MCH 3

1017 Words
Sejak kejadian malam itu, Binar berusaha menjauh dari semua yang berkaitan dengan Mario. Ia tak tau, apa yang sebenarnya Tuhan rencanakan untuknya. Kenapa Mario datang di saat ia sudah menambatkan hatinya pada cinta yang lain? Binar gelisah dan takut. Takut jika ia kembali jatuh pada pesona Mario. Laki-laki yang pernah meninggalkannya dan menghilang dari hidupnya beberapa tahun yang lalu. Tapi tak bisa dipungkiri, pesona Mario begitu kuat hingga ia tak bisa memejamkan matanya setiap malam. Bayangan wajah Mario terus menghantui pikirannya. Kenangan masa lalu kadang terlintas begitu saja. Pertemuannya dengan Mario kala itu harusnya tak terjadi. Harusnya malam itu ia tak datang ke acara reuni sekolahnya. Lamunan Binar buyar saat ponselnya berdering nyaring. Binar menutup bukunya dan memilih meraih ponsel birunya. "Ya, Ri. Ada apa?" sapa Binar saat tau Riana yang saat ini sedang menelponnya. "Eh, Bin. Gue kemarin liat mantan lo. Gile. Cakepnya gak kalah sama suami lo!" pekik Riana nyaring. Lagi-lagi Binar menjauhkan ponselnya dari daun telinganya. "Mario maksud lo?" "Emang mantan lo berapa? Satu kan? Lagak lo kayak punya banyak mantan aja!" cibir Riana. Binar mendengus kasar. "Trus?" "Gue gak sempet ngobrol sama dia tapi dia WA gue. Lo tau gak dia WA gue ngapain?" Binar mengangkat kedua pundaknya. "Ngapain emang?" "Doi minta nomer lo, Sistaaah!" Mata Binar seketika membulat. "Dan lo kasih?" tebak Binar. Suara tawa Riana langsung terdengar. "Why not? Siapa tau kalian CLBK---ups. Keceplosan gue!" "Jangan becanda deh, Ri!" "Tapi dia ngechat lo gak?" "Menurut lo?" tanya Binar balik. "Gue terawang nih ya. Pasti Mario ngechat lo buat ngajakin ketemuan!" Untuk kedua kalinya Binar mendelik. Tebakan Riana benar-benar akurat atau jangan-jangan mereka bersekongkol. "Sok tau lo!" elak Binar. "Gue bukannya sok tau tapi gue tau lah! Keliatan banget dari cara dia natap lo waktu lo balik sama Arlan!" "Emang cara natapnya gimana?" "Natapnya penuh cinta!" dan tawa Riana langsung meledak. Binar hanya terdiam sambil menggerutu pelan. "Lo sendiri gimana? Masih cinta gak sama Mario?" "Tau ah gue gak mau bahas itu!" "Ciyeee, CLBK nih ye. Inget sama suami, Sista!" "Ya ingetlah. Mario buat lo aja!" "Yakin nih buat gue. Gue minta ijin buat nikung Mario ya!" "Apaan sih lo? Ngapain pake minta ijin segala?" "Ya biar gue gak di sebut pelakor!" "Somplak lo. Udahan, gue lagi baca ini!" "Baca apaan?" sahut Riana cepat. "Baca bukulah. Baca apaan emangnya?" "Oooh baca buku panduan?" "Buku panduan apaan?" Binar bingung dibuatnya. "Buku panduan cara menggaet mantan pacar!" Tawa Riana membuat Binar mengumpat kesal. "Damn! Gue tutup nih!!" ancam Binar. "Kok di tutup? Kenapa? Ada telpon dari Mario ya?" "RIANAAAAA!!" jerit Binar dan langsung menekan tombol merah. Sambungan telpon terputus sepihak. Nafas Binar naik turun sambil menatap layar ponselnya. Sahabatnya itu memang sering membuatnya kesal. Binar menarik nafas panjang dan membuangnya dengan cepat. Setelah agak tenang ia meletakkan hpnya kembali. Membuka buku yang di bacanya. Deringan ponsel membuat Binar mendengus dan kembali menutup bukunya. Menyambar hpnya dengan kasar. "Ya, Hubby. Ada apa?" sapa Binar sambil tersenyum riang. Kekesalan hatinya hilang sudah saat mendengar suara Arlan yang dingin. "Aku akan telat pulang," "Meeting lagi?" tebak Binar. "Ya." "Perlu aku masakin untuk makan malam?" tawar Binar. "Tidak perlu. Aku makan diluar!" "Hm. Oke," sahut Binar dan sambungan telpon terputus tanpa ada embel-embel kata lainnya. Itu hal biasa bagi Binar. Ia kembali meletakkan hpnya dan matanya fokus menatap barisan demi barisan tulisan yang tertera di buku itu. Selang dua menit, ponselnya kembali berdering. Tanpa membaca caller id, Binar langsung menempelkan benda pipih itu ke daun telinganya. "Ya, Hubby!" "Berasa suami lo kalo manggilnya kayak gitu!" Spontan Binar menjauhkan hpnya dan membaca nama yang tertera di layar smartphonenya. Mr. M Binar memberinya nama seperti itu. Setelah menelan salivanya, Binar kembali mendekatkan ponselnya. "Ada apa, Mar?" Mario terdengar terkekeh pelan sebelum menjawab. "Gue suka panggilan yang tadi!" Binar berdecak pelan sambil memutar bola matanya. "Lo dapet nomer gue dari Riana kan?" cerca Binar. "Kok tau?" "Riana bilang sama gue. Gitu kemarin lo bilang gak sempet ketemu sama Riana!" "Ya emang gak sempet, Sayang. Tapi gue chat dia!" "Dih, geli gue denger lo manggil sayang gitu!" protes Binar. Mario malah tergelak. "Stop, itu gak lucu!!" "Lo free hari ini? Gue jemput ya?" "Mau ngapain?" "Ya ngobrol lah. Kemarin gak sempet ngobrol karena ada bodyguard lo!" Binar tersenyum tipis mendengar ucapan Mario. Ia berpikir sebentar. Apa salahnya bertemu dengan Mario. Toh hanya sekedar ngobrol. Lagipula saat ini ia juga sudah bersuami jadi tidak mungkin akan ada rasa cinta tumbuh di dalam hatinya. "Sebenarnya sih---" "Oke. Satu jam lagi gue sampe!" potong Mario. Binar menganga di buatnya. Ia belum memutuskan apakah akan menerima ajakan Mario. "Bersiaplah. Hari ini gue bakalan nyulik lo!" Binar tersenyum sambil menggigit bibir bawahnya. "Oke. See you!" Entah salah atau tidak, Binar memilih menemui Mario. Tentunya ia sudah memita ijin terlebih dulu pada Arlan tapi tak ada respon dari Arlan. "Kok lo tau rumah gue?" tanya Binar saat mereka tengah duduk di kap mobil sport Mario sambil menikmati jagung bakar. "Gampang itu mah. Tinggal tanya sama tante gue!" "Tante? Tante siapa?" "Tante Google!" sahut Mario membuat Binar refleks menoyor kepalanya. "Garing banget!" "Tapi lo ketawa itu!" timpal Mario membuat tawa Binar semakin terdengar. Jemari Mario tiba-tiba terulur dan menyeka sudut bibir Binar. Binar terpaku dan hanya diam. "Ada jagung tadi nempel di situ," jelas Mario. Binar menundukkan wajahnya. Menata detak jantungnya yang terasa hampir meledak. Mario tetap sama seperti dulu. Romantis dan sangat perhatian. Itu yang membuatnya sangat mencintai laki-laki itu. Tapi itu dulu. Dulu sebelum Mario memutuskan untuk pergi meninggalkannya. "Maaf. Dulu gue sempet ninggalin lo!" Binar mendongak dan menatap wajah sendu Mario. Binar terus bertanya-tanya dalam hati, hal apa yang membuat Mario melakukan hal seperti itu. Ingin sekali ia menanyakannya tapi Binar sadar, saat ini ia tak punya hak atas itu. "Seandaikan dulu gue gak ninggalin lo, mungkin gue gak akan kehilangan lo. Gue nyesel, Bin dan berharap saat ini Tuhan ngasih gue kesempatan buat memperbaiki semuanya," Binar masih terdiam dan menatap wajah Mario. "Lo tau gak apa maksud Tuhan mempertemukan kita?" tanya Mario. Binar tak merespon sedikitpun. "Mungkin inilah saatnya gue perjuangin lo!" Aku terlalu mencintaimu, terlebih ku menggilaimu. Salahkah aku? Surabaya, 30 Maret 2018 ayastoria
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD