13. Bahagia Allisya

1098 Words
"Makasih sya. Kamu gak makan juga?" Allisya menggeleng. "Kalau udah dengar suara kak Aris, aku kenyang," senyuman Allisya terukir indah. Betapa bahagianya bisa mendengar suara Aris meskipun sebentar, tapi membekas lama sebagai obat rindu karena sebuah jarak yang jauh. "Masa sih? Kamu pinter banget gombalnya," hati Aris merasa nyaman, Allisya memang manis dengan caranya sendiri. Aris berjanji tak akan mengecewakan Allisya lagi. Sudah cukup haru itu saja ia menyaksikan air mata Allisya untuk pertama kalinya. Malam itu dengan berbeda waktu siang saja keduanya bertukar cerita. Bahkan Allisya tidak keberatan menceritakan semua aktifitasnya pada Aris, cowok itu pendengar baik. Allisya suka itu. *** Alvian turun dari motornya, menjemput Allisya untuk berangkat ke kampus bersama memang tujuannya di pagi hari yang cerah ini. Bukan modus, perasaan lebihnya itu sudah hilang. Allisya ia anggap sebagai sebatas sahabat bukan lebih seperti pacar atau gebetan. "Alvian? Nunggu Allisya ya?" Selena yang sedang menyirami tanaman hiasnya itu menyapa Alvian baru saja sampai di halaman rumahnya. "Udah lama banget kamu gak pernah kesini. Apa kabar?" Selena sangat merindukan Alvian, terutama cowok itu adalah sahabat masa kecilnya Allisya mengisi masa anak-anaknya dengan bermain. "Aku sibuk mengurus bisnis baru ma. Maaf jadinya jarang kesini dan gak ada kabar," Alvian merasa tidak enak pada Selena, pasti kehadirannya di harapkan setelah menghilang berbulan-bulan lamanya. "Masuk aja. Allisya pasti lagi sarapan sama ayahnya." Alvian mengangguk. Rasanya tak sabar melihat senyuman indah itu di pagi harinya ini. Di meja makan, Allisya dan Allister sarapan. Tak ada yang membuka obrolan. Allisya sangat lapar sampai menghabiskan 4 lembar roti sekaligus. Allister yang melihat itu menggeleng heran. "Gak apa-apa makan yang banyak biar kamu gak sakit sya," Allister tersenyum senang. Asalkan Allisya tidak telat makan lagi. "Selamat pagi Allisya cantik," sapa Alvian ramah dan duduk di sebelah cewek itu. "Al! Kangen banget tau," Allisya memeluk Alvian. Sehari meskipun bertemu Alvian, ia tetap merindukan cowok itu terutama tak ada kabar setelah beberapa bulan lamanya. Alvian terkekeh. "Kangen banget ya? Pasti lah, aku aja ganteng banget. Makannya kamu sampai rindu berat sama aku," dengan percaya dirinya Alvian mengatakan itu dan menyugar rambutnya agar semakin terlihat cool di mata Allisya. "Masa sih? Emang ada cewek yang suka sama kamu?" tanya Allister menggoda Alvian, pasti jawabannya tidak ada dan cowok itu diam tak bersuara. "Gak ada yang tertarik sama Alvian yah. Dia aja galak banget sama semua cewek. Terutama sama Kaila, gak pernah akur selalu aja berantem," sahut Allisya mendapar cubitan gemas dari Alvian. "Jangan di pipi Al! Merah kan," Allisya mengusap pipinya. "Biarin! Aku emang gak suka sama Kaila. Dia gak bisa sabar kayak kamu sya. Maunya kamu aja," Alvian merajuk. Hanya Allisya yang bisa memahami hatinya. Tidak untuk yang lain. Tapi siapa tau ucapan Alvian itu membuat hati Allisya gelisah. Takut. Jika perasaan itu muncul lagi dari Alvian. Ia tak mau persahabatan hang sudah terjalin sejak lama hancur hanya karena jatuh cinta. Allisya menatap wajah Alvian beberapa saat. Pancaran kebahagiaan dan senyuman itu membuat hati Allisya merasa bersalah setelah menyuruh Alvian agar melupakan perasaan terlarang itu. Alvian sudah ia anggap sebagai seorang kakak. "Sama. Aku juga maunya sama kamu Al," tapi sebagai sahabat dan kakak lanjut Allisya dalam hatinya. Tak ada keberanian sedikit pun untuk mengatakan kata-kata itu, ia takut senyuman Alvian hilang dan mengingat masa lalu itu lagi dimana berharap perasannya terbalaskan namun di kecewakan karena ada hati yang harus dijaga. "Ehem! Awas baper," Allister berdehem. Allisya dan Alvian salah tingkah berpaling menyembunyikan rona merah di pipinya. "Udah ah, aku kenyang. Berangkat dulu ya yah," pamit Allisya dan salim pada Allister. *** Baru saja sampai di kampus, beberapa mahasiswi itu menyapa Alvian dengan menggodanya. Bahkan Alvian di tarik tangannya. Dan Allisya bingung harus bagaimana. Padahal kemarin Alvian tidak ada yang tertarik di mata para perempuan kampus. Tapi sekarang? Sangat aneh, tidak ada hujan dan angin tiba-tiba Alvian jadi rebutan. "Kamu ganteng banget sih!" salah satu mahasiswi itu bergelayut manja di tangan Alvian dan bersandar di bahunya. Sangat genit dan gatel kalau kata Kaila. Semoga saja cewek itu tak melihat kehebohan ini. Alvian menepis tangan nakal itu dan berusaha menjauh dari gerombolan manahsiswi tapi mereka selalu mengikuti setiap langkahnya. "Ya ampun mimpi apa gue semalem kok di kejar cewek? Padahal kemarin gak ada," Alvian menggerutu kesal. Ia harus cepat mencari tempat bersembunyi dari para mahasiwi yang kelaparan dengan ketampanan-nya itu. Secepatnya! Kalai tidak bisa di tangkap dirinya. Di rooftop kampus. Benar, Alvian memilih tempat itu sebagai persembunyiannya. Setelah di pastikan tak ada lagi mahasiswi yang mengejarnya, Alvian bisa bernafas lega. Akhirnya terbebas juga. "Kenapa ya? Apa wajah gue hari ini ganteng banget sampai mereka baru nyadar? Ck, capek," Alvian duduk di kursi panjang mengatur nafasnya yang tersengal seperti di kejar hantu di malam jumat kliwon saja. Ting! Sebuah notifikasi dari Allisya. Pasti cewek itu mencari keberadaannya. Allisya my friends Kamu dimana Al? Kok tiba-tiba ngilang aja? Gak lagi main petak umpet kan? Alvian tersenyum, Allisya sangat mengkhawatirkannya sekarang. Hatinya merasa senang di perhatikan Allisya. Andai saja cewek itu adalah kekasihnya sekarang, pasti Alvian akan sangat berjanji membahagiakan Allisya dan tak akan pernah memberikan kesedihan sedikitpun dan mengecewakan-nya. Anda Aku di rooftop. Tapi kamu jangan kesini sya. Nanti kalau mereka tau keberadanku gimana? Bisa habis di jadiin rebutan sama mereka karena ketampanan aku yang tiada tara Alvian mengetik itu dengan senyuman cerianya. Pasti sekarang Allisya cemberut dengan kepercayaan dirinya yang begitu tinggi. Allisya my friends Ya udah, disitu aja sampe aku selesai ada kelas. Baik-baik ya kamu disana. Makan aja anginnya sampai kenyang Alvian menatap ponselnya datar. Allisya senang dirinya kelaparan memang. Tapi tak apa, emoticon itu pasti mewakili perasaan Allisya yang senang. *** "Eh! Kai! Kok lo ambil es teh gue sih!" Aqila tidak suka, padahal ia dengan susah payahnya mengantri membeli es teh dan Kaila meminumnya hingga habis tak tersisa. "Pedes banget la seblaknya," Kaila meletakkan kembali gelas kosong itu di depan Aqila. "Maaf ya," Kaila menyengir tanpa dosa. "Alvian mana?" Kaila tak ingin ribut dengan Aqila yang nantinya tak ada habisnya. "Rooftop," bisik Allisya lirih. "Ngapain disana?" Kaila heran, tak biasanya Alvian ke tempat itu sendirian. "Ngelamun kali," sahut Aqila masih dengan wajah kesalnya karena es teh-nya habis. "Habis di kejar sama cewek-cewek kampus tadi. Katanya ganteng banget." "Ganteng dari Hongkong? Alvian itu biasa aja," Kaila benar-benar membenci Alvian sejak pertama kali kenal. Cowok itu menyebalkan, selalu saja tak mau mengalah untuknya. "Gue ganteng," suara berat itu membuat Kaila terdiam membisu tak berkutik. Tapi Alvian memakai masker, bukan masker wajah ya. "Lo?" Kaila menggeser posisi duduknya. "Gak usah pede! Gak ada gantengnya sama sekali! Lo aja nyebelin." "Oh jadi kalau gue gak nyebelin lo bakal bilang ganteng? Ok deh," Alvian tersenyum di balik maskernya. "Kayaknya kamu pakai itu aja deh kalau ke kampus. Biar gak jadi rebutan mahasiswi lagi," Allisya menyarankan, lagipula tak akan tau Alvian memakai masker. "Bener juga kamu sya. Ok deh, mulai sekarang aku bakalan pakai masker biar gak ada yang ngenali wajahku. Tapi kalau kamu pasti tau," Alvian mengedipkan kedua matanya. Sangat manis dan imut di mata Allisya. Tapi tidak untuk Kaila dan Aqila. "Gak usah gombalin Allisya! Di hajar kak Aris tau rasa lo!" seru Kaila menggebu, ia menyimpan dendam kesumat dengan Alvian. "Ini yang namanya Al-aduhh sakit!" Kaila yang berniat membocorkan identitas Alvian pun kakinya di injak oleh cowok menyebalkan itu. "Rasain tuh sakitnya!" umpat Alvian kesal. Aqila dan Allisya terkekeh. Keduanya memang tak pernah akur. Di meja lain, ada Daniel dan Luna yang melihat kebahagiaan itu. Luna tidak suka dan Daniel ikut senang melihat senyuman Allisya lagi meskipun dari jauh. 'Gak boleh Allisya bahagia. Dia harus menderita,' batin Luna kesal. Rasanya belum puas membuat Allisya menangis setelah Daniel menjadi miliknya. 'Asalkan kamu selalu senyum aku akan senang sya,' batin Daniel dalam hati. Dulu senyum itu menjadi alasannya bahagia, tapi sekarang bukan lagi dan tugasnya sudah selesai. Daniel tak ingin melihat air mata Allisya karenanya. 'Liat aja lo sya. Besok bukanlah hari kebahagiaan lo,' Luna mempunyai suatu rencana untuk Allisya, terutama Aris yang sebentar lagi akan pulang ke tanah air. *** "What?!" Zahra memekik kaget. Rencana Luna memang berlebihan. "Lun, gue gak setuju," Zahra menggeleng. Menurutnya itu terlalu berbahaya. "Jadi lo gak mau uang? Ya udah," Luna menarik kembali koper besar yang tadinya di depan Zahra. "Eh! Jangan! Itu punya gue!" Zahra menarik lagi koper berisi uang 10 juta itu. Ia sangat membutuhkannya. "Jadi lo hanya menghubungi staf bandara Perancis yang udah gue kasih nomornya. Inget! Jangan biarkan Aris selamat," Luna memberikan note kertas yang bertuliskan deretan nomor. Zahra mengangguk faham. "Ok. Lo tenang aja, semua bisa diatur." "Sip. Makasih, gue benci liat Allisya bahagia. Sekali-kali dia itu harus nangis menderira," Luna tersenyum licik, memang tidak ada lelahnya membuat Allisya hidup sengsara. 'Kalau bukam demi uang, gue gak mau menghilangkan nyawa banyak orang. Tapi tetap aja, semua ini rencana lo. Bukan dari gue,' batin Zahra, ingin menolak tapi uang itu sangat penting untuk biaya hidupnya yang sebatang kara. Jika suatu saat nanti kejahatan Luna terungkap, Zahra lebih baik memilih kabur sejauh mungkin daripada di tangkap dan sama-sama masuk dalam dinginnya jeruji besi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD