12. Senyuman Allisya

1190 Words
"Halo Allisya cantik!" sapa Alvian dengan cerianya dan bersemangat. Seketika Allisya menoleh dan mendapati Alvian, satu kampus? "Kamu? Kuliah disini juga?" Allisya tak bisa menyembunyikan rasa senangnya, setelah larut dalam kesedihan karena berpisah dengan Aris untuk sementara waktu sekarang Alvian satu kampus dengannya. "Ya dong. Tapi baru masuk hari ini. Kamu tau kan sya orang tuaku sibuk kerja dan aku buat bisnis toko roti itu sendiri buat biaya kuliah dan hidup aku," Alvian memilih duduk di sebelah Allisya. "Minggir lo! Geseran dikit sana. Duduk kok disini!" Alvian menatap Kaila sinis, cewek itu sedikit gendut dan menghabiskan tempat duduk. Kaila mendengus kesal. Alvian menyuruhnya pindah dengan mudahnya padahal ialah yang pertama kali duduk di singgahsana itu. "Gak usah ngusir gue dong. Dateng-dateng malah marah-marah gak jelas," ketus Kaila namun akhirnya pindah tempat duduk juga. "Kenapa gak dimakan sya? Gak laper ya?" Alvian menatap mie ayam Allisya yang masih utuh. Pasti sahabatnya itu memikirkan Aris yang jauh disana. Ah cowok itu selalu membuat Allisya sedih. "Ini mau aku makan Al," Allisya memaksakan senyumannya. Alvian tidak boleh tau hatinya yang sedih memikirkan Aris. "Udah lama ya kita gak ketemu. Ya meskipun kemarin itu baru melepas rindu," Alvian tersenyum pada Kaila, cewek itu menunjuk dirinya dengan sendok. Entah apa yang akan di lakukan. Tapi Alvian senang melihat Kaila kesal karena ulahnya. "Apa sih lo liatin gue?" ketus Kaila, ia langsung marah. Tatapan Alvian itu menggodanya! "Lo cantik," puji Alvian. "Gombal!" Kaila semakin emosi. Percuma saja Alvian merayunya karena hanya Arif yang bisa meluluhkan hati dinginnya. "Udah dong jangan marah gitu kai. Kalau lo beneran suka nantinya sama Alvian?" Aqila menggoda Kaila, sangat menyenangkan. Lihatlah wajahnya sekarang memerah menahan amarahnya. Kalau saja bukan kantin, sudah habis Alvian di tangan Kaila. "Gak akan!" bantah Kaila tak mau tau. "Cuman kak Arif yang ada di hati gue. Bukan Alvian yang genit ini!" Kaila menunjuk Alvian dengan sendok yang ia genggam. "Genit? Gak ya. Ngapain juga godain cewek. Modelan kayak gitu mana bisa setia dan nepati janjinya. Bulshit," kesal Alvian, ia teringat dengan Daniel yang menyakiti Allisya. Cowok itu tidak seharusnya di pertemukan dengan perempuan sebaik Allisya. "Masa sih?" Kaila menoel dagu Alvian. Selama ini tak ada satu perempuan yang tertarik dan mendekati Alvian. Mungkin karena sifat cowok itu yang dingin dan sensitif. Alvian menepis tantan Kaila yang nakal itu. "Apa sih?" "Gitu aja cemberut," Kaila sedikit menggeser duduknya menjauhi Alvian takutnya ia di makan. "Sya, nanti kita jalan-jalan ya?" Alvian beralih menatap Allisya. Berharap dengan rencananya ini Alliysa bisa melupakan Aris sedikit. Allisya mengangguk. Dengan senang hati ia menerima tawaran Alvian asalkan pikirannya tidak terlalu berpusat pada Aris yang berujung rasa sedih dan rindu tiada hentinya. "Sama Aqila dan Kaila ya?" Alvian merasa keberatan jika duo woman itu diajak. Aqila yang sedikit pemarah dan Kaila yang galak. Keduanya sama-sama sensitifnya. "Gak," tolak Alvian mentah-mentah. "Heh! Siapa juga yang mau jalan sama lo. Geer banget," Kaila memukul Alvian sampai cowok itu meringis, Kaila terlanjur kesal. Ia juga bisa jalan sendiri tanpa perlu dengan Alvian tentunya, tapi kalau Arif tentu sangat boleh. "Percuma! Gue sama Kaila jadi obat nyamuk!" sahut Aqila menggerutu. Aqila dan Kaila masih berselisih dengan Alvian. Allisya tersenyum melihatnya, Alvian sampai kewalagan menanggapi keduanya. *** Alvian mengajaknya ke mall, karena ia tau pasti Allisya menyukai barang-barang baru dan branded untuk di bawa pulang tapi jangan borong dompetnya tidak sanggup. "Kamu mau beli apa sya?" tanya Alvian melihat sekitarnya, sampai Allisya lupa dengan kehadirannya. Langkah Alvian memelan, pasti gadis itu sekarang sedang terpukau dengan barang yang cantik dan menggiurkan untuk di beli. "Aku mau makan dulu aja Al. Laper." Daniel dan Luna sedang duduk berdua makan dan Luna yang menyuapi Daniel. Katanya agar romantis dan membuat semua orang iri dengan kebucinannya. "Sayang," panggil Luna manja. Ia sudah resmi menjadi pacar Daniel. Meskipun hanya sebagai kekasih, tapi yang terpenting Luna memiliki hati Daniel sepenuhnya. Allisya yang mendengar suara itu menoleh. Kenapa kebetulan ada dua orang itu? "Al, kita pulang aja ya? Aku udah kenyang," Allisya menghentikan langkahnya. Ia tak ingin duduk di dekat Daniel, meskipun hanya tersisa satu meja makan. "Eh ada Allisya mantan terburuk kamu. Sini dong gabung sama kita berdua," ajak Luna sok baik setelah menekan kata terburuk tanpa memikirkan perasaan Allisya. "Dia bukan mantan terburuk . Tapi terindah," Daniel tersenyum pada Allisya. "Sayang! Lupain aja deh. Lagian Allisya udah gak cinta lagi sama kamu," Luna tidak suka Daniel kembali lagi dengan Allisya. Semua rencananya untuk merebut Daniel dari Allisya pun akhirnya membuahkan hasil sekarang. "Aku masih cinta sama Alliysa," ungkap Daniel dengan jujur. "Gak. Aku cintanya sama kak Aris," bantah Allisya emosi. Sekarang Daniel pasti menyesalinya karena memutuskan hubungan dengan mudahnya tanpa berpikir panjang. Alvian tak mengerti, ia hanya ingin Allisya senang justru bertemu dengan Daniel. "Pulang aja yuk sya?" Alvian tak ingin Allisya kembali sakit hati karena Daniel. "Sini. Aku kangen sama kamu," Daniel melambai mengajak Allisya duduk di sebelahnya yang kosong. Luna tidak terima. Enak saja Allisya satu meja dengannya dan Daniel, bisa kacau kencan pertamanya gara-gara cewek lugu itu. "Gak bisa! Cari aja tempat makan lain. Jangan disini lagi," ketus Luna tak mau tau. Yang terpenting Allisya harus pergi dan Daniel tidak terlalu merayu cewek itu, hatinya bisa kebakaran pohon kalau begini. "Heh mama lampirku tadi ngajak Allisya buat duduk bareng. Eh ada Allisya mantan terburuk kamu. Sini dong gabung sama kita berdua," Alvian menirukan suara Luna dengan lesu tak bersemangat karena belum makan siang ini jadi butuh asupan dulu. "Itu tadi. Sekarang gak!" "Males gue sama dia. Bikin naik darah aja. Ayo sya, panas banget disini pingin siram air dingin biar adem," Alvian menatap Luna sinis, cewek itu sama saja dengan Kaila galaknya. "Maksud lo apa ha? Mau siram gue?" Luna beranjak dari duduknya menantang Alvian. Tak ingin memperkeruh suasana, Allisya mengajak Alvian pergi dari tempat itu. Hatinya tak sanggup ketika Daniel dengan mudahnya menerima Luna padahal cowok itu masih mencintainya. *** Es krim, adalah makanan manis membuat hati Allisya tenang. "Tadi aku gak tau kalau ada mereka," Alvian merasa bersalah. Pasti hati Allisya sangat sedih, lagi meskipun bukan Aris alasannya. Alvian menatap Allisya, hingga... "Kayak badut itu ih masa ada vanila es krim di hidung kamu?" Alvian menunjuk hidung Allisya. Sontak Allisya memukul Alvian kesal, ia bukan badut! "Nyebelin kamu. Kenapa gak ada tisu? Kan bisa di-" Allisya terdiam ketika tangan Alvian yang mengusap hidungnya menghapus vanila es krim itu. "Senyum. Udah gak ada lagi vanila es krimnya. Biar sama kayak badut." Allisya sangat kesal. "Aku bukan badut Al!" ia mencubit Alvian gemas. "Sakit sya!" Alvian menghindar. Tapi bukan sakit sesungguhnya yang ia rasakan, melainkan senang karena Allisya tidak mengingat Aris dan Daniel hari ini meskipun hanya sebentar. Allisya tertawa melihat Alvian yang kesulitan berlari menghindarinya. "Kamu larinya jangan cepet dong. Aku capek," Allisya berpura-pura, ia menghentikan langkahnya. Alvian menoleh, merasa bersalah membuat Allisya kelelahan. "Ya udah sini aku gendong." "Emang boleh?" Allisya sumringah senang. "Bolehlah buat Allisya yang cantik." Setelah itu, Allisya merasa senang dan bebas. Alvian memang tau kebahagiaan sederhana-nya. Hanya Alvian, sahabat yang selalu bersamanya tak pernah meninggalkan sejauh apapun jaraknya pasti Alvian akan kembali lagi dan tidak melupakannya. Alvian tak pernah memberikan luka dan rasa kecewa. Dan Allisya merasa beruntung telah bersahabat dengan Alvian selama bertahun-tahun. *** Allisya ragu, apakah Aris tidak akan terganggu? "Chat aja ya? Kalau telepon nanti ganggu kak Aris yang lagi belajar," Allisya sangat merindukan kekasihnya itu, meskipun kemarin sudah mendengar suara tawa itu. Namun namanya rindu itu tak pernah berkurang dan semakin menambah setiap waktunya terutama karena terpisahkan oleh jarak. Anda Gimana kabar kak Aris? Aku lagi kangen banget sama kamu kak. Tak lama beberapa menit kemudian Aris mengetik. Allisya tersenyum, akhirnya online juga. Kak Aris Baik, capek banget aku sya seharian ini jadwalnya padat. Ini aja belum makan. Nanti aja ya? Senyum Allisya pudar, ia kira Aris akan menemaninya. Allisya mencoba kuat, pasti Aris kelelahan. Ia tak perlu memaksanya untuk membalas pesan yang tidak terlalu penting. Anda Ya, kak Aris sarapan aja. Allisya mematikan datanya, rasanya malas online kembali jika Aris saja tidak mau menemaninya malam ini untuk belajar. Sedangkan Aris menatap room chat-nya. Allisya tidak online lagi. Apa gadisnya itu marah? Padahal ia hanya ingin makan sebentar. Tanpa ragu, Aris menelepon Allisya. Mau bagaimana pun, ia tak ingin menjadi alasan Allisya sedih. Tak lama panggilan tersambung. Aris mencoba mengerti Allisya, namun gadis itu lebih menyuruhnya makan dan tidak perlu mengkhawatirkan-nya. "Biar mama sama ayah kak Aris itu seneng kalau anaknya mau makan teratur dan sehat," ucap Allisya di seberang sana dengan nada riangnya, Aris yang mendengarkannya saja merasa ikut sakit hati dengan apa yang Allisya rasakan selama ini selain karena dirinya dan juga Daniel. Mama dan ayah. Aris jadi mengingat mama-nya yang sudah pulih dari masa kritisnya setelah mengalami kecelakaan hebat. Aris termasuk kuat menghadapi semua itu, dengan bantuan doa dari semua orang akhirnya sang mama tersadar dari koma. Aris menangis tanpa suara. "Aku kangen mama sya," ucapnya lirih entah Allisya masih mendengarnya atau tidak. Allisya yang mendengar suara Aris melemah pun terdiam. Ia merasa bersalah telah mengingatkan Aris pada mendiang mama-nya. 'Aku gak bermaksud buat kak Aris sedih,' batin Allisya putus asa. Sekuat tenaga ia tak ikut merasakan kesedihan yang di alami Aris. Ia harus kuat agar Aris bisa sama-sama bahagia dan mengikis luka itu. "Kak Aris makan aja. Aku temenin darisini," Allisya akan menemani Aris, ia tak akan membiarkan kekasihnya itu sedih dengan kesendirian tanpa ada orang yang mau menguatkan hatinya. Meskipun Inez bukan mama-nya tapi ia merasakan wanita itu paling dekat dengannya. Baik, dan penyabar. Pantas saja Aris bisa menahan amarahnya karena semua sifatnya itu menurun dari Inez. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD