Pagi itu, setelah malam paling mencekam yang pernah mereka alami, Keira, Wulan, Icha, dan Naya duduk di taman sekolah sambil menatap langit. Entah kenapa, semuanya terasa lebih tenang. Tidak ada lagi perasaan berat seperti biasanya. Tidak ada lagi suara-suara aneh atau sandal melayang tengah malam. Hanya... sisa-sisa rasa haru, sekaligus lega. “Jadi... udah selesai ya? Beneran?” tanya Naya sambil menggigit roti isi coklat. “Kalau gak ada lagi lukisan njerit malem-malem, kayanya sih iya,” jawab Icha setengah ngantuk. Wulan mengeluarkan liontin huruf R dan menatapnya lekat-lekat. “Ratna cuma minta didengerin. Selama ini dia kayak terjebak, karena gak ada yang mau tahu cerita aslinya.” Keira menambahkan, “Dan kayaknya sekarang dia udah tenang. Kita udah nolong dia.” Mereka semua saling p

