico dan Ahmad sedang kebingungan ingin mengenakan pakaian seperti apa. "co couple yuk" celetuk Ahmad. "jijik. Gapapa kalo cewe lah ini kutil kecoa" "lah dikatain kutil kecoa, orang gua ganteng kayak brandon salim juga masih gantengan gue mlahan" Rico membuat ekspresi jijik terhadap Ahmad. Agaknya teman nya ini sudah benar-benar miring akalnya. "ih ngimpi teross, udah gua dah dapet baju nya gua mau ganti dulu" ujar Rico "yaahhh curang lu" Rico pergi masuk ke dalam ruang ganti di butik itu, beberapa menit kemudian dirinya keluar dengan baju berbeda. t-shirt oranye dan celana kain biru dongker menjadi style Rico. "lah ni si Mamad kemana dah?" ucap Rico dengan kepala celinguk kesana-kemari. Padahal baru beberapa menit dirinya tinggal berganti pakaian tapi mengapa Ahmad sudah menghilang dari tempatnya saja? "woi" Sontak Rico menoleh akibat merasa dirinya terpanggil. Disana terdapat Ahmad yang menggunakan sweater kuning cerah dan celana kain hitam yang terlipat bagian bawahnya, sangat cocok dengan kepribadian Ahmad. "wah wah tumben lu ootd" ucap Rico "iya lah, udah yok berangkat!!" "lah? Kagak bayar?" Ahmad menepuk jidatnya sendiri. "oh iya lupa, bentar gua cari bibi gua dulu okey" "iye" Lalu setelah itu Ahmad meninggalkan Rico untuk menemui sang bibi tercinta. "bi Ahmad ambil baju ini sama ini ya? Gratis kan? Ehehe" Ahmad menunjuk dua stel baju yang tergantung disana, yang kebetulan modelnya sama dengan apa yang ia dan Rico pakai. Sang bibi yang tadinya sedang berbincang dengan pegawai lantas menoleh pada keponakan tersayangnya. Senyum terukir cantik diwajahnya. "iya, gapapa kali ini bibi yang traktir kalian" ucapnya kemudian. "Makasih bi, sayaaangg deh sama bibi" Ucap Ahmad dan berhambur memeluk bibi yang terlampau baik hati ini. "iyaa, bibi juga sayang sama Ahmad gih sana ditungguin temen mu tuh" "iyadeh bi, Ahmad pergi dulu. Daahhh" "dahh" bibi balas melambai tangan Ahmad dengan masih mengukir senyum. Sedang Ahmad balik jalan ke Rico dengan senyum cerah terukir di wajahnya. "ngapa lu senyum-senyum? Pasti gratis nih, set dah lu mad kasian bibi lu nanti kalo gak dapet duit gimana?" "ehehe bener!!, ye lu gak tau bibi gua punya lebih dari 20 cabang di luar negri tau. Jadi ya gapapa lah sekali-sekali gratis" Sontak Rico membuka lebar mulutnya tak percaya. "wah masa? Oke kalo gitu ayodah" Kemudian kedua lelaki tampan ini berjalan beriringan keluar dari butik menuju parkiran tempat mobil mereka terparkir. "sapa yang nyetir" tanya Ahmad "gue ajalah" "oke, nih kuncinya" "sipp" --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD