Ketahuan

1242 Words
"Putri Aqila!" Aku langsung mengangkat tanganku saat namaku dipanggil. "Hadir, Pak!" Kening Pak Heri berkerut. Duh meski dia mengerutkan kening kok masih tetep tampan ya? Aku bertopang dagu melihat ketampanan yang hakiki ini di depan mataku. Rezeki gak boleh dilewatkan kan? "Sebentar, nama kamu Putri Aqila kan?" Andai Pak Heri juga membalas perasaanku, aku akan pamerkan ke seluruh penjuru sekolah.... "Kenapa kemarin kamu bilang Putri Suteja?" Dan mereka akan berhenti mengejekku karena gelar jomblo lumutan ini.... "Putri? Kamu dengar saya?" Dan pada Kakak tampan ketua OSIS, maafkan pemujamu ini, aku pindah dulu kagumnya ya? "Putri!" Ya, sama Pak Heri dulu. "PUTRI!!" "Eh, saya kagum!" Aish, kenapa Pak Heri manggil aku dengan sekeras itu ya? Ya ampun, sejak kapan dia menghampiri mejaku?! "Maksud kamu apa?" "I-iya, Pak?" Duh, sial! Suara hati kok malah keluar sih? Asem dah! "Saya tanya kenapa kemarin kamu bilang nama kamu Putri Suteja. Padahal namamu Putri Aqila? Hm?" "Suteja nama bapaknya, Pak!" celetuk Indra sambil cekikikan. Pak Heri menggelengkan kepalanya. Apa dia kesal ya? "Kamu ini! Jangan pernah berbohong! Apalagi di depan gurumu!" "Ba-baik, Pak!" Lisa menyenggol sikutku, "lo kenapa sih? Bengong aja dari tadi!" "Gue lagi menikmati surga dunia, ahihi!" bisikku pelan. Pak Heri mulai memberikan materinya. Menjelaskan rumus-rumus yang sangat banyak hingga kepalaku berasap. Ah, tidak ding! Aku tidak mendengarkan rumus yang ia jelaskan. Bagiku, suaranya terdengar lebih seksi dari rumus-rumus itu. "Ada pertanyaan?" Kelas hening. Entah mereka mengerti apa yang dijelaskan, ataukah justru bingung mau nanya apa. Terlalu pusing dan tidak tahu harus bertanya dari mana. "Putri! Kamu mau bertanya?" "Eh, iya, Pak?" "Tidak, Pak. Maksud saya, cukup, Pak!" "Kamu ini kerjaannya melamun saja!" "Huu.... ngayal kawin dia, Pak!" Indra gatal kalau tidak nimbrung kayaknya. k*****t tuh anak! "Hahaha," yang lain sontak tertawa keras. Emang biadab mereka ya? Fitnah kok nyata sih? Yes, emang aku lagi bayangin Pak Heri ganteng kok. Aku menunduk malu. "Sudah-sudah! Kalian ini! Sekarang silahkan kerjakan hal 50-56! Kalau yang sudah selesai, boleh istirahat!" Pak Heri duduk kembali di kursinya. Semua mulai sibuk. Terdengar lembaran buku yang dibuka. Bahkan tidak sedikit yang mulai berdiskusi. Ah, topiknya macam-macam lho? Ada banyak tingkatan topik diskusi di kelasku. Yang pertama, para jenius yang pelit ngasih contekan. Mereka diskusi tentang rumus yang dipelajari. Dan jangan harap bisa mendapat contekan dari tipe mereka ini. Lo malah akan mendapat ceramah gratis seperti : makanya belajar! Otak tuh di pakai bukan dipajang! Sombong kan? Nah ada juga diskusi kelompok menengah. Mereka yang bolak balik nanya caranya ke si jenius atau ke guru. Apalagi guru cakep kek gini, wah bisa jadi modus tuh! Dan kelompok terakhir adalah diskusi terheboh. Sangat berisik dan bahkan sering kena teguran guru. Mau tahu topiknya? Topik mereka yang paling banyak dan beragam. Dan anehnya, tiap pelajaran, topik yang mereka bicarakan selalu sama. Gosip artis, fashion keluaran terbaru, kosmetik keren yang harganya selangit dan masih banyak lagi. Hoiya, mereka bukan kelompok terakhir. Ada lagi nih, topik yang gak kalah seru. Tentang film aksi terbaru! Ah atau ada juga orang-orang k*****t yang dengan percaya dirinya menjadikan topik semacam b**m jadi hal yang gak tabu. Nah, aku? Hoam...! Aku ngantuk, kalau kelas mulai berisik, aku langsung tidur. Yeah, biarkan mereka berisik dengan urusannya. Pak guru punya tugas menegur kelompok heboh. Sedang aku duduk tenang di alam mimpi. Apalagi penyumbang mimpi terpampang jelas di depan mata. Pak Heri. Wuh, bisa mimpi panjang nih! Etapi kok ya hening? Sepi banget? Tapi biarin lah, mending lanjutkan mimpi. Sampai sentuhan amat dingin mendarat di pipiku. Perlahan aku membuka mata, dan betapa terkejutnya aku, Pak Heri sedang menatapku geli di kursi persis di depanku. Anjir! Malu lah! "Sudah bangun? Nyenyak tidurmu?" "Eh, hehehe, iya, Pak!" Anjir! Pada kemana semua orang? Kepalaku celingak-celinguk. "Teman-temanmu sudah istirahat!" Busyet dah, ternyata aku tidur selama itu. Tuh bener kan? Ada orang ganteng di depanku jadinya gini nih! Mimpi indah teroooss! Kepanjangan deh tidurnya, yekan? "Masih bisa cengengesan ya kamu?" "Oh, eh, maaf, Pak!" "Mana tugas kamu?" "Apa?" "Tugas yang mana ya, Pak?" Pak Heri menggelengkan kepalanya dengan kesal. "Ikut saya!" "Kemana, Pak?" Duh, Pak. Saya mau dibawa ke atas pohon beringin pun, saya mau deh! Lanjutku dalam hati. "Ke ruangan saya! Kerjakan semua tugas yang saya berikan sama kamu!" "Siap, Pak!" Jawabku singkat. Ah ya, asal tahu saja ya, meski kerjaanku tukang mohes di kelas, tapi otakku gak buruk-buruk amat. Kalau serius belajar, pasti bisa, ya kan? Aku mengikuti langkah Pak Heri di belakang. Hatiku bersorak gembira! Yes, aku akan berduaan lagi di ruangan guru ganteng ini! Lumayan kan? Ahahay! "Kenapa kamu cengar-cengir gak jelas gitu?" tanya Pak Heri agak judes. "Eh, maaf, Pak!" "Kamu dari tadi minta maaf terus. Saya gak punya stok maaf banyak buat kamu. Jadi jangan bikin kesalahan lagi!" Kalau stok cinta ada gak, Pak? Ups! Hehe, untung cuma dalam hati. Kagak ada yang denger! Aman! Pak Heri duduk di kursinya dan membuka buku kimia yang terbukti membuat otakku mengeluarkan asap itu. "Kerjakan ini! Jangan istirahat sebelum selesai!" "Siap, Pak!" Jawabku dengan percaya diri. Aku pasti bisa, kok. Masalah kek ginian mah kecil. Waktu SD aja aku dapat juara matematika tingkat kecamatan. Mataku menyusuri rentetan angka-angka dan huruf yang digabung-gabung. Duh, ini apa maksudnya ya? Siapa sih yang bikin rumus seribet ini? Huh, andai saja bisa loncat, ingin rasanya melewati kelas SMA ini dan segera berpisah dengan rumus-rumus mengerikan ini! Eh tapi, gak apa ding! Lumayan bisa berlama-lama di sini kan? Daripada melototi rumus yang jelas tidak kufahami, mending melihat pemandangan indah di depan mata. "Apa? Kenapa kamu mesem-mesem gak jelas?" Alah, ketahuan deh! Pak Heri malah mengangkat wajahnya. Alhasil, ketahuan deh aku yang lagi asyik menikmati wajah tampannya itu. Aku meleleh, Pak! "Apa? Kamu meleleh?" Anjir! Perasaan gak bilang apa-apa kok, dia bisa denger sih? Apa dia cenayang ya? "Saya tidak ngomong apa-apa kok, Pak!" "Saya denger kamu bilang kalo kamu meleleh barusan, apa maksudnya?" Tanganku menggaruk kepala yang tak gatal. k*****t nih mulut! Kadang suka mengkhianati hati! Suruh dalam hati aja malah nongol keluar, hadeuh! "Maksud saya, rumus-rumus ini bikin otak saya meleleh, Pak!" Jawaban cerdas, Put! Aku bersorak dalam hati. "Oh jelas lah! Kamu seharian ini malah tidur di kelas!" Pak Heri bangkit dari duduknya dan mendekat ke arahku. Duh Pak, hati saya mulai dangdutan lagi ini! "Maaf, Pak! Eh, maksud saya, bagaimana caranya?" "Sini! Yang mana yang kamu gak ngerti?" Telunjukku mengarah pada rumus mengerikan itu. Tapi mataku fokus pada wajahnya. Duh, tolonglah seseorang! Aku terpesona tingkat dewa nih! Mulut Pak Heri mulai komat-kamit menjelaskan rumus ribet yang membuat kepalaku meledak. Tapi yang terekam di otakku hanyalah mulutnya yang nampak seksi saat bicara. Hidungnya yang mancung. Alis tebalnya yang berpadu pas dengan matanya yang menatap tegas. Duh tolong itu bibir jangan pake dijilat kalo lagi ngomong ya? Otakku mulai teracuni nih! Help! Mulut Pak Heri berhenti bergerak, "faham?" "Eh, iya, Pak! Yang ini bagaimana?" Pak Heri diam. Dia menghela nafas. Lalu mendekatkan wajahnya padaku. Aduh, mau ngapain dia? Apa mau menciumku seperti di drama-drama yang ku tonton? Ah, pihak wanita harus memejamkan mata kan? "Ngapain kamu merem? Lihat saya!" Mau cium tapi kok ya galak banget sih, Pak? Aku membuka mataku perlahan. "Kamu suka sama saya?" Glek. Aku tercyduk! "Eng-enggak, Pak!" Lalu telunjuknya mendarat di jidatku. "Bersihkan pikiran m***m kamu, bocah! Belajar yang bener! Kalau tidak, saya akan laporkan kelakuanmu ke orang tuamu!" Pak Heri menjauh dari wajahku. Hufft, akhirnya aku bisa bernafas. Busyet deh! Aku ketahuan!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD