Airin duduk termenung seorang diri di dalam kamar apartemen miliknya sendiri. Menekuk kedua kaki sambil mendekap lututnya duduk di atas tempat tidur. Pandangannya nanar, menatap entah apa yang ada di hadapannya. Karena kini pikiran gadis itu sedang melayang jauh, kembali pada kejadian yang ia alami beberapa jam yang lalu.
Flashback on,
Raldo mulai menyentuh t***h Airin dengan kasar. Menjelajahi tiap jengkal kulit halus gadis itu tanpa ada sedikit pun sisi lembut yang ia tunjukan. Tidak seperti biasa tiap mereka bertukar peluh, kali ini perlakuan Raldo benar-benar menyakiti gadis itu. Sepertinya pria itu sedang melampiaskan rasa marah bercampur kesal dan cemburu yang menumpuk dalam d**a.
Belum pernah Airin mendapati Raldo bersikap seperti itu. Meski merasa sangat sedih tapi gadis itu memilih diam sambil tetap menahan tangisnya. Ia tidak ingin membuat kekasihnya itu bertambah kesal jika Airin terus saja membantah apalagi memulai sebuah pertengkaran dengannya.
Hingga dering ponsel milik Raldo berbunyi tanpa henti. Walau awalnya bersikap acuh dan tidak ingin menanggapi telepon masuk itu, tapi lama-kelamaan Raldo merasa kesal karena suara dering itu terasa sangat mengganggu aktivitasnya bersama Airin.
Dengan malas Raldo meraih ponselnya dan melihat siapa orang yang sedang menghubunginya. Airin hanya terdiam, menarik selimut putih yang ada di sampingnya untuk menutupi t***hnya yang polos. Raldo tampak terkejut saat menatap layar ponselnya.
Ia segera turun dari tempat tidur dan mengenakan celana pendek miliknya. Lalu berjalan menuju balkon kamar dan menjawab panggilan masuk itu di sana. Airin terus mengamati kekasihnya itu dengan alis yang bertaut. Sikap yang Raldo tunjukan membuatnya merasa curiga dan penasaran siapa sebenarnya orang yang sedang menghubungi kekasihnya itu. Tapi tidak ada keberanian untuk bertanya apalagi di saat emosi Raldo sedang labil seperti sekarang.
Tak lama pria itu masuk kembali ke dalam kamar. Meletakkan ponselnya di atas nakas dan langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Airin bisa menebaknya karena terdengar suara gemercik air di sana. Raldo sudah selesai dengan kegiatannya, dia segera mengenakan kembali pakaian lengkapnya sambil terus menatap Airin yang masih terbaring di atas tempat tidur.
“Aku harus pergi, kamu jangan ke mana-mana. Setelah semua urusanku selesai, aku akan segera kembali.” Pesan Raldo sambil mengancingkan kancing terakhir kemejanya lalu meraih jas hitamnya yang tergeletak di lantai.
Airin enggan menjawab, gadis itu memilih diam sambil mengeratkan pegangan tangannya pada selimut yang menutup tubuh. Menahan rasa sakit dalam hati karena sikap kekasihnya itu. Rasanya begitu rendah karena dicampakkan begitu saja setelah Raldo memaksanya dan bersikap kasar.
Pria itu mengambil kunci kamar tidur dan segera membuka pintunya. Sebelum keluar dari kamar, Raldo kembali menghentikan langkahnya dan menoleh pada kekasihnya sekali lagi.
“Satu lagi, aku ingin kamu mundur dari tender proyek perusahaan papa dan kembali ke restoran. Aku tidak suka melihatmu bebas bertemu dengan pria s****n itu.”
Raldo memperingatkan Airin dengan suara yang dingin dan datar. Setelahnya, pria itu langsung keluar dari dalam kamar dan meninggalkan Airin sendirian di sana. Terdengar suara pintu tertutup, membuat Airin tidak mampu lagi menahan rasa sedihnya. Gadis itu menangis sejadi-jadinya sambil menutup wajahnya dengan selimut yang ia pegang.
Menumpahkan rasa sedih dan kecewa karena sikap pria yang ia cintai dan telah sangat menyakiti perasaannya. Lima belas menit berlalu, gadis itu mulai menghentikan tangis perlahan. Kedua punggung tangan bergerak mengusap jejak air mata yang membasahi pipi dan bawah matanya. Airin menyingkap selimut yang menutup t***h dan bergerak turun dari tempat tidur.
Perlahan ia memunguti satu persatu pakaiannya yang masih utuh dan berserakan dilantai lalu membawanya ke dalam kamar mandi. Airin memilih mencurahkan semua kesedihannya di bawah guyuran shower air yang terasa begitu dingin. Hingga hatinya merasa sedikit lega. Setelah memakai satu kemeja milik Raldo untuk mengganti pakaiannya yang sudah pria itu robek, Airin memutuskan untuk pulang ke apartemennya sendiri.
Ia tidak ingin berada di tempat itu terlalu lama, karena hanya akan mengingatkan tentang sikap kasar Raldo yang baru saja ditunjukkan kepadanya.
Flashback off.
Airin membenamkan kepalanya diantara lutut. Mencoba mencerna apa yang sebenarnya sudah terjadi dan menyebabkan kekasihnya itu begitu marah. Tidak mungkin jika sebuah chat dari pria lain saja bisa memancing kemurkaannya. Namun berkali Airin mencoba mencari kebenaran, tetap saja ia tidak bisa menemukannya. Hingga gadis itu menyerah dan memutuskan untuk tidur.
***
Bayu dan rombongannya baru saja datang ke kantor milik Gunawan. Beberapa hari ini pria itu mengikuti meeting di BC Corp untuk membahas kelanjutan proyek kerja sama diantara perusahaan mereka. Namun sama seperti kemarin, sampai rapat dimulai ia tidak melihat kehadiran Airin di ruangan itu.
Bayu juga sudah mengirimkan pesan pada ponsel gadis itu, tapi tidak satu pun pesan yang ia kirim mendapatkan balasan. Tentu saja perubahan yang tiba-tiba ini membuat Bayu merasa curiga. Ia takut sudah terjadi sesuatu kepada gadis itu. Hingga pagi ini Bayu memutuskan untuk bertanya pada Yasmin tentang keadaan Airin.
“Nona Yasmin, kenapa dua hari ini Nona Airin tidak datang pada meeting proyek kita? Bukankah Tuan Gunawan sudah memberinya perintah untuk memegang tanggung jawab pada proyek ini?” Bayu bertanya dengan serius pada Yasmin yang duduk di seberangnya.
Wanita cantik itu tersenyum ramah dan coba menjawab pertanyaan yang CEO muda itu ajukan kepadanya.
“Nona Airin sedang tidak enak badan dan beristirahat di apartemennya, jadi ia menyerahkan sementara tanggung jawab tugasnya kepada saya,” jawab Yasmin kemudian.
Bayu mengangguk, walau ia tidak percaya dengan alasan yang Yasmin berikan, setidaknya sekarang ia tahu jika gadis yang menarik perhatiannya itu sedang berada di apartemen. Jemari tangannya bergerak lincah, mengirimkan sebuah pesan pada salah satu anak buahnya.
[Cari tahu dimana gadis bernama Airin secepatnya! Aku mau hari ini juga kamu sudah dapat informasi lengkap tentang gadis itu!]
Bayu juga melampirkan foto Airin yang sengaja ia ambil secara diam-diam saat pertama kali mereka bertemu dalam rapat di ruangan itu. Bayu meletakkan kembali ponselnya di atas meja, berusaha memusatkan kembali konsentrasinya pada presentasi yang sedang di jelaskan oleh salah satu pegawainya di depan ruangan. Pria itu tidak sadar jika sejak tadi ada sepasang mata yang terus memperhatikan gerak geriknya.
Kini bibirnya tersenyum tipis setelah diam-diam mendengarkan pembicaraan Bayu dengan Jasmine tentang Airin. Ya, Raldo merasa sangat puas setelah melihat wajah kecewa yang Bayu tunjukan karena tidak bisa lagi bertemu dengan kekasihnya.
‘Jika kamu pikir bisa merebut Airin dariku, kamu salah besar, Bung! Airin adalah hidupku, aku tidak akan membiarkan satu orang pun yang merampasnya dariku,” desis Raldo sambil terus menatap tajam pada Bayu yang duduk tak jauh dari tempatnya sekarang.
Waktu berlalu sangat cepat, beberapa kali Bayu melirik benda pipih miliknya yang tergeletak di atas meja. Berharap sebentar lagi akan mendapatkan pesan dari orang kepercayaannya tentang Airin. Hingga bunyi dentingan terdengar, tanda sebuah pesan baru saja masuk dalam ponselnya. Bayu segera meraih ponsel miliknya, membuka dan membaca sebuah pesan yang membuat wajah CEO muda itu terlihat senang sekarang.
***
Airin memakai pakaian santai. Hanya dengan kaos kedodoran dan celana pendek di atas lutut, gadis itu memutuskan untuk keluar dari apartemennya. Rasa jenuh ketika harus menghabiskan waktu seharian di dalam apartemen miliknya memaksa Airin untuk berjalan-jalan guna mencari angin segar.
Ia tidak mengurai rambut panjangnya. Gadis itu mengikat rambut seperti ekor kuda dan menutupinya dengan topi. Siang ini sedikit terasa panas dibanding biasanya. Airin memutuskan untuk pergi ke kedai dan mencoba menu es krim baru yang mungkin bisa mengembalikan mood-nya yang buruk beberapa hari ini.
Gadis itu berjalan menyusuri trotoar yang tidak begitu ramai, hingga akhirnya sampai di kedai es krim langganannya. Airin mendorong pintu kedai dan langsung masuk ke dalamnya. Mengambil tempat di pinggir jendela agar bisa bebas melihat pemandangan di luar kedai.
Seorang pelayan datang mendekat dan tersenyum ramah kepadanya.
“Selamat siang! Silakan pesan menu yang Anda suka!” kata pelayan itu sambil menyodorkan sebuah kertas menu pada gadis itu.
Airin tersenyum dan menerima kertas yang disodorkan kepadanya. Saat tengah memilih menu yang tertulis di sana, tanpa sengaja gadis itu melihat ke luar jendela. Tepat ketika sebuah mobil mewah baru saja berhenti di seberang kedai itu. Membuat Airin menajamkan pandangannya karena penasaran dengan orang yang baru saja turun dari dalam mobil.
Mata gadis itu membulat sempurna dan langsung menutupi wajahnya dengan kertas menu. Ketika ia bisa melihat dengan jelas wajah pria yang baru saja turun tadi. Perlahan ia menurunkan kembali kertas menu yang menutup wajahnya, dan melihat lagi ke luar jendela.
Dahinya mengerut dan alisnya saling bertautan, ketika ia tidak menemukan satu orang pun yang ada di luar kedai itu.
“Apa itu tadi hanya halusinasiku saja?” guman Airin kebingungan.
"Nona, sudah ada yang ingin Anda pesan?” Pertanyaan pelayan yang sejak tadi masih berdiri di samping meja Airin segera membuyarkan lamunan gadis itu.
Airin meringis dan tersipu malu dengan sikap konyolnya tadi.
“Oh, iya mbak, maaf! Saya pesan Banana Split saja ya,” pinta Airin yang langsung di tulis di kertas menu oleh pelayan itu.
Ketika pelayan itu pergi, Airin langsung menghela nafas lega. Tapi tidak lama, karena sekarang matanya kembali membelalak saat melihat seorang pria sudah duduk di bangku yang ada di depannya.
“Kamu!”