Sebuah Keinginan Part 2

1007 Words
"Kalo kamu mau, kamu bisa magang di kantor ayahku. Nanti aku bicara dengan beliau." Gege menawari Mira. Papanya Gege, Geri, memiliki sebuah perusahaan penerbitan yang cukup besar di kota ini. Penerbitannya pun ga kaleng-kaleng, udah menerbitkan beberapa buku yang best seller. "Serius Ge, mau dong. Kali aza aku ditarik jadi karyawan setelah proses magangku beres, hehe." "Nanti aku ngobrol dulu ma papaku ya." "Oke Ge." Mereka pun sampai di mal yang dituju. Keduanya berlalu dari tempat parkir dan naik ke lantai atas. Saat akan memasuki kafe, terlihat Fara sudah duduk manis di sebuah meja yang ada di pojok. Dia sedang menyesap kopinya. "Ge, Mir, sini." "Tuh Fara, yuk kita ke sana." "Oke." Mereka pun duduk di meja yang sama dan mulai memesan minum dan camilan. Makanan berat sepertinya kurang pas karena masih belum waktunya makan siang. Di kantor Sita, setelah selesai mematikan komputernya, Sita bergegas ke lobi. Pak Zein sudah menunggu. Mereka langsung pergi bersama sopir. "Kira-kira, hadiah apa yang pas buat Rachel ya, Sita?" "Rachel sukanya apa pak?" "Boneka di rumah udah banyak, mainan juga. "Gimana kalo liontin pak?" "Dia udah punya." "Kalo sepatu?" "Numpuk di rak, Ta." "Baju mungkin." "Apalagi itu, lemari udah penuh." "Kalo gelang gimana pak?" "Hmmm. Rachel memang belum punya kalo gelang. Terakhir dibelikan istri saya, malah putus." "Belinya jangan yang rantai pak." "Oke. Kita nanti langsung ke toko perhiasan aza Ta." "Oke pak." Mobil pun sampai di tempat parkir. Sopir menunggu di mobil, sedangkan Sita dan atasannya langsung naik lift ke atas. Tak jauh dari sana, Zidan baru saja keluar dari mobil diikuti Wina. Mereka juga akan mencari hadiah untuk mamanya Wina. "Kamu mau nyari hadiah apa Win?" "Baju kayanya Zi." "Oke. Jangan lama ya Win, aku ada urusan lain." "Oke Zi." Sedangkan Sita, dia sudah berada di toko perhiasan bersama Zein. Mereka langsung membeli gelang sesuai ukuran Rachel. Setelah selesai, mereka pun keluar. Saat Zidan dan Wina berjalan menuju toko baju, mereka melihat Sita dan Zein keluar dari toko perhiasan. Duh, kenapa harus ketemu Sita di sini sih, pikir Zidan. "Zi, itu kan Sita, yuk kita samperin, sepertinya dia dan pacarnya baru keluar dari toko perhiasan. Mungkin mereka baru bertunangan dan membeli cincin." Ajak Wina. Dengan malas, Zidan mengikuti Wina. "Hai Sita, masih inget kan ma aku, Wina." Sita terkejut dihampiri oleh Zidan dan Wina. "Masih, pa kabar Win?" "Baik. Kamu ma pacarmu baru membeli cincin ya?" "Oh, ini atasanku Win, kenalkan Pak Zein. Pak, kenalkan ini temenku, Wina dan Zidan." Wina dan Zidan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Tak lama, Sita dan Zein pamit untuk pulang. Zidan hanya tersenyum kecut melihat Sita. Kemarin-kemarin sama Dafa, sekarang sama bosnya. Zidan betul-betul sangat kesal. "Ayo Zi, kita ke toko itu." "Inget Win, jangan lama." "Oke." Sementara itu, Mira yang sedang duduk di kafe, mendadak ingin ke toilet. Dia pun pamit sebentar. Saat menuju toilet, dia melihat Sita. "Sitaaaa." "Eh kamu Mir, ngapain di sini, bukannya kuliah?" Tanya Sita. "Mata kuliahku cuma satu. Jadi aku keluar bareng Gege ma Fara. Tuh mereka lagi di kafe itu. Aku mau ke toilet." "Oh sampai lupa, ini atasanku Pak Zein. Pak, kenalin, ini temenku Mira." "Zein." "Mira pak, saya temennya Sita." "Tadi kamu juga ketemu temen kamu kan, Wina ma Zidan. Jangan-jangan, kamu juga kenal ama mereka ya?" tanya Zein pada Mira. Pak Zein malah membahas mereka, pikir Sita. Membuat Sita bertambah kesal. "Iya saya kenal ama mereka pak." Jawab Mira. "Tadi kamu ketemu Zidan ma Wina, Ta?" Mira juga ikut kaget, setahu dia, info dari Gege, Zidan ada urusan sehingga tidak bisa ikut berkumpul di kafe. Kenapa dia malah pergi bersama Wina. Sangat aneh, pikir Mira. "Iya Mir." Dengan sangat terpaksa Sita menjawabnya. Walaupun hatinya masih sangat sakit. "Ta, gabung dulu yuk ma Gege dan Fara? Eh itu juga kalo Pak Zein mengizinkan, bolehkah Pak? Sampai waktu makan siang aza." Pinta Mira. "Silakan. Karena Sita sudah mengantar saya, kamu saya kasih izin Sita. Makasih ya sudah mengantar saya. Saya duluan ke kantor. Kamu ga apa ke kantor sendiri?" Tanya Zein. "Ga apa-apa pak. Saya bisa minta anter Mira atau Fara. Terima kasih pak." "Oke kalo begitu, saya duluan ya." "Baik pak." Mira pun mengajak Sita untuk mengantarnya ke toilet terlebih dahulu, sebelum ke kafe. Ada yang harus dia tanyakan juga. Sementara Mira dan Sita ke toilet, Dafa sedang asyik memilih baju bersama kakaknya, Raisya. Kakaknya akan wisuda enam bulan lagi, tapi dia sudah sibuk mencari kebaya. Dia ingin Dafa menemaninya. Setelah selesai membeli kebaya, mereka pun keluar dari toko dan berpapasan dengan Zidan dan Wina. "Zi, kamu ada di sini. Belanja?" Tanya Dafa. "Eh Dafa. Zidan nganter aku nyari kado buat mama. Pa kabar Daf?" "Alhamdulillah baik Win. Eh kenalin ini kakakku, Kak Raisya." "Wina Kak, aku temennya Zidan dan Dafa." "Raisya." "Pa kabar Kak, lama ga ketemu," Sapa Zidan. "Baik Zi. Kamu juga baik?" "Baik juga Kak. Kalian sudah selesai belanjanya?"Tanya Zidan. "Sudah," jawab Dafa. "Eh tadi kita juga ketemu Sita, Daf. Dia lagi jalan ama atasannya. Dan baru keluar dari toko perhiasan. Mungkin mereka ada hubungan." Wina mulai berceloteh. "Kalian ketemu Sita?" Tanya Dafa. "Iya, baru saja dia pergi bersama atasannya." Jawab Wina santai. "Kalo begitu, Zidan, Wina, kakak duluan ya, yuk Daf, pacar kakak dan nunggu di parkiran." "Ayo. Duluan ya Wina, Zi." Kata Dafa. Dan Dafa dan Raisya pun berlalu meninggalkan mereka. Dafa masih berpikir keras. Mungkinkan Sita sekarang merasa sedih. Sudah 2 kali dia tahu Zidan dan Wina jalan bersama. Membayangkannya saja sudah membuat Dafa sakit. "Daf, kakak duluan ya, Mas Arsyad sudah menunggu di parkiran." "Kakak ini, udah aku anterin keliling, eh malah pulang ama Mas Arsyad. Kenapa tadi ga nyari kebayanya ama Mas Arsyad aza sih," omel Dafa. "Kakak kan pengennya dianter ama adikku sayang. Sebelum dia balik ke Amerika. Hehe. Kakak duluan ya, bye." Dafa masih kesal pada kakaknya yang pergi begitu saja dengan tunangannya, setelah dia mengantarnya, lalu kakaknya meninggalkannya di sini. Tapi bagus juga, dia jadi bisa menelepon Sita. Dia harus memastikan Sita dalam keadaan baik-baik saja. Di dalam toilet, Mira telah selesai lalu keluar dari bilik toilet. Sita masih setia menunggu di luar toilet.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD