SEMBILAN

3006 Words
SEMBILAN   “Jawab pertanyaan gue dengan jujur, Mir,” ucap Brian serius. Amira sendiri hanya mengangkat satu alisnya dan mengangguk. “Lo... suka sama Elang?”             Perubahan pada wajah Amira membuat Brian mengerang dalam hati. Sejak kejadian di rumahnya minggu lalu, Amira menjadi berbeda. Cewek itu seakan melupakan semua masalahnya dengan Alfar. Brian sebenarnya senang. Tapi, kalau Amira justru berhasil melakukan itu semua karena dia mulai menyukai Elang, situasinya akan kacau dan rumit.             “Kok, lo nanyanya begitu?” Amira balas bertanya. Nada suaranya terdengar jauh dan gugup. Tertangkap dengan jelas oleh kedua telinga Brian, berikut dengan gestur tubuh Amira. Cewek itu tertawa—agak dipaksakan. Digelengkannya kepala dan dia menarik napas panjang. “Lo aneh, deh.”             Brian diam. Tidak ikut tertawa seperti Amira bahkan tidak mengucapkan apa pun. Menyadari keterdiaman Brian, akhirnya Amira berhenti tertawa. Cewek itu mengusap wajahnya dengan kedua tangan dan duduk di salah satu kursi yang tersedia di aula.             “Gue nggak ngerti, Yan. Gue nggak tau sama apa pun yang lagi gue rasain saat ini.” Amira mendesah frustasi.  “Ya ampun, Mir!” Cowok itu sendiri sebenarnya bingung harus berbuat apa, meskipun dia sudah curiga sejak awal. “Lo suka sama Elang? Come on, Mir! He has a girl!”             “Gue tau!” tegas Amira keras. Dia menatap manik Brian. “Gue tau soal itu, Yan. Lagi pula, belum tentu gue suka sama Elang seperti dugaan lo tadi. Gue hanya... kagum, mungkin? Merasa berterima kasih sama Elang karena cowok itu mau repot-repot bantuin gue lolos dari Kak Alfar dua kali. Di situ gue sadar, dia sebenarnya baik. Dan....”             “Dan saat lo sadar akan hal itu, lo justru nggak sadar kalau perasaan lo mulai tumbuh dan berkembang buat dia.” Brian memotong ucapan Amira dan mengerang. Amira sendiri  hanya menutup wajah dengan kedua tangan. Sadar bahwa ucapan sang sahabat memang benar dan dia tidak bisa menyangkalnya lagi meski di dalam hati. “Great!” Brian berdecak jengkel. “Hal pertama yang gue mau lo lakuin adalah... jaga jarak dari Elang.”             Apa dia bisa melakukannya?             “Lo harus bisa!” seru Brian tegas. Amira bahkan sampai mengerjap dan menyadari ketololannya karena sudah menyuarakan isi hatinya. “Dengar, dia udah punya pacar. Elang punya Tasya! Lo nggak mau, kan, dituduh ngerebut pacar orang?”             “Tapi,” ucap Amira kemudian, “gue sama dia pemeran utama, Yan. Nggak mungkin gue menjauhi dia.”             “Gue nggak minta lo untuk menjauh dari Elang, Mir... gue hanya minta lo untuk menjaga jarak. Jangan terlalu dekat sama dia sampai membuat lo terlena dan akhirnya jatuh terlalu dalam. Karena, kalau sampai itu terjadi, gue nggak bisa ngelakuin apa pun untuk membantu lo. Lo akan sakit hati lagi, sama seperti lo sakit hati karena Kak Alfar. Bahkan mungkin, sakit hati lo kali ini akan lebih besar dari yang sebelumnya.”             Amira terpekur.             “Mir, gue ikut bahagia kalau seandainya, Kak Alfar emang udah berhasil lo lupain. Tapi, kalau jadinya seperti ini, gue justru dilema. Entah gue harus ikut senang atau gue lebih memilih untuk lo tetap mengingat Kak Alfar aja.” Brian menggelengkan kepalanya. Bingung harus berbuat apa. “Lo akan jauh lebih kacau nantinya, Mir.”             “Ayo masuk, Kak.” Sebuah suara memecah keheningan di  antara Amira dan Brian. Keduanya menoleh ketika mendengar suara tersebut, juga suara pintu yang terbuka. Beno muncul pertama kali di sana, tersenyum lebar ke belakang. “Hari ini, Amira dan Brian izin buat nggak ikut latihan karena ada kuliah. Karena lo udah datang, gimana kalau kita ngobrol sebentar di sini. Loh?”             Suara Beno terhenti ketika dia menemukan sosok Amira dan Brian yang sedang duduk. Beno mengerutkan kening dan menunjuk keduanya secara bergantian dengan kening berkerut heran. “Lo berdua bukannya ada kuliah? Kok malah di sini? Kebetulan kalau begitu. Kak Alfar datang dan mau ngomong sama elo, Mir. Tadinya, gue pikir lo kuliah, makanya gue nyuruh Kak Alfar untuk ngobrol sama gue aja. Karena lo ada di sini, jadi, silahkan ngobrol sama Kak Alfar, ya!”             Sosok Alfar muncul. Cowok itu memasukkan kedua tangannya di saku celana dan tersenyum simpul. Sudut bibir cowok itu membiru, kemungkinan besar akibat tonjokkan Elang minggu lalu.             Melihat kedatangan Alfar, Amira hanya diam. Cewek itu saling tatap dengan Alfar, sama sekali tidak ada niat membalas senyuman cowok itu. Amira memang kaget dengan kemunculan Alfar lagi, tapi, tidak ada perasaan sesak dan sakit yang selalu dia rasakan jika bertemu dengan cowok itu atau hanya dengan mendengar namanya saja.             “Aku suka sama kamu.”             Brian dan Beno terbelalak. Mereka serentak menatap Amira. Yang ditatap tidak merespon sama sekali. Hanya diam, tetap menatap Alfar dengan kedua tangan terkepal kuat di sisi tubuhnya.             “Aku suka sama kamu,” ulang Alfar yakin. “Mungkin, aku baru sadar sama perasaan ini. Selama ini, aku selalu menganggap kamu sebagai adik yang harus aku lindungi. Tapi, waktu aku liat kamu ditarik sama cowok yang namanya Elang, waktu aku liat bagaimana Elang membela perasaan kamu di depan aku dan semua orang, aku... aku ngerasa nggak suka sama sikapnya. Aku... aku takut dia ngerebut kamu dari aku. Dari situ aku sadar kalau aku nggak mau kehilangan kamu... kalau aku sayang sama kamu melebihi sayang seorang kakak kepada adiknya. Aku sayang kamu sebagai seorang cowok dewasa kepada cewek dewasa.”             Amira berusaha tidak terpengaruh dengan ucapan Alfar, meskipun dia melihat kesungguhan di kedua matanya. Harusnya, ini yang dia tunggu sejak lama. Harusnya, dia merasa bahagia saat ini, karena, cowok yang dicintainya sejak dulu kini balas mencintainya.             Tapi... kenapa dia tidak merasakan semua perasaan itu?             “Pidato yang menarik, Kak,” kata Amira dengan nada dingin. Brian bahkan sampai terkejut dengan nada suara cewek itu. Pun dengan Beno yang tidak berani berkomentar apa-apa. “Sudah selesai? Kalau gitu, aku keluar dulu.”             Punggung Amira yang menjauh membuat Alfar ketakutan. Lalu, dia mendapati diri begitu saja mengejar Amira. Alfar menyambar lengan cewek itu, memutar tubuhnya dengan cepat hingga Amira menghadap ke arahnya, ketika tiba-tiba pintu di belakang Amira terbuka.             Elang muncul. Bersama... Tasya. ### Sejak Brian memintanya untuk meminjamkan Elang satu hari saja agar bisa bersama Amira, sikap Tasya mulai sedikit berubah pada pacarnya itu. Tasya memang masih menjadi sosok yang baik hati dan ramah, tapi, dia menjadi sedikit lebih sensitif. Cewek itu terkadang curiga pada Elang dan membaca seluruh pesan singkat di ponselnya. Tentu saja Tasya melakukan itu tanpa sepengetahuan Elang. Dan, yang membuat Tasya merasa curiga adalah, ketika Brian mengajak Elang untuk bertemu.             Hari ini, perasaan Tasya tidak enak. Cewek itu langsung menelepon Elang begitu bangun dari tidurnya dan berkata akan bermain ke kampus cowok itu. Awalnya, Elang sedikit heran. Tidak biasanya Tasya bersikap seperti ini. Tapi, cowok itu toh mengizinkan juga.             Sikap Elang ketika sampai di kampus benar-benar membuat Tasya kaget. Bukan hanya tersenyum ke arah lawan jenis, tapi Elang juga menyapa mereka. Hal yang tidak pernah Tasya lihat sebelumnya pada diri Elang karena satu peristiwa di masa lalu. Kenapa Amira bisa membuat Elang kembali bersikap ramah dan hangat pada lawan jenisnya, sementara dia yang sejak dulu selalu memberikan pengertian dan berusaha membuat Elang kembali percaya pada lawan jenisnya justru tidak berhasil? Apa yang sudah Amira lakukan pada Elang, yang belum dia lakukan pada cowok itu?             Dan... di sinilah Tasya sekarang. Di aula kampus Elang. Bergelayut manja di lengan Elang sambil menatap kaget sosok Amira yang berada di depannya, bersama seorang cowok yang tidak dia kenal. Tasya tersenyum, sementara Elang mengerutkan kening tidak suka ke arah lengan Amira yang dicekal oleh Alfar. Sekilas, Tasya melirik ke arah Brian yang dibalas dengan tatapan tegasnya.             “Amira!” seru Tasya riang. Entah Tasya memang benar-benar riang ketika melihat kehadiran Amira atau semuanya hanya akting cewek itu saja. “Senang bisa ketemu sama lo lagi. Apa kabar?”             Sambil berkata demikian, Tasya meletakkan kepalanya dengan manja ke lengan atas Elang. Amira yang melihat itu hanya bisa menunduk kemudian memalingkan wajah. Ada sesuatu yang timbul di dalam hatinya saat ini hingga dia tidak bisa untuk menatap dua sosok di depannya yang terlihat sangat bahagia. Amira kemudian menarik lengannya yang masih dicekal oleh Alfar dan untungnya, cowok itu mau melepaskan.             “Dia siapa, Mir?” tanya Tasya antusias. Kedua matanya berbinar polos bak anak kecil dalam penglihatan Amira. Cewek itu mengukir sebuah senyum yang diharapkan bisa terlihat normal. Diliriknya Elang sekilas dan cowok itu nampak... marah?             “Alumni. Namanya Kak Alfar,” jelas Amira. “Dia Tasya. Pacar Elang.”             Elang mendengus. Hal yang langsung membuat Tasya dan Amira menoleh ke arah cowok itu secara bersamaan. Mereka bisa melihat bagaimana Elang tersenyum miring dan mengangguk.             “Ya, kenalin Kak Alfar,” kata Elang dengan nada yang sulit untuk dijelaskan. “Dia adalah pacar gue. Tasya Alviansa. Sya, dia alumni kampus aku. Namanya Alfar. Cowok yang suka sama Amira.”             Baik Amira, Alfar dan Brian sama-sama terkejut. Bagaimana Elang bisa tahu akan hal itu? Bukankah ketika Alfar mengakui perasaannya pada Amira, Elang belum ada di ruangan ini?             “Gimana lo bisa tau?” tanya Brian tajam.             “Nebak.” Elang kembali mendengus. “Nggak sulit menebak raut wajah seseorang yang sedang cemburu. Cemburu tanda cinta, bukan? Dan gue melihatnya, waktu gue bawa Amira pergi dari hadapan Kak Alfar dua kali berturut-turut.” Elang kini menatap Alfar. “Apa gue benar, Kak Alfar?”             Alfar hanya diam. Seketika itu juga, atmosfer yang tercipta sungguh mencekam. Beno yang pada dasarnya tidak mengerti apa gerangan yang sedang terjadi di antara Amira, Elang, Alfar dan Tasya, hanya bisa mengawasi dari tempatnya. Sementara itu, Brian mulai terbakar emosi. Namun, ditahannya mati-matian emosi itu agar tidak muncul di permukaan dan berakhir dengan kepalan tangannya yang melayang ke wajah Elang. Entah apa yang sudah terjadi, tapi, Brian merasa Elang hari ini berubah menjadi Elang yang dulu.             Tunggu!             Dulu, dia pernah mengasumsikan sesuatu. Sekarang, dengan kejadian yang baru saja terjadi, Brian jadi semakin yakin dengan asumsinya itu. Elang menyukai Amira. Elang cemburu pada Alfar. Ya Tuhan... bagaimana ini bisa terjadi? Kalau sampai Tasya menyadari hal itu, maka... akan ada hati yang terluka di sini.             Dua hati.             Karena, Brian yakin bahwa Amira mulai menyukai Elang. Kenyataan bahwa Elang sudah memiliki Tasya, mau tidak mau akan membuat Amira mundur dan lebih memilih untuk mengubur perasaan barunya itu, yang akan berakhir dengan sakit hati.             “Ya.” Alfar memecah keheningan. “Ya, lo benar. Gue emang menyukai Amira. Gue bahkan udah jatuh cinta sama dia. Dan gue akan memperjuangkan dia sampai kapan pun.”             Ada desakan hebat pada diri Elang untuk menyakiti Alfar secara fisik. Namun, semua itu ditepis oleh akal sehatnya yang tidak menginginkan adanya keributan. Di sisi lain, dia tidak berhak ikut campur dengan urusan Amira dan Alfar. Di sini juga ada Tasya, pacarnya yang selalu ada bersamanya sejak dulu.             Lalu, kenapa rasanya sangat tidak senang ketika mendengar pengakuan Alfar?             Kenapa rasanya dia tidak rela jika Amira harus bersama dengan cowok itu? ### Suasana tegang itu akhirnya selesai. Thanks to Miko yang mendadak hadir sambil membawa beberapa dokumen untuk acara makrab yang akan diadakan dua minggu lagi. Miko yang pada dasarnya tidak mengerti dengan situasi yang sedang tercipta, langsung saja berseru keras memanggil Beno, Elang, Amira, Brian dan Alfar. Cowok humoris itu melenggang masuk, berceloteh setengah melawak hingga membuat Beno terbahak. Sebenarnya, Beno juga hanya berpura-pura tertawa agar suasana mencair. Brian yang paham dengan kode Beno itu kemudian ikut bergabung dan hasilnya, keadaan perlahan mulai kembali normal. Lalu, ketika Miko menatap Tasya, cowok itu mendekati pacar Elang tersebut sambil menjentikkan jarinya tepat di muka Tasya.             “Pacarnya Elang, kan?” tanya cowok itu ramah. Yang ditanya tentu saja mengangguk seraya tersenyum. “Gue lupa nama lo. Gimana kalau kita kenalan lagi? Gue Miko. Tukang lawak di organisasi kampus ini. Lo?”             “Tasya.” Tasya menjabat uluran tangan Miko sambil tertawa renyah. “Tasya Alviansa. Salam kenal, Miko.”             Miko mengajak Tasya mengobrol hingga cewek itu terpisah dari Elang. Sementara itu, Amira pergi meninggalkan aula, disusul oleh Brian. Alfar tidak mengejar, melainkan pamit pada Beno dan pergi ke pelataran parkir. Ketika dia melewati Elang, cowok itu tersenyum singkat—terkesan sinis, lalu dia keluar begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa.             Tinggal Elang berdiri di dekat pintu. Matanya menatap lantai dan kedua tangannya mengepal. Beno yang melihat itu langsung mendekati dan menepuk pundak adik tingkatnya itu beberapa kali. Tidak mudah untuk mengerti apa yang sedang terjadi, namun Beno berhasil menangkap sesuatu walau masih terasa samar.             Sepertinya, Elang dan Amira saling menyukai.             Tatapan tidak suka yang dilayangkan Elang ketika Alfar memegang lengan Amira, juga tatapan sakit yang dilayangkan Amira ketika melihat kehadiran Elang bersama Tasya. Kalau sudah begitu, persepsi apa lagi yang bisa diambil oleh Beno selain gagasan absurdnya tadi?             “Kak,” panggil Elang tiba-tiba, membuat Beno mengerutkan kening. Wajah cowok itu benar-benar datar, sedatar suaranya barusan. “Gue bisa minta tolong?”             “Anything,” jawab Beno. Agak ragu.             “Bisa gue titip Tasya sebentar?” tanya Elang ketika cowok itu mengangkat kepala dan menoleh untuk menatap Beno. “Gue ada urusan.”             Beno tidak langsung menjawab. Namun, ketika dia melihat keseriusan pada wajah dan mata Elang, cowok itu akhirnya menghela napas. Menyerah. “Oke.”             Sambil mengangguk, Elang mengucapkan terima kasih. Ketika Elang hendak pergi meninggalkan aula, suara Beno kembali terdengar. Memanggil Elang, menyebabkan langkah cowok itu terhenti. Elang menoleh, bertatapan langsung dengan manik tegas Beno. Untuk sesaat, Elang merasa Beno mengetahui sesuatu yang justru tidak diketahui oleh Elang sendiri.             “Ambil keputusan dengan kepala dingin, Lang,” kata Beno seraya tersenyum tipis. “Atau, lo akan menyakiti dua hati sekaligus.”             Mengabaikan detak jantungnya yang mulai meliar, Elang memutus kontak matanya dengan Beno dan kembali melanjutkan langkah. Ucapan Beno menghantamnya telak. Bayangan Tasya dan Amira silih berganti memenuhi benaknya. Namun, bayangan terakhir yang muncul justru membuat langkah cepat Elang—nyaris berlari—terhenti. Cowok itu terengah dan mengumpat keras. Tidak peduli dengan mahasiswa-mahasiswa yang melintas di sekitarnya dan menatapnya dengan tatapan aneh.             Amira yang tersenyum ke arahnya, mengucapkan salam perpisahan dan pergi bersama Alfar.             Di sisi lain, Beno menghampiri Tasya dan Miko. Cowok itu masih sibuk berceloteh sementara Tasya hanya diam. Wajahnya murung dan kedua tangannya terkepal kuat di atas pahanya. Beno menaikkan satu alis, kemudian menepuk pundak Tasya. Ketika kepala cewek itu terangkat, Beno dan Miko serentak tertegun.             Tasya menahan tangis. Mata cewek itu berkaca. “Dia suka sama Amira, kan...?” tanya cewek itu dengan nada terbata dan diiringi senyuman getirnya. Di tempatnya, Beno menarik napas panjang. Ternyata, benar kata orang-orang. Perasaan cewek begitu sensitif dan peka. Buktinya, Tasya juga memikirkan hal yang sama, seperti yang dipikirkan oleh Beno beberapa saat lalu. ### “Amira, sebentar!”             Perintah Brian diabaikan oleh cewek itu. Di antara kerumunan para mahasiswa yang berada di lorong kampus, Amira berjalan dengan cepat dan tergesa. Dia merasakan sesak itu lagi. Sesak yang dulu selalu dia rasakan kalau mendengar nama Alfar atau bertemu dengan cowok itu. Bedanya, rasa sesak itu kini dia dapatkan dari... Elang.             Langkah cepat dan tergesa Amira akhirnya berhenti ketika seseorang menyambar lengannya. Tubuh cewek itu berputar cepat dan Amira sudah bersiap akan memaki Brian, ketika sosok di depannya itu justru membuat tubuh Amira terpaku. Bukan Brian yang menariknya, melainkan oknum yang sudah memberikan rasa sesak kepada hatinya.             Elang Mahendra.             “Lepas!” seru Amira keras. Masa bodoh jika dirinya menjadi tontonan gratis bagi mahasiswa lain saat ini. Tak lama, Brian muncul di samping Amira. Cowok itu memang melihat Elang berlari mendahuluinya guna mengejar sahabatnya itu. Sekarang, Brian sangat yakin kalau Elang mulai jatuh cinta pada Amira.             “Gue bilang lepasin gue, b******k!” teriak Amira lagi. Kali ini, cewek itu memaki Elang.             Di luar dugaan, Elang justru tertawa sinis. Mata itu terlihat sangat emosi. Kilatannya bahkan bisa diketahui oleh Brian. Cowok itu juga melirik tangan Elang yang semakin mencengkram lengan Amira, menyebabkan warna kemerahan muncul di kulit putih sahabatnya.             “Man, lo udah nyakitin Amira,” ucap Brian tegas. Dia memegang pergelangan tangan Elang, bermaksud melepaskan tangan Elang dari lengan Amira, namun cowok itu justru menepis tangan Brian. “Elang!”             “Diam!” Elang membentak Brian namun tatapannya tetap mengarah pada Amira. “Lo bilang gue b******k, Mir? Lo bilang gue b******k?” Tawa mengejek Elang terdengar. “Ngaca, Amira! Lo juga sama brengseknya kayak gue!”             Amira menatap Elang tajam dan terus meronta agar bisa terlepas dari genggaman Elang. Cewek itu tidak mengerti kenapa Elang bisa semarah ini dan balas mengatainya b******k. Sialan benar cowok itu!             “Elang! Jaga ucapan lo!” bentak Brian. Dia menunjuk wajah Elang yang masih saja fokus pada Amira. “Jangan sampai gue hajar lo dan mengirim lo ke kamar mayat!”             Dengan satu gerakan tak terduga, Elang menarik Amira, mendorong tubuh itu ke dinding dan mengurung cewek itu dengan rentangan kedua tangannya. Napasnya memburu, pun dengan napas Amira. Diselaminya kedua mata cewek di depannya itu. Cewek yang entah sejak kapan menyusup masuk dalam hatinya.             Ya, Amira memang benar. Dirinya memang b******k. Cowok baik-baik mana yang menyukai cewek lain, di saat cowok itu sudah memiliki pasangan?             “Jangan. Pernah. Muncul. Di. Hadapan. Gue. Lagi.” Elang menekankan semua kata pada kalimatnya barusan. “Urusan gue sama lo selesai detik ini juga! Tapi, lo tenang aja. Gue nggak akan mangkir dari tanggung jawab gue dalam memerankan Pangeran sialan itu. Setelah semuanya selesai, gue harap kita nggak akan bertemu lagi untuk selamanya, Amira!”             Selesai berkata demikian, Elang meninju dinding di samping Amira. Getarannya mampu membuat Amira tersentak dan bergidik. Namun, cewek itu tetap menatap kedua mata Elang walau sudah berkaca. Panasnya bahkan membuat Amira tidak yakin dia sanggup menahan laju air mata itu. Karena itu, dia membiarkan saja ketika air mata itu mengalir turun dan disaksikan oleh Elang yang menatapnya dengan tatapan datar.             Merasa urusannya dengan Amira sudah selesai, walau rasanya sakit dan sesak tiada tara, Elang mundur dan pergi dari hadapan Amira. Kedua tangannya terkepal ketika meninggalkan tempat itu. Elang sungguh tidak mengerti kenapa dia bisa semarah ini. Kedua matanya terpejam dan cowok itu mempercepat langkahnya. Satu hal menyentaknya, ketika gagasan itu muncul, menyebabkan langkah kakinya terhenti. Dia menyukai Amira. Elang mengerang frustasi dan menendang tempat sampah yang berada di dekatnya. Tindakannya itu membuat mahasiswa lain ketakutan dan lebih memilih untuk cepat pergi. Elang mengatur napasnya. Cowok itu mengumpat berkali-kali dan meremas rambutnya kasar. Tubuh Amira bergetar hebat. Cewek itu kemudian berjongkok, menyebabkan Brian kaget dan mengikuti jejak sang sahabat sambil meremas kuat pundak kecil Amira.  “Gue... suka... sama... dia....” Amira berujar dengan nada terbata. “Gue... sayang... sama... Elang, Yan....” Cewek itu menangis hebat sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD