“So? Lo mau ngelakuin sesuatu sama gue?” Dahi Daren berkerut tajam, heran sekaligus terkejut. “Hah?” Clair menarik napasnya, mengangkat bahu acuh tak acuh dan tidak terlihat merasa salah sama sekali mengeluarkan kalimat macam itu dari mulutnya. “Nggak, kan? Jadi apa masalahnya?” Daaren mendengus, sama sekali tidak tahu harus bagaimana menghadapi wanita di hadapannya itu. “Clair—” “Gue tahu lo punya orang yang lo cinta, dan gue bisa lihat seberapa lo cinta sama orang itu tadi. Jadi kenapa lo harus permasalahin hal kecil macam ini? Sementara bisa jadi lo nggak lihat gue sebagai perempuan.” Apa? Clair bilang Daren tidak melihatnya sebagai perempuan? “Bukannya gitu? Kasarnya bisa dibilang begitu, kan? Lo nggak lihat gue sebagai perempuan, tapi cuma rekan bisnis dan subjek atau kata bant

