Chapter 2

1090 Words
Setelah mencoba dress wedding, kini mereka menuju tempat pemesanan cincin pernikahan. Namun... "Sayang maaf ya, aku gak bisa nemenin kamu kesana. Mama tadi nelpon katanya ada masalah dikit di gedung, gapapa 'kan?" Titania tau ia kembali melakukan hal bodoh, tapi dia punya alasan atas semua nya. "Terus aku sama siapa dong," Titania mencubit pipi Jung gemas. "Auh... sakit by." Rengek Jung. Kening Titania mengkerut, "Sejak kapan kamu manggil aku by?" tanpa bertanya pun dia tau itu panggilan untuk siapa. Dasar gadis t***l! Pikir nya. "Mmm... mulai hari ini sayang. Gak— " "Aku lebih suka dipanggil sayang. Jadi jangan ganti dengan apapun itu, bisa 'kan?" Cukup untuk semua nya, saat ini ia tak ingin kembali menangis. "Ya udah maaf, aku gak akan ganti panggilan kamu." Ucap Jung mengusap rambut Titania. Gadis itu berusaha tersenyum mengangguk, "Ya udah kamu berangkat sana, jangan lupa jemput Maria." "Kok Maria sih?" "Dia lagi free. Daripada kamu berangkat sendiri 'kan, biar ada yang nemenin.' "Tapi— " "Jangan terlalu kesel sama dia sayang, entar kalian jodoh gimana." Jung melotot merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. "Lagian kenapa sih tiap ketemu tuh berantem mulu, heran deh aku." Titania menggelengkan kepala nya tersenyum tipis. "Itu muka nya kenapa, coba?" "Sayang kamu apaan sih, bercandanya gak lucu tau gak." "Hah?" Titania bisa melihat wajah kesal Jung. "Denger ya, aku cuma mau nikah sama kamu apapun yang terjadi. Jadi jangan ngomong kayak gitu, ngerti." menangkup kedua pipi Titania mengecup kening nya lembut, "Love you." Bisik nya. Sedangkan gadis itu hanya terdiam tidak merasakan apapun atas semua perlakuan calon suami nya. "Ya udah aku pergi dulu. Entar aku gak langsung pulang ya, ada yang harus diurus bentar di kantor." Ucap nya mengusap pipi Titania kemudian berlalu bersama mobil nya. Melihat kepergian Jung, Titania menghubungi adik yang bontot untuk menjemput di depan butik calon mertua nya. Tak lama, mobil hitam milik sang adik pun tiba dan tanpa menunggu ia pun segera masuk, dan meminta pemuda bernama Daniel Jeon ke alamat pemesanan cincin pernikahan. "Kenapa gak sama bang Jung coba, ganggu orang tidur aja." Gerutu Daniel namun tetap menuruti sang kakak. Titania menghela nafas kasar, "Gue cuma mau ngasih liat sesuatu yang selalu lu tanyain ke gue." Ujar nya melirik Daniel yang juga melirik nya. Ia sebenarnya bingung sejak kapan adik nya bisa sepeka itu, sampai dia selalu bertanya ketika ia tengah melamun. Mereka pun sampai, Titania menahan lengan Daniel ketika pemuda itu ingin turun. "Kenapa?" Tanya Daniel bingung namun bukan balasan yang ia terima tapi tatapan kosong dari sang kakak. Ia pun segera mengikuti arah tatapan kosong itu dan DEG!!! "Jadi ini alasan nya. Sejak kapan, sejak kapan mereka kayak gini kak?" Titania tak dapat menjawab. "SEJAK KAPAN TITANIA AMARILIS JEON!!" Ini pertama kali nya ia di bentak oleh Daniel, dan sekarang air mata nya kembali turun. "Ya-yang gue tau dua tahun lalu hiks... " "Dan lu diem aja kek orang bego, ngebiarin mereka semakin jauh. Lu gak punya otak atau gimana hah!! Gue gak mau denger lu ngasih alasan dengan bilang ini demi kesehatan gadis sialan itu." Daniel benar-benar tak habis pikir dengan cara pola pikir orang dewasa atau orang yang berpura-pura dewasa seperti kakak nya ini. Selalu, selalu saja membiarkan diri nya tersakiti. Di depan sana, calon kakak ipar nya bersama kakak kedua nya tengah berjalan dengan mesra tanpa takut orang lain melihat. Jangankan orang lain, setidaknya mereka memikirkan perasaan kakak nya. Geram ingin keluar ingin memberikan mereka balasan Titania kembali menahan lengan nya sambil terisak. "Kenapa, apa masih peduli sama dia? Se begitu cinta nya lu sama dia, Jangan bodoh lah jadi orang!" Titania menggeleng sesenggukan. "Aku cuma pengen di pelukan kamu, dek." Daniel segera membawa sang kakak ke dalam pelukan nya. Jika Titania sudah meminta pelukan dengan kata aku, itu arti nya dia benar-benar lemah sekarang. ia jadi teringat saat sang kakak mendapat bully 'an ketika baru pindah di kota seoul. Dimana Titania tidak disukai oleh murid-murid karena dia termasuk anak berprestasi dan para guru menyukai nya sampai membanding-banding kan mereka. Siapapun tidak menyukai dibanding-bandingkan termasuk para murid. Dan mereka mulai melakukan pembullyan yang berakhir Titania hampir tenggelam di sungai saat melakukan perjalanan tour yang diadakan oleh pihak sekolah. Hhh... Daniel menghela nafas mengingat kejadian itu, ia berpaling menatap tajam kedua orang yang tengah bermesraan sambil melihat-lihat cincin pernikahan. "Mau sampai kapan kakak biarin Maria semakin ngelunjak, mau sampai kapan! Selama ini, dia selalu merebut apapun yang kakak punya, dan sekarang bahkan calon suami mu pun dia rebut. Kak... " "Apartemen lu kosong 'kan, gue pengen nenangin diri dulu." Ucap Titania melepaskan pelukan nya, mengusap pipi nya lalu memejamkan mata merebahkan punggung ke sandaran kursi. "Oke kita ke apartemen. Jangan bertahan kalau sakit, akan lebih baik melepaskan beban itu dari pada harus terlihat bodoh di depan orang-orang agar dinilai sempurna." DEG!! Ap-apa perasaan itulah yang membuatnya bertahan sampai sekarang, bukan seperti yang ia pikirkan selama ini melainkan omongan orang yang melihat kehidupan nya terlihat sempurna. Seperti, calon suami seorang direktur, calon mertua wanita seorang di saigner dan juga calon mertua pria seorang CEO di bidang asuransi. Apa ia dirinya seperti itu? Sampai di apartemen Daniel, Titania melangkah lebar meninggalkan Daniel begitu saja membawa tas nya. Daniel hanya bisa mengikuti langkah sang kakak, ia kemudian berhenti memejamkan mata mendengar bantingan pintu dari kamar nya. Ia kembali menghela nafas memalingkan wajah nya, pandangan jatuh pada foto mereka bertiga. "Lu jahat kak, lu benar-benar gak punya hati sebagai adik. Apa salah kakak sama lu sampai tega hianati dia. Mulai hari ini, lu bukan lagi kakak gue." Daniel berjalan meraih bingkai foto tersebut dan membuka nya lalu merobek bagian Maria. "Dasar jalang!!" Hardik nya membuat foto Maria di tong sampah. Di dalam kamar, air mata Titania kembali jatuh untuk kesekian kali nya. Kenapa, kenapa ia tak bisa lepas dari Jung. KENAPA? Titania mengingat perkataan Daniel, ia kembali mengingat dimana orang-orang menyanjung nya lebih tinggi melihat kehidupan nya yang sempurna itu. "Lu bener dek, gue hiks… gue terlalu takut untuk jatuh di hadapan orang-orang hiks… gue, gue bodoh merasa seperti boneka sedangkan itu karena gue sendiri." Tubuh Titania semakin lemas, ia terduduk di lantai dengan posisi menyembunyikan kepala nya di antara kedua lutut dan terus menangis. Hanya menangis yang bisa ia lakukan saat ini. Sedangkan di luar kamar, Daniel mendudukkan diri nya di balik pintu mendengar suara tangisan sang kakak. Hati nya pun ikut sakit atas apa yang dirasakan Titania. Namun dia bisa apa, tidak ada selain menemani nya dan menunggu tangisan nya reda. 'Kalian akan membayar setiap air mata yang kakak keluarkan, camkan itu b******k!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD