bc

Mr. Psycho and His Baby (New Version Indonesia)

book_age18+
15.5K
FOLLOW
105.8K
READ
dark
sex
love after marriage
arrogant
CEO
drama
bxg
city
wife
wild
like
intro-logo
Blurb

Banyak mengandung unsur dewasa dalam cerita ini (21+) dan mohonlah bijak dalam membaca!

Xavier Alexander Wijaya, seorang pria kejam yang tidak memiliki hati yang suka membantai orang-orang yang mengkhianatinya tanpa pandang bulu. Selalu tertawa puas saat lawannya berlutut, putus asa dan mengerang kesakitan dengan aliran darah perlahan keluar dari hasil perbuatannya. Pria tampan dengan libido tinggi itu juga sangat suka menghabiskan malam yang panjang bersama dengan p*****r murah yang kemudian akan dia siksa untuk memenuhi hasratnya. Tapi apa yang terjadi jika malam tak terduga itu menumbuhkan benih di perut seorang gadis yang lugu yang membuat pria kejam itu akhirnya menikah dan memiliki anak.

Lalu bagaimana Mutiara yang harus menemani Xavier yang kejam dalam ikatan pernikahan yang dia inginkan hanya terjadi satu kali dalam seumur hidup?

chap-preview
Free preview
Prolog
Desahan itu semakin keras tatkala sang pejantan semakin memacu betinanya tanpa terkontrol, melepaskan hormone testoteron pada jalang yang telah dia bayar dengan sangat mahal itu. “b***h!” sentaknya kasar sebelum membalikkan tubuh sintal wanita itu untuk berganti posisi. Desahan kenikmatan yang awalnya keluar dari bibir berpoles lipstik merah darah itu berubah menjadi lengkingan pesakitan saat tanpa aba- aba pria alpha itu menarik dengan keras surai miliknya yang tergerai, seolah tali kekang kuda. “Ampun! Ini sakit Tuan! Berhenti!” wanita yang awalnya dilanda birahi itu melonglong kesakitan. Pasalnya pria tampan itu menarik rambutnya amat keras, kulit kepalanya terasa sangat panas dan perih! “Untuk apa berhenti?” bisiknya serak pada cuping telinga berhias permata kecil itu,  menggigit serta memainkan cupingnya itu dengan sensual. “Bukankah ini sangat nikmat!” dengan cepat, jemari besar itu merambat menyusuri bagian depan tubuh sang wanita, mengelusnya dengan lembut sambil sesekali meremasnya.­ “Yah!” wanita itu kembali terbuai, memejamkan mata sayunya yang kembali dilanda nafsu. “Bagus karena saya sama sekali belum puas!” seringai keji itu tiba- tiba terbit, perlakuan yang awalnya lembut itu berubah dalam sekejap. Plak! Plak! Plak! “Cukup, hentikan!” wanita itu kembali meronta pasalnya tanpa ampun pria itu menampar bokongnya berulang kali, menciptakan warna merah dan panas yang menjalar.. “Kumohon, hentikan!” wanita itu memohon, menatap wajah tampan yang menggelap itu dengan wajahnya yang pucat pasi. “Tuan, kumohon hentikan!” “Bukankan tapi kamu setuju kalau ini nikmat?!” wajah itu bukan terlihat tampan lagi tapi sudah seperti monster, dingin dan kejam “ Lagipula, siapa kamu  berani memerintah saya?!” sentak pria itu kasar, mencengkram wajah wanita itu dengan keras, seolah siap menghancurkannya. “Jalang sepertimu tidak berhak sama sekali untuk memerintahku!” ancamnya keras. “Ampun!” sungguh malang nasib wanita satu itu. Andai malam ini dia tidak tergiur dengan penawaran dari sang mucikari yang menjanjikan bayaran 3 kali lipat dari client biasanya, dia tidak akan mengalami hal mengerikan seperti ini. “Sakit!” pekikan itu kembali terdengar lagi dan lagi sebelum sang wanita ambruk tak berdaya diatas ranjang. Nafas kasarnya mulai mendomonasi seluruh isi ruangan, manic matanya tertutup dengan lelehan air mata yang mulai keluar dari sela- sela bulu matanya yang lentik, pasrah dengan pejantan yang  belum selesai dengan ho­­rmonnya itu. “Jalang sepertimu harusnya diam saja! Jangan banyak bertingkah!” ujarnya kasar. “Maaf!” wanita itu menggigit bibirnya perih, mencengkram sprei dengan jemarinya yang sudah mati rasa. “b***h!” Pria itu langsung melepas penyatuan mereka, mengumpat dengan kasar karena tidak bisa mendapatkan pelepasan yang dia harapkan. Entah selalu seperti ini, Jalang- jalang itu tidak pernah bisa membuatnya puas! Dengan kesal, pria itu melepas kondom dan membuang benda itu ditoilet. Membuang calon benih yang bisa saja dimanfaatkan oleh siapapun. Setelah membersihkan tubuhnya dibawah shower, pria satu itu memakai kembali setelan mahalnya. Sebelum pergi, manic tajamnya itu menatap tubuh yang tergeletak tak berdaya diatas ranjang besar yang kusut masai itu. “Menjijikkan!” jemarinya lantas membuka dompet, mengambil beberapa lembar mata uang asing dan melemparkan begitu saja diatas ranjang. “ Anggap saja ini bonus dari saya!” Pria itu, Xavier Alexander Wijaya segera disambut oleh beberapa orang berbaju hitam  setelah keluar dari balik kamar hotel itu. “Pastikan jalang itu tidak bertingkah setelah ini!” perintahnya tegas pada sang Personal Assistant yang berada tidak jauh darinya itu. “Akan saya urus seperti biasanya,  Tuan Xavier!” ujarnya patuh. Setelah sampai didepan lobby, sebuah mobil mewah berhenti didepan mereka, dengan cepat salah satu diantara mereka membukakan pintu, mempersilahkan pria dingin  itu untuk masuk kedalamnya. Jalanan malam yang tak pernah sepi serta deretan gedung- gedung yang berlomba untuk menjadi yang tertinggi itu menghiasi perjalanan Xavier untuk kembali ke kediamannya. Sebuah rumah mewah nan besar bergaya khas Mediterania dengan empat pilar utama sebagai penyangga bangunan besar itu. Langkah tegasnya acuh, mengabaikan semua pelayan yang berbaris dengan rapi, menunduk dengan takut kearah sang tuan mereka yang baru datang dihari yang tengah larut itu. Xavier melempar pakaian yang dikenakannya tadi ketas ranjang kotor, kemudian berbaring nyalang di atas ranjang besarnya. Manic abu gelapnya, menatap jauh pada langit- langit kamarnya yang tinggi, seakan menatap sesuatu yang tak kasat mata dalam waktu yang cukup lama sebelum akhirnya mengumpat dengan keras. “s**t!” Xavier segera meraih ponsel pipih miliknya dan menghubungi Daniel, satu- satunya tangan kanan yang dia percaya dalam mengurus orang- orang yang berani membelot padanya. “Tangkap Sanjaya, detik ini juga!” perintahnya tegas. “Akan segera saya laksanakan Tuan Xavier!” sambungan itu langsung tertutup, Xavier segera mengganti piyama kemudian meraih jaket kulit yang tersampir disisi ranjang. Pria Alpha itu keluar dari balik banngunan besarnya, membelah jalanan malam seorang diri menuju markas besar. Bangunan tua itu sama sekali tidak terlihat berpenghuni apabila dilihat dari luar, kotor dan terlihat menakutkan. Namun siapa yang menyangka, bagian dalam bangunan itu telah diubah menjadi tempat berkumpul para petarung terlatih serta para hacker handal. Tempat itu juga dibuat dengan fasilitas nomor satu disetiap sudutnya guna mempermudah jaringan mereka untuk bekerja. Dan kini, diruang yang mereka sebut penjara gelap itu telah duduk tak berdaya seorang pria berusia pertengahan empat puluh tahunan beserta dua orang lain dibelakangnya. Ketiganya diikat disebuah bangku dengan mata tertutup kain hitam. “Lepakan aku, k*parat!” teriakan itu terus keluar dari bibir pria yang bernama Sanjaya. Tubuh gempal penuh lemak itu berulang kali meronta minta untuk segera dilepaskan. “Apa mau kalian? Katakan saja! Aku punya apapun yang kalian mau! Uang, apa kalian mau uang? Aku akan berikan kalian berapapun asal kalian mau melepaskanku!” pria itu berteriak keras, mengiming- imingi siapapun yang bisa mendengarnya. “Satu Milyar, Dua Milyar atau berapapun jumlahnya, katakan! Akan kuberi setelah kalian mau membebaskanku dari tempat terkutuk ini!” Xavier, pria itu sedari tadi hanya diam dan menatap Sanjaya dengan tajam itu akhitnya melangkah, menyentak kain hitam yang membelit mata Sanjaya dengan kasar. Manic hitam itu sempat membulat saat mengetahui sosok yang berdiri didepanya itu, “Tuan Xavier.” Lirihnya, menatap pria berwajah menawan itu dengan penuh rasa lega, seolah Xavier adalah cahaya terang dalam kegelapan. “Tuan, apakah anda datang ketempat ini untuk menyelamatkan saya? Saya mohon Tuan Xavier, Lepaskan saya dari tempat yang mengerikan ini!” “Memang apa salahmu sampai seperti ini?” pria itu mengerngit, menatap pria didepannya ragu. “Mereka menculik saya dan membawa saya ke tempat ini untuk menyiksa saya Tuan! Mereka penjahat menjijikkan!” wajah memelas itu berakting seolah dia hanyalah korban. “Dan dibalik itu semua, saya sangat yakin, mereka melakukannya untuk memancing anda ke tempat kotor ini!” “Benarkah?” Xavier mengalihkan pandangannya pada dua orang yang berdiri dibelakangnya. “Apakah kalian menculik pria tua  ini untuk memancing saya datang?” “Tentu tidak Tuan Xavier.” Ucap salah satu dari kedua orang itu dengan nada sangat hormat. “Tuan mereka bohong, mereka menculik saya untuk memancing anda! Jadi saya mohon bantu saya keluar dari tempat ini Tuan.” “Lalu  mengapa kalian membawa pria menjijikkan ini ke markas kita!” mendengar apa yang diucapkan Xavier membuat wajah tua itu pucat pasi. “Karena pria menjijikkan itu sudah berani bermain curang pada anda, Tuan Xavier.” Suara tegas itu mengalun, membuat Xavier langsung mengalihkan matanya, menatap Sanjaya dengan dingin. “Tidak! Mereka bohong! Saya adalah orang terjujur yang pernah anda kenal, jangan pernah percaya apa yang mereka ucapkan! Mereka tidak punya bukti apapun Tuan Xavier! Jadi saya mohon lepaskan saya!” “Bukti?” dengan cepat rahangnya yang bulat dicengkram dengan keras oleh jemari berurat itu, seolah dengan mudah meremukkan cangkang pembentuk wajahnya. “Kamu pikir saya bodoh, menangkap tikus menjijikkan sepertimu tanpa bukti?” seringai mengerikan bak joker itu terbit, “Dan apa hakmu minta dilepaskan setelah berani merongrong seorang Xavier dengan tidak tahu diri.” Dengan cepat cengkaraman itu terlepas. “Dimana barang kesayanganku?” tanyanya pada sang anak buah. Tak banyak ucap, sebuah kotak langsung diterima oleh Xavier. Kotak polos itu terbuka dan sebuah pena warna putih dengan ukiran khas Jepara ( daun dengan bagian tengah melebar dan bagian ujung yang meruncing yang juga membelit sebuah bunga yang terukir cantik). Jemari besar itu menyusuri setiap sisinya dengan kagum sebelum menoleh pada sosok yang terikat itu. “Bukankah benda ini sangat cantik?” tunjuknya pada Sanjaya. “Bahkan saat seperti ini!” “Arg!” Sanjaya langsung berteriak kesakitan pasalnya ujung benda runcing itu ditekan dengan keras pada paha gemuknya. Belum ada darah yang keluar karena terlapisi oleh kain tapi tetap saja terasa menyakitkan! Memancing dua orang yang masih tertutup matanya itu bergerak gelisah dan berteriak ketakutan. “Hentikan Tuan! Itu sakit!” “Sakit bagaimana? Bahkan kau sama sekali tidak berdarah.” Tusukan itu berganti tempat, memancing teriakan lain yang semakin keras. “Tuan hentikan saya mohon!” wajah itu sudah bersimbah air mata, memohon agar pria satu itu menghentikan siksaannya. Tapi Xavier mana perduli bahkan pria itu seakan asyik dengan apa yang dia lakukan pada korbannya itu. “Baiklah saya akui, saya telah berbuat curang pada anda! Jadi saya mohon lepaskan dan beri saya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan saya!” sungguh Sanjaya takut sekarang pasalnya Xavier sudah mulai menusuk ujung runcing pena itu pada urat lehernya, mengakibatkan rasa perih yang menyengat akibat darah yang perlahan mulai keluar dari sana. “Sayang sekali kamu cepat sekali mengaku, padahal saya belum puas untuk bermain- main.” Nada kecewa itu sungguh berbanding terbalik dengan wajah tampannya yang kini tengah tersenyum lebar. “Tuan Xavier, saya mohon ampuni saya!” “Saya belum selesai!” Xavier tersenyum, “ Asal kau tahu, Saya suka melakukan hal seperti ini, menikmati wajah tersiksamu dan bau anyir karena darah yang secara perlahan keluar dari lubang kecil ini!” Xavier menusuk semakin dalam. “ACH!” teriakan itu semakin keras, dan Xavier langsung mencabut benda itu begitu saja dengan seulas senyum lebar terpatri dibibinya, seakan puas melihat wajah kesakitan penuh keputusasaan itu kemudian mengambil sapu tangan putih dari balik saku celananya. Menghapus darah disekitaran ujung runcingnya dengan perlahan. “Terima kasih Tuan!” Meskipun rasa perih itu terasa menyengat dan darah keluar dari sana, Sanjaya tetap berterima kasih karena merasa diberi kesempatan kedua. “Untuk apa kau berterima kasih? Saya tidak sedang mengampunimu.” Ujar pria itu dengan menyimpan kembali barang kesayangannya. “Untuk sisanya, mereka semua yang akan bekerja, Sanjaya!”memandang Sanjaya dengan seringai iblisnya. “Tuan Xavier!” Teriakan Sanjaya beserta dua anak buahnya itu semakin keras, mereka ketakutan karena merasa ini adalah ajal yang secara perlahan akan menjemput ketiganya. “Ampuni kami Tuan!” “Ampuni kami!” Teriakan itu hanya angin lalu bagi pria dominant itu. Dengan cepat tangannya mengambil benda pipihnya dan menghubungi Sang Personal Assistant, “Siapkan penerbangan ke Bali, hari ini juga!”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
97.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook