6. Mimpi Buruk

728 Words
"Jadi, kamu bakal jauhin Zidan kan? Aku gak mau kamu deket sama cowok la-" "Ihh kak Aris juga kenapa sama cewek itu terus? Kak Aris suka kan sama dia?" Allisya menyela ucapan Aris, ia ingin tau cewek yang selalu bersama kekasihnya itu. Teman satu organisasi tapi selalu lengket kemana-mana. Pikiran Allisya jadi tidak tenang. Skakmat! Aris diam. Sebenarnya Yeni memiliki kekasih, tapi gadis itu lebih nyaman dengannya. Yeni sendiri yang mengatakan hal itu kemarin. Flashback on Di perpustakaan, Aris dan Yeni duduk berhasapan. Keduanya hanya mengobrol, tidak untuk membaca buku. Tapi Yeni yang meminta Aris untuk berbicara suatu hal yang sangat penting. Aris yang ingin tau Yeni ingin mengatakan apa, tapi tangan Yeni dengan lancangnya menyentuh jemarinya. Tangan yang begitu hangat, bahkan hati Aris sedikit tenang sebelumnya ia ingin memarahi Yeni karena lancang. "Aku nyaman sama kamu. Tapi, karena aku punya pacar, jadi aku tau batasannya. Aku tidak pernah mendapatkan perhatian dari dia. Selalu aku sendiri yang berjuang dengan cintanya," Yeni memandang Aris lekat, tatapannya sendu. Sangat sedih karena pacarnya tidak pernah peduli, hanya Aris yang selama ini mengisi hari-harinya yang begitu sepi. Aris menjauhkan tangan Yeni. "Maaf, ini gak bisa. Kita cuman teman Yeni. Dan, aku harus menjaga hati Allisya. Kemarin, dia menangis dan marah sama aku. Kamu juga harus tau, aku sendiri udah janji sama orang tuanya buat Allisya bahagia. Sekali lagi, maaf Yen," Aris merasa tidak enak, apalagi menyadari perubahan raut wajah Yeni yang sedih dan menunduk. Pastinya perasaan gadis itu hancur sekarang. Tapi mau bagaimana lagi? Lagipula hatinya tidak ada rasa tertarik dengan Yeni. Sekarang, Aris tau alasannya mengapa Yeni memilihnya menjadi teman tapi nyaman? Mulai detik ini juga ia sedikit menjaga jarak dari Yeni. Aris tidak mau hati Allisya tersakiti lagi seperti kemarin. Flashback off Allisya terdiam, setelah mendengar penjelasan Aris hatinya sedikit lega. Ternyata Aris masih bisa menjaga perasaan-nya. "Kak Aris, maaf ya? Aku kira kak Aris suka sama itu," Allisya malas menyebutkan namanya, membuat mood-nya hari ini buruk. Siapa yang tidak marah jika miliknya dekat dengan yang lain? Terutama Aris yang nantinya akan menjadi suami, bukan pacar lagi. Membayangkan momen pernikahan, senyuman Allisya terbit di bibirnya. Aris mengacak surai Allisya. "Iya, gak apa-apa. Kamu mau ikut organisasi gak?" tanya Aris menawarkan, daripada Allisya terus cemberut lebih baik mengajak gadisnya sekalian dalam satu organisasi. Allisya menggeleng. "Aku gak faham kak hehe. Lagian mama juga pasti gak bakalan setuju kalau-" "Allisya! Maaf ya? Aku tadi ada urusan bentar," suara Zidan yang lantang itu menyela ucapan Allisya. Zidan datang dengan nafas tersengal, ia telah berlari menempuh beberapa kilometer setelah mengantarkan adiknya pulang daripada harus berkeliaran di kampus yang akan merepotkam dirinya sendiri. "Darimana kak? Marahin adiknya ya? Gak nangis kan?" tanya Allisya penuh khawatir, tapi ucapannya itu mampu membuat Zidan terdiam mati kutu. Benar, cowok itu telah membuat seorang anak kecil menangis dengan memaksanya pulang. "E-itu" Zidan sangat gugup, matanya melirik ke arah lain menghindari tatapan Allisya yang menyipit curiga. Apakah aksinya tadi di ketahui Allisya? Kalau begini, ia tidak tau harus menjelaskannya bagaimana. Yang pastinya Allisya sangat kecewa. "Gak sya, tadi adikku sendiri yang-" Allisya beranjak dari duduknya. "Cukup ya kak! Kasihan adik kak Zidan tadi nangis. Padahal dia kesini cuman kangen. Aku kira kak Zidan baik, tapi-" mata Allisya berkaca-kaca, karena ia kira selama ini Zidan adalah lelaki yang paling baik menurutnya melebihi Aris. Tapi setelah kenyataan menampar hati kecilnya bahwa inilah Zidan, di belakang semua orang yang pandai memasang topengnya. "Ayo pulang aja sya," Aris menarik tangan Allisya dan menggenggam jemarinya. "Daripada disini, panas banget rasanya. Gak jadi makan deh," nada Aris sedikit menyindir Zidan, reaksi cowok itu mendelik tajam ingin menghajar Aris tapi sadar ada Allisya. 'Sabar, kalau aku bikin keributan disini yang ada Allisya tambah benci sama aku,' batin Zidan menahan amarahnya. Pasti Aris di balik semua ini sampai Allisya mulai menjauh darinya. Hatinya tidak rela, karena Allisya adalah perempuan yang selama ini ia cari dan idamkan. *** Allisya duduk sendirian di taman. Gelap, dan ia sedikit takut hanya dirinya saja. "Apa aku telepon kak Aris aja ya?" tanya Allisya sedikit ragu. Pastinya akan menganggu Aris, tidak pasti sangat merepotkan. "Gak deh," Allisya membatalkan niatnya. Pasti Aris sekarang sudah tidur nyenyak dan kelelahan. Kembali sendirian lagi, malam yang semakin gelap itu semakin menambah suasana mencekam dan horor bagi Allisya. Matanya menelisik sekitar berhati-hati jika ada sosok lain yang mucul dan mengejutkannya. Ah, tidak ia terlalu berlebihan memikirkan itu. BRAK!! Allisya sontak menoleh meluruskan pandangannya, tepat di depan matanya sebuah truk menabrak seseorang. Langkahnya bergegas menghampiri sang korban. Allisya melihat truk itu, dan anehnya tidak ada pengemudi di dalamnya. Kosong. Lalu, bagaimana bisa truk itu melaju sendiri tanpa ada yang mengendalikannya? Tatapan Allisya beralih pada... Matanya terbelalak saat menyadari itu adalah Aris yang kini bersimbah darah dengan mata terpejam. Allisya panik, ia menepuk kedua pipi Aris. "Kak! Kak Aris!" suaranya bergetar ingin menangis. "Kak Aris bangun! Kak Aris pasti kuat." Tapi tak ada jawaban. Allisya mencoba memastikan detak jantung Aris melalui pergelangan tangan bagian tengah yaitu pembuluh nadi. Allisya merasakannya, tidak ada. "Kak Aris? Kakak gak ninggalin aku kan?" Allisya memastikan pernafasan Aris, sudah tidak ada. Allisya membekap mulutnya, mengapa langsung terjadi secepat ini? Bahkan dirinya tidak mengetahui ada Aris disini. Rasa menyesal karena terlambat menyelamatkan kekasihnya itu. "Kak?" sekali lagi Allisya memanggil Aris. Siapa tau keajaiban datang dan menyadarkan cowok itu sekarang juga. Tetap sama, Aris-nya telah tiada. Allisya menangis sesenggukan. Ini mustahil, waktu yang begitu singkat mengambil satu sumber kebahagiaannya. Sungguh tidak adil rencana Tuhan. Allisya memeluk tubuh Aris yang sudah di penuhi dengan darah. Tak peduli bajunya kotor, ia ingin mendekap tubuh itu selama mungkin sebelum akhirnya pergi ke tempat asalnya dan tidak akan pernah bisa untuk kembali. *** Selena hanya menggeleng heran melihat Allisya yang nangis dengan mata terpejam. Bahkan anaknya itu memanggil nama Aris terus-terusan. "Pasti sebelum tidur gak baca doa nih. Allisya, sampai kamu kayak gini nangis-nangis. Mimpiin apa sih sama Aris? Jadi penasaran deh," Selena menyibak gorden agar sinar matahari menyelinap masuk. Saatnya membangunkan Allisya, rasanya tidak tega melihat anaknya sedih. Selena menepuk kedua pipi Allisya. "Nak? Ayo bangun. Kamu harus mandi siap-siap ke kampus," dengan suara lembutnya Selena membangunkan Allisya. Dan.. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD