11. Sebuah Rasa Rindu

1510 Words
Kaila dengan ragu mengangguk. Terpaksa ia berbohong pada Allisya demi menghilangkan kesedihan sahabatnya itu. "Sekarang pulang ya sya?" pinta Kaila dengan lembut, ia cocok menjadi seorang ibu yang menyuruh anaknya pulang saat menjelang maghrib tiba. Allisya menurut. Tapi langkah kakinya begitu berat terasa enggan meninggalkan bandara Soekarno-Hatta. Saat sampai di rumah, Selena begitu berterima kasih kepada Kaila karena membawa Allisya pulang. "Memangnya kamu cari siapa nak?" tanya Selena dengan lembut, ia duduk di sebelah Allisya yang kini pandangannya kosong. Sebegitu tak bersemangat anaknya itu, pasti ada seseorang yang begitu berarti sampai Allisya mati-matian mengejarnya ke bandara demi ingin bertemu untuk yang terakhir kalinya sebagai perpisahan. "Kak Aris," jawab Allisya datar. Kemarin memang hal terakhir baginya dengan Aris, tapi cowok itu tidak menepati janjinya disaat detik-detik perpisahan sebelum berangkat ke Perancis. "Tenang aja. Tadi udah ngabari mama kok. Kamu dapat salam dari Aris. I love you gitu," ungkap Selena jujur, dan itu berhasil membuat Allisya menoleh dengan tatapan terkejutnya. "Aduh romantis banget sih. Mama jadi pingin muda lagi," Selena iri, andai saja suaminya Allister itu bisa sedikit romantis daripada cuek dan kaku. "Love you too bilangin aja sama kak Aris ma," Allisya jadi sedikit bersemangat. Setidaknya kabar itu membuat hati tenang dan merasa baik-baik saja. "Sekarang kamu sarapan ya? Masa gak malu ke bandara pake piyama gini? Belum mandi lagi. Aduh bau asem kamu," Selena menutup hidungnya seakan Allisya bau. "Mama! Aku gak bau ya. Masih wangi jeruk nih," Allisya tidak terima, kata Aris mau mandi dan tidak pun tetap wangi. Begitulah gombalan-nya. Di dalam pesawat ada Aris, Javas dan Arif. Ketiganya memang ikut dengan fakultas yang berbeda. "Allisya tadi gak nyariin lo?" tanya Javas setelah beberapa menit lamanya terdiam. Ia dan Arif duduk bersama dan Aris memilih sendiri. "Tapi gue udah ngabarin mamanya," jawab Aris lesu. Rasanya ia ingin kembali dan bertemu dengan Allisya. Menahan rindu dengan jarak yang sangat jauh membuatnya tak sanggup. Terlalu lebay, tapi cintanya begitu besar untuk Allisya. Hanya perempuan itu yang berharga setelah mamanya. "Bagus deh kalau gitu. Yang terpenting kabar itu berharga banget bagi Allisya. Dia itu tulus mencintai lo tanpa meminta apapun," Arif berkata-kata bijak. Agar hati Aris terbuka dan tidak memandang sebelah wanita saja kalau bukan Yeni. Arif benar. Kabar itu penting. Aris berjanji akan selalu memberikan yang terbaik untuk Allisya. *** Allisya mengerjakan matematika dengan malas. Setelah menghitung soal kubus, kini menggambarnya setelah hasilnya sudah ada. "Susah banget sih. Coba kalau ada kak Aris pasti di ajarin," Allisya menghela nafasnya. Namun sayangnya Aris berada di negara yang berbeda. "Apa aku telepon aja ya? Kira-kira disana udah malem apa masih siang?" Allisya tampak berpikir, hatinya dilema ingin menghubungi Aris. Tapi tangannya bergerak memencet panggilan. Menunggu. "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silahkan coba beberapa saat lagi," suara operator yang menjawabnya. "Kak Aris," suara Allisya melemah. Ia ingin bercerita banyak hal dengan Aris. Selama kepergian laku-laki itu setelah satu hari saja, rasanya hampa dan kosong. Tidak ada penyemangat lagi dan perhatian. "Apa kak Aris udah gak cinta lagi sama aku?" tanya Allisya menatap jendela kamarnya, kota Jakarta di malam hari memang indah dengan lampu terang yang memiliki berbagai warna. Di Perancis, Aris baru selesai berkutat dengan laptopnya selama satu jam lamanya. Aris juga mematikan ponselnya agar tak ada yang mengganggu. Sampai Aris baru ingat ada Allisya yang harus ia kabari, sudah berjanji dengan Javas. 30 panggilan tak terjawab dari Allisya. Hati Aris merasa bersalah, pasti gadis itu sangat merindukannya sekarang. "Halo?" tanya Aris setelah panggilan tersambung. "Aku mau lihat wajah kak Aris. Bukan suaranya aja," pinta Allisya di seberang sana. Aris tersenyum, begitu manisnya Allisya ketika rindu dengannya. Aris tidak salah pilih mencintai seorang wanita yang benar-benar mengharapkan kehadirannya sekaligus peduli dengannya. Aris pun memilih video call. Terlihat wajah cantik Allisya tanpa riasan seperti biasa. Gadisnya itu selalu tampil apa adanya tanpa perlu memikirkan apakah sudah cantik atau tidak sama sekali. "Lagi ngapain kamu sya?" tanya Aris perhatian. Bertanya sedang apa, bisa di artikan Aris ingin tau apa yang di lakukan Allisya sekarang. Menanyakan hal kecil dan tidak terlalu penting akan membuat seseorang merasa spesial seperti Allisya. Beruntung sekali mendapatkan sosok laki-laki sepertinya rasa pedulinya begitu besar. "Aku ngerjain tugas dari dosen. Matematika lagi, kak Aris tau kan aku gak bisa?" Allisya mulai mengeluh, hanya Aris tempatnya mencurahkan seluruh hatinya. Terbuka lebih awal sebelum menjalin hubungan lebih serius yaitu pernikahan yang akan di nantikan entah sampai kapan tiba saatnya nanti. "Oh, emang yang gak ngerti apa? Coba tunjukkin tugasnya," Aris ingin tau. Berbagi waktu dengan Allisya memang menyenangkan meskipun sebentar. "Aku gak bisa gambar kubus kak. Takut hitungan dari rumusnya salah," dengan sendu Allisya mengatakan itu. Sangat tidak bersemangat. Aris menjelaskan bagaimana menggambar kubus dengan benar. Lalu rumusnya, terkadang Allisya salah karena letaknya tidak lurus melainkan miring ke samping. Aris tertawa, begitupun Allisya cemberut merasa kesal hasilnya sama saja. Sampai mencoba beberapa kali akhirnya kubus itu jadi. Keduanya sama-sama tersenyum karena berhasil. "Kak Aris makasih ya?" Allisya begitu bahagia, wajahnya sangat ceria melebihi mentari yang terbit lebih awal mengusir gelapnya malam yang kelam. "Sama-sama. Pingin ngobrol lebih lama lagi?" tanpa perlu menebak apa yang akan Allisya katakan, Aris sudah peka terlebih dahulu. Allisya mengangguk antusias. Tentu saja mau. Rindunya begitu menumpuk dan harus di obati. "Tapi gak ganggu waktu belajar kak Aris kan?" Allisya tidak mau membuang waktu berharga Aris hanya karena dirinya yang tidak terlalu begitu penting, entahlah jika itu menurut Aris sendiri penting. "Kalau buat kamu semuanya pasti berharga sya. Gak ada yang merasa terganggu. Maaf tadi aku lagi ngerjain tugas jadi gak pegang hp dulu," Aris menjelaskan alasannya, takut Allisya berprasangka buruk dan terlalu memikirkannya. Allisya tersenyum. "Gak apa-apa kok kak. Aku kangen banget sama kak Aris. Kapan bisa pulang ke Indonesia?" baru saja di tinggak beberapa hari, Allisya meminta Aris untuk pulang. "Kalau tugasnya selesai sya," jawab Aris. Ia tidak tau berapa lama jangka waktunya. "Tapi nanti kalau kak Aris pulang tunggu aku di bandara ya kak?" Allisya meminta kepastian dan janji Aris. Bertemu karena rindu adalah hal yang membahagiakan bagi semua pasangan. Termasuk dirinya dan Aris. Aris memgangguk. "Pasti sya, aku janji. Kamu tidur ya? Jangan begadang, nanti telat masuk kelas. Mimpi indah, sarapan yang banyak ya biar kamu gendutan dikit," Aris paling suka menggoda Allisya soal berat badan, pasti gadisnya itu merajuk. "Kak Aris! Gak mau gendut aku ah. Nanti semua bajuku gak muat mana bagus-bagus lagi," Allisya cemberut. Semakin imut saja di mata Aris. Malam itu Allisya dan Aris sama-sama bahagia bertukar kabar dan bersenda gurau. Meluangkan waktu untuk orang spesial memang sangat berarti dan membuat ketenangan hati yang tadinya gelisah dan khawatir menjadi nyaman. *** Selena menggeleng heran, posisi tidur Allisya duduk dengan buku menjadi bantalnya. Sangat pulas. Selena menatap ponsel Allisya yang dekat dengan buku tulis matematika itu. Masih sempat bermain gadget padahal sedang belajar. "Belajar kok main hp sih nak. Nanti gak kosentrasi," Selena mengambil ponsel Allisya, ia tau passoword-nya karena Allisya sendiri yang memberitahu agar tak ada hal yang di sembunyikan darinya juga Allister. Begitu jujurnya anak semata wayangnya itu. Selena beruntung mempunyai Allisya meskipun menjadi satu-satunya anak setelah ia tak bisa memiliki keturunan lagi karena ovarium-nya tidak bisa membuahi lagi. Selena membuka w******p. Ternyata Allisya telah video call dengan Aris semalam. Selena mengerti kenapa Allisya menggunakan gadget-nya saat belajar, pasti bertanya pada Aris bagaimana solusi menjawabnya. Selena merasa senang Allisya sangat serius belajar demi kuliahnya. Tapi tidak tau juga apakah akan seterusnya kuliah atau berhenti di karenakan pernikahan. Semuanya hanya waktu yang bisa menjawab. "Habis belajar sama Aris," Selena kembali meletakkan ponsel itu di tempatnya semula. "Sya? Ayo bangun, bentar lagi jam tujuh. Kamu harus kuliah," Selena menepuk lembut pipi Allisya. Tidurnya benar-benar nyenyak sampai dengkuran halus itu Selena dengar. Allisya menggeliat. "Bentar dulu ma, lima menit lagi ya? Aku masih ngantuk," Allisya mencoba bernegoisasi. Matanya terasa berat untuk terbuka sedikit, belajar sampai larut malam demi menyelesaikan tugasnya bersama Aris. "Gak mau bangun? Atau mama siram?" ancam Selena sedikit galak. Caranya itu manjur membuat Allisya langsung bergegas ke kamar mandi dengan terburu-buru. "Awas kepleset!" Selena berteriak menasehati. *** "Gimana nih? Pasti seneng ya habis video call sama kak Aris?" tanya Kaila menggoda Allisya. Ia tau dari Arif karena Aris sendiri yang menceritakannya. Allisya tersenyum, sangat senang tentunya apalagi Aris rela menemaninya meskipun berbeda waktunya. "Seneng," Allisya menampilkan senyuman cerianya. "Pantesan online tapi chat gue gak di bales," Aqila menggerutu. Menunggu balasan lama tapi Allisya seperti melupakannya ternyata sedang romantisan dengan Aris. "Kalian juga seneng kan di kabarin?" tanya Allisya penasaran, pasti masing-masing pasangan juga peduli dan rindu. "Apanya? Kak Javas cuman nemenin gue sebentar. Maaf la tugasku banyak banget. Kamu tidur aja ya. Gak tau apa orang lagi kangen berat di suruh tidur. Dasar gak peka!" Aqila meluapkan amarahnya, suaranya menggelegar seisi kantin. Kaila kesal sampai menutupi kedua telinganya. "Gak usah marah-marah juga dong! Sakit nih kuping gue!" Kaila menatap Aqila sinis, selalu saja ia dan semua orang terkena omelan Aqila. "Yang terpenting kan kabar. Itu aja udah cukup bikin hati tenang dan nyaman," ucap Allisya. Kaila dan Aqila mengangguk, benar asalkan rasa pedulinya masih ada dan tak menyia-nyiakan orang tersayang dan menghargai kehadirannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD