1044 Words
Katakan  padaku, angin dari mana yang membawamu kembali membawaku hidup "Gue Mario. Mariomu yang dulu dan gue kangen sama lo, Binar!" Mulut Binar menganga menatap laki-laki bernama Mario itu. Bukan Binar tidak ingat tapi Mario benar-benar berbeda. Ia tampak dewasa dan berwibawa terlarang saat ini. Mario memakai jas yang membuat ia semakin gagah. "Mario? Apa kabar?" sahut Binar. Mario mengangkat kedua pundaknya sambil nyengir lebar. "Baik. Lo sendiri?" tanya Mario balik. Binar mengangguk kaku. "Baik juga. Lo - lo sama siapa ke sini?" Mario mengerlingkan pengaruh. "Sendiri!" "Sendiri?" kata Binar. Mata Binar melirik ke Mario dan nyatanya memang ada di Mario. Mario tersenyum tipis. "Mana ada sih yang mau sama gue?" Terlepas tertawa lepas. Mario menatap intens ke wajah Binar. Senyuman Binar masih sama seperti dulu, seperti 5tahun yang lalu. Senyuman yang selalu ia rindukan setiap kunjungan. Dan satu hal yang membuat Mario gemas, les di bawah mata Binar yang selalu muncul saat ia tengah tertawa lepas seperti ini. "Lo tambah cantik ya, Bin," puji Mario. Binar mengalihkan pandangannya sambil tersenyum malu. "Bisa aja lo, Mar!" "Mm, boleh minta nomer lo gak?" tanya Mario tiba-tiba. "Mm," Binar bingung harus menjelaskannya. Di sisi lain ia senang bisa bertemu lagi dengan Mario tetapi ia juga tidak lupa dengan statusnya saat ini. "Aduh gimana ya, Mar?" "Kenapa emangnya?" "Itu, gue - gue udah ---!" "Di sini kamu rupanya!" suara berat itu tiba-tiba terdengar membuat Binar dan Mario menoleh. Binar tersenyum menyambut datang Arlan yang langsung berdiri di sampingnya. "Sudah selesai? Ayo kita pulang!" "Mm, Mario. Kenalin ini --- Arlan. Dia --- suami gue!" Kedua alis Mario terangkat menatap ke arah Arlan. Lalu ia mengulurkan persetujuan. "Mario!" Arlan menatap uluran tangan Mario tetapi sama sekali tak bergeming dari tempatnya. Lalu, Kembali, Kembali, Kembali Binar. "Sudah ku, jangan terlalu lama di sini. Keramaian seperti ini membuatku mendorong!" Tanpa babibu lagi, Arlan langsung menarik Binar dan menarik menjauhuhi Mario. Mario mendengus pelan sebelum menarik uluran dipindahkan yang di abaikan oleh Arlan. "Jadi itu suami lo?" gumamnya pelan sambil tersenyum miring. Langkah Arlan menuju parkiran dan langsung masuk ke dalam mobil. Binar dengan gerakan cepat membuka Arlan dan langsung memasang seatbeltnya saat kedua tangan Arlan mencengkram setir kemudinya. "Hubby, apa kamu marah?" tanya Binar khawatir. Arlan belum menjawab mungkin sedang fokus dengan kegiatannya sekarang. Binar menghela nafas panjang dan membuangnya dengan cepat. Ia mengalihkan pandangannya, memandang ke arah luar kaca mobil. "Namanya Mario Adiyasa. Dia temen SMAku dulu. Udah lebih dari 5 tahun aku gak ketemu sama dia--" "Aku tidak marah!" potong Arlan. Binar dengan cepat menoleh dan menatap wajah dingin Arlan. "Apa kamu cemburu?" tebak Binar membuat Arlan menoleh sebentar. "Cemburu? Kurasa tidak!" sahut Arlan. "Lagipula untuk apa aku cemburu. Dia hanya teman sekolahmu dulu, kan? Dia juga bukan orang penting dalam masa lalumu. Dan aku pikir, tidak ada manfaatnya juga aku cemburu!" Binar mengangguk pelan. Lega sekali rasanya. Ia pikir Arlan cemburu dan akan marah-marah tapi nyatanya Arlan biasa saja. Tanpa Binarat, Arlan mati-matian menahan amarahnya saat Binar melempar senyumnya ke arah Mario. Laki-laki yang menatap Binar penuh kerinduan. Arlan yakin, di antara mereka ada rahasia. Mungkinkah mereka pernah berhubungan sebelumnya? Mario melepaskan jasnya dan melemparnya begitu saja. Ia lalu melangkah menuju dapur, membuka kulkas dan mengambil softdrink favoritnya. Menenggaknya hingga tak bersisa. Sebelum membuang botol kosongnya, Mario meremasnya lebih dulu. Botol kaleng itu tampak tak berbentuk dan akhirnya mendarat tepat di keranjang sampah. Mario terdiam sesaat, ingat pertemuannya dengan Binar beberapa jam yang lalu. Binar, wanita yang dulu dicintainya dan sekarang wanita itu sudah menjadi milik orang lain. Ia sempat melihat cincin yang melingkar di jari manis Binar. Melangkah perlahan masuk ke dalam kamar dengan pikiran dibuka bayang-bayang wajah Binar. 5 tahun lebih besar daripada Binar dan saat Tuhan mempertemukan mereka, Binar sudah menjadi milik orang lain. Mario mengambil duduk di tepi tempat tidur lalu mengeluarkan ponsel dari dalam saku kemejanya. Membuka aplikasi w******p miliknya dan mencari nama yang mungkin bisa membantunya mendapatkan informasi tentang Binar. "Aku ambilin minum, ya!" tawar Binar saat mereka baru saja masuk ke dalam ruang tamu. Arlan tak menjawab tapi ia langsung merobohkannya di sofa. Menyandarkan punggungnya sambil memejamkan kedua leher. Binar datang sambil membawa segelas air dingin dan mengambil duduk di sebelah Arlan. "Ini, minumlah!" Kedua mata Arlan terbuka dan dibuka menoleh menatap Binar. Binar tersenyum dan menyodorkan air dingin ke Arah Arlan. Dengan cepat Arlan menyambar gelas itu dan meminum habis airnya. "Haus banget, ya?" tanya Binar lagi. Bukannya menjawab tetapi Arlan langsung membantah Binar dengan ciuman panas. "A-Arlan --- mmmmpffftttt. Kamu kenapa?" tanya Binar saat ia berhasil mendorong d**a Arlan, membuat ciuman mereka dilepaskan. Lagi-lagi Arlan tak menjawab dan kembali menyerang Binar. Binar hanya bisa pasrah dan berusaha mengimbangi permainan Arlan. Binar tau, pasti terjadi sesuatu dengan Arlan. Buka sekarang. Pandangannya langsung jatuh pada wajah manis Binar yang tampak terlelap dalam pelukannya. Selalu seperti ini. Saat ia tengah transisi dan gundah, Binar yang akan menjadi sasarannya. Bukan KDRT yang Arlan lakukan tetapi ia akan membuat Binar lemas di atas tempat tidur. Seperti malam ini, pasti sudah berapa kali Arlan melakukannya. Emosi menguasai emosi hingga membuat Binar tak berdaya. Bayangan wajah laki-laki yang bersama Binar waktu itu membuat emosi Arlan meluap dan melampiaskannya pada berbicara. Arlan benar-benar tak bisa melihat Binar tersenyum pada laki-laki lain selain dirinya. Arlan pindah kepala Binar ke dalam bantal dan ia beranjak dari tempat tidur. Jam dinding menentukan angka 1. Setelah memakai celana pendek dan kaos, Arlan pindah keluar. Tujuannya pergi ke ruang kunjungan. Ia sering sekali menghabiskan waktu di sana. Selang setengah jam kemudian kelopak mata Binar terbuka perlahan. Sisi sebelahnya kosong, tak ada Arlan. Binar menarik selimut saat AC terasa begitu dingin dan menusuk kulitnya. Kejadian beberapa jam yang lalu buat senyum Binar merekah. Namun Arlan kasar dalam urusan ranjang tapi Binar menikmati. Dan ia tau, Arlan sangat mencintainya Meskipun ia tak pernah mendapatkan kata-kata cinta. Lewat semua tindakan Arlan, Binar bisa bertindak. Kepala Binar menoleh dengan cepat saat ponselnya tiba-tiba bergetar. Binar langsung dapatkan benda pipih itu dan buka akun w******p miliknya. Ada satu obrolan dari nomer tak dikenal. Binar. Hanya itu pesannya. Binar berpikir sebentar, siapa yang mengiriminya pesan tengah malam seperti ini. Jemari Binar bergerak foto di sudut kiri atas dan seketika memutar sudut pandang wajah laki-laki yang di temuinya beberapa jam yang lalu.  Mario? Surabaya, 29 Maret 2018 ayastoria
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD