Isabella bangun pada pagi hari yang ditentukan untuk pertemuannya dengan Komite Wanita Mafia. Setelah beberapa hari yang didominasi oleh Sal dan Sisilia, hari ini dia harus menghadapi musuh yang berbeda. Sofia Mancini, istri Under bos dan para wanita lain yang memegang kekuasaan sosial dan intelijen di keluarga.
Isabella memilih pakaian dengan hati-hati setelan rok krem yang elegan dan konservatif dari desainer ternama. Ia ingin terlihat berkelas, tetapi tidak menarik perhatian berlebihan.
Pertemuan diadakan di Country Club mewah di pinggiran kota. Ruangan itu sunyi dan berkesan mahal. Isabella berjalan masuk dan langsung merasakan tatapan menghakimi.
Di tengah meja duduk Sofia Mancini, seorang wanita berusia empat puluhan akhir, dengan rambut gelap yang tertata sempurna dan mengenakan perhiasan yang mencolok. Sofia adalah ratu bayangan di dunia ini dia mengelola dana amal yang besar dan, secara tidak resmi, mengawasi semua istri dan anak-anak keluarga.
"Isabella," sapa Sofia, suaranya halus seperti sutra, tetapi dengan tepi baja yang tajam. Dia tidak berdiri. "Selamat datang kembali. Kami semua terkejut kau kembali setelah... cuti panjangmu."
Isabella mengambil tempat duduk yang ditunjuk, mempertahankan senyum sopan. "Terima kasih, Sofia. Saya kembali ke tempat seharusnya saya berada. Salvatore membutuhkan saya di sisinya."
Seorang wanita di sebelahnya, Lina, yang suaminya adalah seorang Capo tua, menyela dengan nada ingin tahu. "Kami dengar kau kembali dari Sisilia. Negosiasi yang berhasil, kan? Kau pasti sangat pandai berbisnis untuk mendapatkan kepercayaan Giudice setelah perceraian yang begitu cepat."
Itu adalah tusukan yang terang-terangan. Isabella tahu dia tidak boleh membela diri, apalagi menunjukkan kelemahan.
"Saya hanya membantu menyajikan fakta dan angka di meja," jawab Isabella, mengangguk. "Salvatore selalu tahu apa yang terbaik untuk bisnisnya. Dan saya selalu menghormati keputusannya, dulu dan sekarang."
Sofia Mancini tersenyum tipis. "Keputusan. Ya. Kami di sini untuk memastikan bahwa keputusannya adalah yang terbaik bagi keluarga." Sofia bersandar, tatapannya menembus Isabella. "Isabella, pekerjaan kami di komite adalah memastikan semua berjalan lancar, terutama di rumah. Kami tidak mentolerir kebisingan, gosip, atau, katakanlah, ketidaksetiaan."
Ini adalah peringatan yang jelas Sofia tahu tentang perceraian itu dan kini melihat Isabella sebagai ancaman stabilitas Sal.
"Saya memahami sepenuhnya, Sofia," kata Isabella, mencondongkan tubuh sedikit. "Saya menghabiskan dua tahun dengan istri pertama Salvatore, Adriana. Saya tahu pentingnya loyalitas dan disiplin. Loyalitas saya hanya kepada Salvatore, sama seperti loyalitas Adriana."
Menggunakan nama Adriana adalah risiko yang diperhitungkan. Itu mengingatkan Sofia bahwa Isabella setidaknya memiliki koneksi ke wanita yang dihormati oleh keluarga.
Sofia mengangguk perlahan, sedikit rasa terkejut melintas di matanya. "Bagus. Kita akan mulai dengan gala dana amal musim gugur. Kau bertanggung jawab atas daftar tamu kehormatan."
Selama sisa pertemuan, Isabella mengamati para wanita itu. Mereka berbicara tentang dekorasi, sumbangan, dan sekolah anak-anak tetapi di balik setiap kata ada intrik, informasi yang dikumpulkan, dan aliansi yang diperkuat. Isabella menyadari bahwa komite ini adalah jaringan intelijen yang tak tertembus.
Pulang ke penthouse, Isabella merasa lelah secara mental. Dia telah berhasil melewati tantangan pertama.
Malam itu, saat Sal kembali dari pekerjaannya, dia terlihat dingin. Dia langsung ke bar dan menuangkan wiski.
"Aku dengar tentang pertemuan itu," kata Sal, tanpa melihat Isabella.
"Mereka ingin tahu segalanya. Terutama Sofia," jawab Isabella, duduk di sofa.
Sal menoleh, matanya tajam. "Apa yang kau katakan?"
"Aku mengatakan bahwa saya kembali karena Anda membutuhkan saya, dan saya menghormati keputusan Anda. Dan saya mengingatkan mereka bahwa saya mengenal loyalitas dari Adriana."
Sal diam sejenak. Kemudian, dia mengangguk pelan. "Itu jawaban yang cerdas. Sofia tidak bisa menyerang bayangan Adriana." Dia meneguk minumannya. "Tapi jangan percaya pada Sofia. Dia wanita yang berbahaya. Jika dia mencium kelemahan... dia akan menjadi masalah."
Sal mendekati Isabella, menyandarkan tangan di belakang sofa. "Kau melakukan pekerjaan yang sangat baik di luar, Bella. Sal meletakkan gelasnya di meja dan melingkarkan tangannya di bahu Isabella, menariknya ke pangkuannya hingga tubuh mereka bersentuhan. Suaranya berubah, menjadi lebih rendah, dan dipenuhi bisikan kuasa yang dingin.
"Kau tahu, seorang Bos butuh seorang wanita yang bisa membuatnya terlihat hebat di siang hari, dan membuatnya lupa segalanya di malam hari," bisik Sal, napasnya yang hangat menyentuh telinga Isabella. "Kau berhasil membuat Sofia tersaingi hari ini. Kau tahu betapa menariknya hal itu?"
Sal menuntun tangannya menyusuri leher Isabella, sentuhan itu mengirimkan getaran hasrat romantis, yang tak terhindarkan.
"Kau adalah jaminanku, dan kau adalah kehormatanku. Hari ini, kau adalah Nyonya Giordano yang sempurna. Sekarang, saatnya kau melayani Tuanmu di rumah. Tunjukkan padaku mengapa aku membuat kesepakatan itu."
Jari-jari Sal dengan perlahan melepaskan kancing baju, lalu melepaskan kaitan di d**a Bella. Matanya memandangi lekuk indah itu sebelum tangannya memegang kelembutan yang berisi, mengusap dan meremasnya pelan sambil mengecup leher Bella.
Dengan tarikan kuat, Sal menyingkirkan kain yang menghalangi. Ia melepaskan ketegangan di balik celananya. Tangannya segera mengolah area tersembunyi Bella, mengundang kelembapan yang memanas dari dalam. Ia mendekatkan jemarinya ke bibir, mengecap buktinya. "Aku menyukai rasa ini," bisiknya, mengunci momen intim tersebut.
Ia mengarahkan panasnya ke tempat yang hangat dan menyambut. Dengan sekali tarikan napas, ia meluncur masuk. "Kau sangat sempit," bisik Sal, suaranya tercekat. Ruangan itu dipenuhi irama yang cepat dan guncangan yang dominan. Bella mendongak, erangannya menyambut setiap hentakan. "Sebut namaku, Sayang," perintah Sal, menuntut pengakuan mutlak atas rasa yang ia ciptakan.
"Sal!" Bisik Bella tertahan dengan deru nafas memburu. Sal tertawa melihat kemunafikan wanita angkuh ini.Dia berdiri tegak, mengangkat Bella dari sofa. Ia menahan pinggul Bella, menyatukan tubuh mereka dalam irama yang dalam dan dominan. "Berikan semuanya, Bella," bisiknya, suaranya tercekat oleh gairah yang tak terbendung.
Bella menjerit sebuah pekikan pelepasan saat gelombang itu melanda. Tubuhnya bergetar hebat, sepenuhnya terserah pada kekuatan Sal. Sal segera menyatukan bibir mereka. Ciuman itu rakus, sebuah pengakuan atas badai yang baru saja mereka ciptakan.
Isabella tahu kata-kata itu adalah rayuan Giudice - rayuan yang beracun, hak kekuasaan, bukan cinta. Tetapi saat Sal mengangkatnya dan membawanya ke kamar, Isabella tahu dia tidak punya pilihan selain menyerah pada perjanjian kejam tersebut.
Malam itu, saat Sal mengambil apa yang dia anggap sebagai miliknya, Isabella tidak melawan. Dia membiarkan sentuhan Sal sebagai pengingat pahit bahwa di luar pintu, dia adalah Nyonya Giordano yang berkuasa, tetapi di sini, dia masih menjadi jaminan yang harus membayar harga kebebasan orang lain.