*
**
***
The Shape of Water
***
**
*
Cho Kyuhyun menerima piala dengan setengah hati, menjadi juara harusnya membuat ia senang hanya saja berada di peringkat dua membuat ia jengkel. Kyuhyun melirik lelaki di sampingnya yang menerima piala lebih besar serta buket bunga dan sejumlah uang tunai. “Kau lagi.” Bisiknya yang tak mungkin di dengar lelaki itu.
Seusai sesi pembagian hadiah, mereka berfoto bersama dengan para juri dan ketiga orang pemenang dalam singing contest tingkat kota yang diadakan pada hari ini untuk memperingati ulang tahun kota Seoul. Walau enggan Kyuhyun terpaksa bersebelahan dengan sang juara satu yang teramat ia benci. Entah dunia sempit atau bagaimana setiap ada kontes menyanyi ia bertemu lelaki yang bernama Kim Yesung itu, dan sialnya selalu Kyuhyun menjadi juara dua, posisi Yesung sungguh sulit untuk dikalahkan.
Acara resmi berakhir, Kyuhyun dijemput mobil hitam meninggalkan lokasi sementara dilihatnya Kim Yesung menggunakan sepeda motor berjalan ke arah berlawanan. Ia hanya tahu nama lelaki itu, info selebihnya ia bodo amat, bahkan saat bersama di ruang tunggu Kyuhyun enggan memulai percakapan karena rasa iri memenuhi hati.
Sembari mobil yang ia tumpangi bergerak menuju rumahnya, ia memainkan ponsel hanya sekadar membuka social media untuk melepas kebosanan. Lagi-lagi ia mendecih saat halaman di fake account nya memunculkan sebuah post.
Itu adalah foto yang sepertinya diambil seseorang saat Yesung menyanyi hari ini tadi. Kyuhyun membuka komen dan menemukan berbagai macam pujian membanjiri foto itu, beberapa mengucapkan selamat. Kyuhyun menggerakkan jarinya, mengetikkan sebuah kata ‘Worst’ kemudian ia menyimpan ponselnya kembali ke saku celana.
Setelah malam itu, di kontes menyanyi hari jadi kota Seoul setahun kemudian Kyuhyun tak lagi menemukan saingan beratnya mengikuti lomba yang menjadikan ia juara satu. Bukannya senang Kyuhyun justru merasa ada yang kurang, mungkin karena ia ingin menertawakan lelaki itu yang akhirnya kalah darinya.
Sesampainya di rumah, tepatnya kamarnya, Kyuhyun membuka ponsel dan memeriksa akun Yesung namun tak menemukan apapun, updatean lelaki itu tepat 1 tahun lalu saat memenangkan singing contest. Kyuhyun mengernyit, penasaran. Ia menekan kata message, ‘What’s going on? Where are u?’
Di tahun berikutnya, pesan Kyuhyun bahkan tidak ada balasan, akun itu bagai mati ditinggalkan pemiliknya.
***
“Besok aku mulai mengajar eomma.” Lelaki itu tersenyum manis walau lawan bicaranya mungkin tidak melihat namun nada bicaranya seolah memberitahukan. “Iya, eomma tidak usah khawatir.” Yesung mengakhiri pembicaraan dan meletakkan ponselnya ke atas meja.
Seminggu yang lalu Yesung barusaja tiba di Seoul kembali setelah menamatkan gelar Masternya di Australia. Lulus sekolah menengah di umur 15 tahun berkat kepintaran otaknya dan melanjutkan kuliah di Universitas terbaik di Seoul dan mendapat beasiswa ke Australia hingga meraih gelar di usia yang muda, 21 tahun. Terlihat seperti idaman semua orang, bukan? Namun nyatanya Yesungpun kesusahan mencari kerja, sudah beberapa sekolah ia datangi tidak ada satupun panggilan yang menerima ia mengajar di sekolah mereka.
Prestasi tanpa koneksi hanya mempersulit diri. Di zaman sekarang untuk bisa survive kita memerlukan setidaknya 1, entah itu koneksi untuk bisa dimasukkan ke tempat kerja, atau mungkin uang untuk menyogok petinggi. Hanya dengan kekayaan ketampanan atau kecantikan dan kekuasaan kau bisa mempunyai previlage serta dihargai. Ironis bukan?
Untungnya Yesung direkomendasikan salah satu dosennya kepada kepala sekolah Seoul Senior High School untuk mengajar di sana, dan beginilah jadinya, Senin depan Yesung akan mengajar mata pelajaran Bahasa Korea, meski S2 nya mengambil
English Literature tapi S1 Yesung Bahasa Korea.
Semenjak selesai sekolah menengah atas di desa, Yesung merantau seorang diri ke Seoul, ayah ibunya hanyalah petani dan ia anak tunggal, terakhir Yesung mengunjungi mereka saat akan berangkat ke Australia 1 tahun yang lalu dan sampai sekarang belum ada ia pulang kampung, mungkin ia akan ke sana saat liburan semester mengingat jarak dari Seoul ke desa bisa memakan waktu berjam-jam.
Sekarang Yesung duduk di ruang tengah apartemennya yang tak seberapa, uang yang ia peroleh dari hasil kerja sambilan dan memenangkan kontes menyanyi hanya mampu membeli ruangan yang berukuran 5x5 ini, namun cukup untuk dirinya yang tinggal seorang diri.
Yesung membereskan bekas makannya kemudian menggosok gigi, bersiap untuk tidur karena besok merupakan hari pertama ia mengajar.
***
Seoul Senior High School, sekolah swasta tempatnya anak konglomerat mengenyam pendidikan. Rata-rata murid di sekolah itu merupakan anak pemilik usaha-usaha terkemuka di Seoul dan tak sedikit dari anggota parlemen. Gedung sekolah itu besar lagi luas, terlalu luas untuk murid yang tidak sampai ribuan. Terdapat gedung utama dimana murid belajar yang juga ada kantor guru di lantai 1, lantai 2, 3, dan 4 merupakan kelas. Lapangan basket dan futsal di belakang sekolah, dan beberapa ratus meter dari pagar belakang sekolah terdapat asrama bagi murid yang mau menginap.
Ada aturan khusus di sekolah ini yang mungkin tidak ada di sekolah lain, dimana pada hari tertentu mereka boleh memakai pakaian bebas. Hari senin semua siswa wajib memakai seragam putih yang disediakan sekolah, selasa rabu dan kamis segaram khas yang menunjukkan Seoul Senior High School dan Jum’at adalah hari pakaian bebas itu, dimana ajang fashion show akan berlangsung, murid-murid perempuan akan memakai pakaian terbaik branded mereka, menata rambut ke salon dan bagi para pria akan jadi ajang adu sneakers.
Dikarenakan kesenjangan social yang teramat tinggi inilah, SSHS tidak mengadakan beasiswa, baik jalur prestasi maupun yang lainnya. Sekolah ini secara terang-terangan dibangun untuk anak orang kaya, uang bulanan yang murid bayarpun tidak main jumlahnya, namun itu sesuai dengan kualitas sarana prasarana pendidikan maupun guru yang memang professional dan perkopentensi sesuai dibidangnya.
Pukul 06.30 dan nampaknya Yesung terlalu pagi ketika turun dari taksi dan menghampiri gerbang sekolah, disana sudah ada satpam yang berjaga, Yesung menghampiri satpam itu. “Aku guru baru di sini, Kim Yesung.” Ucapnya memperkenalkan diri, satpam itu tersenyum ramah dan membuka gerbang menggunakan remot saking besarnya gerbang sekolah ini. Yesung masuk dan berjalan hingga mencapai pintu utama yang tidak dikunci.
Kantor guru berada di lantai 1, yang mana kantin juga terletak di lantai ini. Untuk menuju ke lantai atas disediakan lift serta tangga darurat. Yesung menuju salah satu pintu yang di atasnya bertuliskan kantor guru, bersebelahan dengan ruang TU. Setelah masuk Yesung mengernyit bingung, di dalam kantor itu terdapat banyak pintu yang sepertinya ruangan untuk para guru-guru, dan di ujung sana adalah ruang kepala sekolah.
Masing-masing pintu itu bertuliskan nama-nama guru dan mata pelajaran mereka, beberapa dari nama itu adalah nama orang luar. Namun Yesung tak menemukan namanya dari banyaknya nama di sana. Suara terdengar dari pintu masuk, itu adalah kepala sekolah dan Yesung mengenalnya karena sebelum berangkat ia mengabari lelaki itu terlebih dahulu. “Wow, tak ku sangka kau nampak lebih muda dari di videocall.” Leeteuk tersenyum sambil menepuk pundak Yesung. “Kebetulan sekali guru Bahasa Korea kami berhenti setelah melahirkan, dia bilang mau focus mengurus anak.” Mulai Leeteuk dan memberikan aba-aba agar Yesung mengikutinya. “Terimakasih mau menerima saya di sini, Leeteuk-ssi.” Leeteuk terkekeh. “Berterima kasihlah pada dosenmu itu, dia adalah teman akrabku.” Yesung membungkuk hormat.
“Nahh, ini ruanganmu Yesung-ssi. Nanti nama serta mata pelajaran yang kau pegang akan menyusul.” Ucap Leeteuk sambil membukakan pintu. “Terima kasih.” Sekali lagi Yesung membungkuk. “Kami disini saling menghargai privasi, jadi semua guru punya ruangan sendiri…” Leeteuk menyerahkan kunci ke tangan Yesung. “… dan kuncinyapun dipegang oleh guru-guru itu.” Yesung menerima kunci tersebut sambil mengangguk paham. “Tapi jangan takut hilang,aku mempunyai duplikatnya.” Yesung mengangguk lagi. “Oh iya, sebelum masuk kau harus absen dulu, di depan pintu masuk kau lihat finger print kan?”
“Baiklah, saya mengerti.” Yesung tersenyum.
“Yasudah, jika ada yang ingin kau tanyakan ketuk saja ruanganku.” Leetetuk menunjuk pintu di ujung ruangan ini. “Saya tinggal dulu, kalau kau ingin melihat-lihat boleh saja.” Leeteuk berlalu setelah Yesung membungkuk hormat padanya.
Yesung memasuki ruangan yang baru baginya, di atas meja sudah ada buku Bahasa Korea untuk kelas 12, dan di samping buku itu terdapat computer. Di dalam ruangan yang bahkan lebih luas dari kamarnya ini menyediakan lemari serta sofa.
Setelah membereskan barang-barangnya Yesung meninggalkan ruangan, memutuskan melihat-lihat sekolah ini. Ia menaiki lift menuju lantai teratas, sesampainya di sana hanya kosong, setiap lantai cuma memiliki 6 ruangan, 3 di sisi kanan dan 3 di sisi kiri, Yesung berjalan perlahan, mengintip dari jendela kelas, terdapat 20 kursi di 3 kelas, sementara 3 ruangan lainnya adalah lab Bahasa, lab praktik dan 1 ruangan yang lebih kecil merupakan gudang.
Yesung memutuskan masuk ke salah satu kelas yang ternyata tidak dikunci, dari atas sini ia bisa melihat lahan yang luas, karena kebetulan sekolah ini meski di Seoul tapi berada di lahan yang jauh dai hiruk pikuk perkotaan.
Lama Yesung merenung di ambang jendela kelas sampai tak merasa seseorang memasuki kelas itu, lelaki yang baru masuk mengamati Yesung dari belakang. “Heiii…” Yesung tersentak seketika. “… apa kau murid baru?” Yesung diam tanpa bebalik. “Senin bukanlah hari dimana kau bisa memakai pakaian bebas…” Kali ini Yesung menghadap suara itu, menemukan lelaki tampan lebih tinggi darinya memakai seragam dan jas khas SSHS.
Lelaki itu terdiam, merasa tak asing dengan sosok di depannya ini. Lama mereka saling tatap hingga Yesung keluar kelas saat ruangan itu perlahan mulai diisi beberapa murid yang lain. Meninggalkan lelaki yang masih saja diam ditempatnya. “Dia?” Gumamnya sambil berbalik, namun tak menemukan Yesung lagi.
***
Pukul 7 tepat saat semua siswa berbaris teratur di halaman depan untuk upacara. Bendera dinaikkan diiringi dengan lagu kebangsaan Korea Selatan, semua tangan kanan siswa di d**a kiri sambil menyanyikan lagu.
Kyuhyun berada di barisan paling depan, tatapannya bukan mengarah pada bendera seperti teman-temannya melainkan ke barisan guru, dimana ia menemukan sosok familiar baginya. “Apa-apaan, dia guru atau apa?” Gumam Kyuhyun ternyata didengar teman di sampingnya. “Hah? Siapa?” Tanya Lucas, Kyuhyun tidak menjawab.
To Be Continue