#3 Hello goodbye

1022 Words
Telat. Savanah telat. Dan hari ini ada ujian Patologi bersama dokter Roro beserta tamunya. Bagaimana mungkin dirinya baru bangun pukul 10.00 pagi dengan kelas Dokter Roro di hari ini. Alarm ponselnya tidak berbunyi dan apa kah teman-temannya sejahat itu untuk tidak mengirimkan pesan selamat pagi serta mengingatkannya untuk ujian hari ini? “Sialan!” Savanah segera bangkit dari kasurnya dan menatap cermin untuk memastikan wajahnya tidak terlalu buruk tanpa make up yang terlalu tebal hari ini. Sebenarnya masih ada waktu setengah jam sebelum ujian itu dimulai dan mungkin toleransi waktu kedatangan 5 menit setelahnya, jadi ia harus sampai kampus dalam waktu 35 menit. Tapi bagaimana mungkin Savanah bisa siap dalam waktu secepat itu. Bahkan ia membutuhkan waktu 20 menit untuk melakukan sepuluh tahap skin care pagi harinya. Belum lagi memar yang harus ia tutupi dengan baik menggunakan concealer. Tidak mungkin. Harus ada hal yang ia korbankan hari ini, dan itu wajahnya, aset paling berharga dalam hidup Savanah selain tubuh indahnya. Dengan terburu-buru Savanah menyambar sembarang baju yang layak pakai dan segera berlari menuju garasi. Pilihannya hanya kemeja putih oversize dan celana jeans. Mobil Porsche macan putih miliknya sudah terparkir dengan gagah menunggu untuk dikendarai. Gadis itu merelakan tidak mandi, dan memilih menyemprotkan berbagai wewangian saja ke tubuhnya. Ia menggelung rambutnya asal ke atas dan memoleskan pelembap bibir berwarna. Tidak lupa beberapa tepuk cushion Dior ke pipinya agar bekas tamparan Papanya tidak tampak. Oke cukup. Dalam waktu kurang dari 25 menit gadis itu berhasil sampai di kampusnya dengan kecepatan maksimal semampunya. Ia tidak sanggup membayangkan tampang Dokter Roro yang kesal karena salah satu muridnya terlambat di waktu ujian. Ditambah ujian yang dihadiri oleh asesor itu pastilah sangat penting di mata dosen perfeksionis di kampusnya tersebut, matilah dia jika terlambat. Dengan tergesa-gesa Savanah keluar dari mobil. Untungnya ada sneakers yang tertinggal di kolong jok mobilnya sehingga gadis itu bisa berlari dengan leluasa menuju kelas tanpa harus kerepotan. Tanpa disadari ada seseorang sedang menatapnya dengan intens sejak Savanah menempatkan mobilnya di lahan parkir. "Hey! Mbak baju putih." Lelaki yang menatapnya itu memanggilnya dengan sedikit berteriak. Savanah tidak menggubris panggilan pria yang tidak dikenalnya itu dan memilih berjalan lebih cepat menuju gedung auditorium falkultas kedokteran, tempat ujian dilaksanakan. Paling hanya salah satu fans yang sedang menggodanya dan ingin mendapatkan perhatian darinya saja. Ingin sekali Savanah berbalik dan mengatakan ‘Bisa gak sih lo diam? Kenalannya ntar aja! Gue mau ujian!’ di depan wajahnya, tapi waktu terus bergulir. "Hey!" Lelaki itu ternyata cukup gigih sehingga berhasil mengejarnya dan meremas bahu Savanah sambil menariknya paksa agar gadis itu menatapnya. “Hey tunggu!” "Duh, apaan sih!” Savanah menghentakkan bahunya sehingga cengkraman pria itu terlepas. “Gue buru-buru. Lo tahu gak 5 menit lagi gue ujian! Sama Dokter Roro kalau lo mau tahu banget! Minggir!" usir gadis itu dengan ketus kepada pria yang menghalangi jalannya. "Gue juga gak butuh ceramah lo itu.” Sayangnya tangan pria tadi berhasil mencengkram lengan Savanah dan membuatnya kembali berhenti. “Ck! Mau apa lagi sih?” “Tolong jangan parkir di sana, liat gak sepeda saya juga pengin parkir? Jangan mentang-mentang mobil mewah terus bisa seenaknya aja parkir sembarangan." Pria itu menuding mobil Savanah yang memang memakan lahan parkir kendaraan lain. Savanah melihat tulisan yang tadi tak dilihatnya tertancap dengan jelas sebagai marka. 'PARKIRAN SEPEDA' sejak kapan tulisan itu ada disana. Tapi waktu terus berjalan dan laki-laki ini sudah menyita cukup banyak waktunya. "Duh, gue gak sempet kali mindah-mindahin sekarang. Bentar lagi gue ujian nih, habis ujian deh gue pindahinnya. Lo parkir dulu kek itu sepeda dimana, pasti masih banyak lahan parkir kok. Jangan kaku-kaku banget kenapa sih jadi manusia,” dengus Savanah. "Loh gak bisa gitu dong, saya juga ada keperluan penting sekarang. Memang kamu lihat ada lahan parkir lain yang kosong sebagai tempat parkir sepeda? Tahu sendiri kampus ini gak friendly sama para pesepeda." "Duh Mas rempong banget deh, sepedanya ditaruh aja tuh di bawah pohon, gak bakalan ada yang ngambil juga lagian, rantai kalau perlu. Siapa juga sih yang hari gini masih naik sepeda. Sepeda butut gitu aja kok dipertahanin. Udah ya gue mau ujian. Jangan banyak bacot lagi nanti gue telat beneran. Sia-sia deh waktu gue, mendingan dipakai buat skin care­-an tadi,” ujar Savanah Panjang lebar dengan penuh emosi. Lelaki itu menghela nafas dan kembali menaiki sepedanya. Ia tidak ingin melanjutkan perdebatan dan memilih untuk memutar untuk memarkirkan sepedahnya di area lain. Lebih baik ia lelah fisik ketimbang lelah batin karena perdebatan yang tiada habisnya dengan gadis itu. Baguslah, ujar Savanah dalam hati. Savanah mendengus kesal melihat lelaki itu pergi dengan sepedanya. Baru pertama kali Savanah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan oleh lelaki di kampusnya. Kebanyakan dari mereka pasti akan memperlakukannya bak putri kerajaan jika ia membutuhkan sesuatu, membawakan apa yang diinginkannya, dan memujanya bagai ratu, tapi tidak dengan pria aneh satu itu. Bahkan siapa pun pasti akan antri memberinya ruang jika tahu Savanah kesulitan mencari lahan parkir. Ada apa sih dengannya? Kelamaan jomblo jadi begitu kali ya? Huh … Saat Savanah hendak berjalan meninggalkan tempat perkara, kakinya menginjak sesuatu. Sebuah lanyard berwarna hitam dan id card seseorang. Apakah itu milik pria tadi? Diperhatikannya benda tersebut baik-baik, dan benar saja, ada foto lelaki tadi terpampang dengan jelas di sana.  Nerd, batin Savanah dalam hati setelah memperhatikan lebih jelas bagaimana bentukan wajah pria itu di foto. Namanya, Skylar G. Hanya ada keterangan tersebut dan nomer id tanpa ada penjelasan lebih banyak. ID card macam apa itu. Gadis manis tersebut akhirnya mengantongi id card milik laki-laki tadi dan bergegas pergi menuju kelasnya. Suatu saat pria itu pasti akan mencarinya kembali untuk menanyakan beda tersebut. Mampus ya lo Skylar, macem-macem sih sama gue. Savanah tersenyum puas dan melanjutkan perjalanannya menuju ruang ujian. Sudah terbayang bagaimana muka kesal si pemilik lanyard jika tahu Savanah yang memungutnya. Salahnya karena terlalu ceroboh dengan hal sepenting itu. Akan Savanah buat pria itu berlutut dan memohon hingga dirinya puas. Sedangkan di tempat parkir sepeda tak jauh dari gedung auditorium faakultas kedokteran, Skylar Gardatama meraba-raba kantung celana pendeknya, mencari sesuatu yang seharusnya ada di sana. Seingatnya ia mengantongi benda itu tadi, namun nihil. Tidak dapat menemukannya, pria itu akhirnya mengeluarkan isi mapnya dan menjajarkan barang bawaannya di lantai. Mencari dengan perlahan dalam map tersebut. Kemana benda itu? Tama yakin meletakannya di kantong celana. ID card-nya hilang. Pasti terjatuh saat adu mulut dengan wanita macan tadi. Dia bilang tadi akan ujian di mana sih, batin Tama dalam hati.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD