10. Perpisahan Dengan Aris

1487 Words
Kaila tersenyum miring, lihatlah wajah panik Aris yang berkeringat dingin itu. Pasti merasa takut juga gugup sudah tertangkap basah, oh selingkuh dan membohongi Allisya. "Wah? Gue kira kak Aris itu nepatin omongannya ya. Bilangnya udah nyampe rumah malah makan di pinggir jalan sama Yeni," Kaila menatap kakak tirinya itu sinis, memang tidak tau diri. Kaila membenci Yeni karena ia tidak di pedulikan oleh mama angkatnya, justru ayah tirinya saja yang peduli dan menyayanginya. "Kenapa lo yang ikut campur? Allisya aja gak masalah kok," sahut Yeni enteng dan santai. Merasa tidak bersalah telah menyakiti hati seseorang yang begitu tulus seperti Allisya. Kaila mengangguk. "Oh ya? Terus kak Aris? Apa masih jadi hobi ya nyakiti Allisya? Kak Aris gak mikir perasaan Allisya gimana ha?" nada Kaila meninggi sampai para pembeli yang sedang makan pun menatapnya. Keributan kecil yang menarik perhatian umum. Inilah Kaila, selalu membela Allisya gadis paling ceria dan bahagia tak pernah sedih dan menangis kecuali karena ulah Aris yang tak jauh dari kata bohong dan dekat dengan Yeni. "Apa jangan-jangan lo suka sama Aris?" tuduh Yeni tanpa bukti. "Jaga ya mulut lo kak! Gue udah punya kak Arif yang selalu gue cintai. Gak kayak lo yang kebanyakan drama, di putusin lah, di marahin, di cuekin. Alasan klasik! Biar kak Aris kasihan sama lo kan kak? Ayo ngaku!" Kaila semakin berani, Yeni bukanlah tandingan-nya. Tak seberapa, bagi Kaila pasti Yeni akan mengadu lagi. Hanya itu yang bisa di lakukakan oleh kakak-nya. Ingin dirinya semakin di benci oleh Tia. "Kaila cukup!" Aris akhirnya angkat suara dengan amarah yang memuncak. Kilatan matanya menajam menatap Kaila. "Gue cuma nemenin Yeni. Gak lebih kai. Apa di mata lo gue sekarang selingkuh? Mana? Gue juga gak bermesraan sama Yeni," Aris menyangkal. Alasan yang di buat-buat. "Liat aja ya kak Aris bakalan nyesel udah berani bohong. Dan gue gak akan tinggal diam kalau sampai Allisya nangis lagi gara-gara lo! Habis lama-lama di tangan gue lo kak!" Kaila mengepalkan tangannya, ingin menghajar Aris saat itu juga tapi ia mengerti masih tau tempatnya. Kaila pergi dengan amarahnya yang semakin mengobarkan api. Semua ini ulah Yeni, dari awal juga kakak-nya itu selalu membuat masalah. Kaila benci Yeni, itu selalu. Aris menatap Yeni yang kini menunduk, sepertinya Yeni takut setelah di marahi oleh Kaila. "Jangan di pikirin ya? Sekarang Kaila udah pergi. Kamu habisin aja itu nasinya, jangan sampai telat makan," ujar Aris begitu perhatian bahkan nadanya terdengar lemah lembut. Yeni mengangguk lemah. "Iya ris." Sedangkan Allisya, gadis itu mengunci pintu kamarnya. Meskupun mamanya berkali-kali memanggil namanya, Allisya tidak peduli. Ia ingin butuh waktu sendiri, dan menangis. Perasaan Allisya begitu kecewa dan hancur. "Kenapa kak Aris berubah sikapnya kayak gini?" tanya Allisya pada dirinya sendiri. Semenjak kehadiran Yeni, Aris begitu berbeda bahkan sikapnya lebih dingin persis saat ia pertama kali mengenal laki-laki itu sebelumnya. Entah apa yang di miliki Yeni sehingga Aris dengan mudahnya berpaling. Disisi lain, Kaila yang begitu khawatir dengan Allisya pun menelepon-nya. Kaila berdecak kesal. "Kenapa panggilan gue di alihkan?" tatapannya kesal. Tapi ia memiliki asumsi bahwa Allisya sedang tak peduli pada siapapun. Benar-benar semua ini karena Aris. Awas saja laki-laki itu akan habis di tangannya. *** Esoknya di kampus, Aris mencari Allisya di fakultas ekonomi. Ketika jawaban-nya berada di perpustakaan, Aris segera mempercepat langkah menyusul gadis itu. Aris ingin menyampaikan suatu hal penting bahwa ia akan pertukaran mahasiswa di Perancis. Aris hanya ingin Allisya tau agar gadis itu tidak kecewa dengan kepergian-nya tanpa pamit. "Allisya?" Aris duduk di sebelah Allisya yang fokus membaca jurnal tugas akuntansi-nya. Allisya memijat pelipisnya tengah berpikir. Aris tau pasti gadisnya itu sedang pusing menghitung nominal uang. "Aku mau-" belum selesai Aris mengatakan sepatah kalimat. Allisya menyela dengan cepat dan nadanya terdengar sinis. Aris terkejut, ternyata kejadian kemarin masih membuat Allisya marah. Hatinya merasa bersalah karena berbohong sekali. "Ngapain kak Aris kesini? Apa kak Aris mau bilang minta maaf?" tanya Allisya dengan amarah yang tertahan. Kedua matanya memerah setelah menangis semalaman. Lingkaran hitam terlihat begitu jelas bahwa ia kurang tidur. "Bukan itu sya," Aris mencoba tenang. "Besok aku pertukaran mahasiswa di Perancis. Kamu gak apa-apa kan aku tinggal?" Allisya menarik nafasnya. Pasti ada Yeni, mengenai perempuan itu juga satu fakultas dengan Aris. "Emangnya ngapain harus kak Aris yang kesana? Apa gak ada mahasiswa lain?" Allisya sedikit tidak rela jika Aris harus pergi jauh. Pasti waktunya akan sedikit untuknya. Aris harus menjelaskan-nya baik-baik. "Aku ada tugas lapangan dan riset disana sya. Buat penilaian tugas skripsi. Kamu ngertiin aku dong sya," ujar Aris dengan nada tidak suka. Pasti Allisya ingin melarangnya. "Apa Yeni juga ikut?" Aris menggeleng. "Gak. Cuman limabelas persen dari kelas sya. Lagipula ini tugas kelompok." "Maaf yang kemarin. Aku gak selingkuh sama Yeni. Aku cuman nemenin dia makan aja sya. Terus aku pulang dan ngerjain tugas dari dosen. Makannya aku gak ngabarin kamu apalagi chat kamu," Aris mencoba menjelaskan dengan lugas dan rinci agar Allisya bisa mengerti tidak perlu memperumit masalah tentang Yeni. "Tugas apa kalau boleh tau?" tanya Allisya penasaran. Sekedar memastikan bahwa ucapan Aris itu tidak berbohong. "Buat proposal sya. Persiapan buat besok ke Prancis," jawab Aris dengan jujur. Baiklah, Allisya percaya. Kalau memang itu tugas kuliah dan bukan karena Yeni. Allisya beranjak dari duduknya. "Aku ke kelas," langkahnya pergi begitu saja. Aris tak menahannya sama sekali yang terpenting Allisya sudah tau tentang pertukaran mahasiswa di Prancis. *** Di kantin, Allisya tidak memesan apa-apa. Bahkan Kaila menawarinya cilok pun tak mau. Sama halnya dengan Aqila yang memberikan siomay hangat Allisya enggan memakan-nya sedikit pun. "Lo kenapa jadi galau? Apa karena kemarin?" tanya Kaila hati-hati takut menyakiti perasaan Allisya. "Kak Aris bakalan ke Perancis," jawab Allisya lesu tak bersemangat. Tatapannya berubah sendu. Memang tadi sikapnya acuh dan dingin, namun berbalik dengan isi hatinya yang ingin mengatakan rindu. Perancis, jarak yang begitu jauh. Aris akan sibuk dengan tugasnya. "Pertukaran mahasiswa kan?" tebak Aqila. Benar. Kalau seperti ini, Allisya sedikit ragu menyampaikan rasa rindunya takut mengganggu Aris. "Lo bisa telepon dia," ujar Kaila. "Aku gak mau ganggu kak Aris," Allisya menggeleng. Perasaanya dilema. "Nanti gue tanyain kak Javas. Atau kak Arif, siapa tau mereka juga ikut. Jadi kalau mau tanya tentang kabar bisa lewat kita aja," Aqila memberikan solusi yang tepat. Ia mengerti Allisya gengsi. "Makasih ya?" Allisya sangat beruntung mempunyai Kaila dan Aqila yang sudah banyak membantunya dalam hal apapun. *** Allisya menunggu Aris di parkiran. Ia ingin bertemu dengan kekasihnya itu untuk yang terakhir sebagai perpisahan. Ah, mengingat hal itu lagi membuat hati Allisya kembali sedih. Aris berjalan sendirian, Allisya cukup senang karena tak ada Yeni di sisinya. Entah kemana perempuan genit itu Allisya tak peduli asalkan Aris bisa jauh dari Yeni. "Kak Aris! Aku mau pulang bareng sama kamu kak!" Allisya melambai, ia berteriak. Aris menatapnya dengan tersenyum. Hati Allisya begitu senang melihat senyum itu kembali dan hanya untuknya. "Udah gak marah lagi nih?" Aris menoel dagu Allisya gemas. "Yuk, atau makan dulu?" Dengan senang hati Allisya mengangguk. Itu lebih baik karena meluangkan waktu sedikit lama sebelum menjauh dan menabung rindu. "Pecel lele kan?" tebak Aris saat sudah menaiki motornya, ia memberikan helm pada Allisya. "Itu aku beli khusus buat kamu aja." Allisya merasa istimewa. "Makasih kak," ingin sekali mulutnya berteriak, baper. Tapi nanti yang ada di kira gila itu bagi Aris. Tidak apa, gila karena cinta. Aris heran, senyuman Allisya tak bisa luntur. Begitu bahagianya gadisnya itu. *** Allisya bangun pagi-pagi demi menyusul Aris yang sudah berada di bandara. Allisya juga tak peduli dengan piyama doraemon-nya yang masih melekat di tubuhnya. Allisya menghubungi Aris. Menunggu. Sampai jawaban operator menjawabnya bahwa panggilannya di alihkan. Bagus! Apakah ia terlambat? Allisya melirik sekitarnya, mencari sosok Aris diantara ribuan orang yang berlalu-lalang. "Kak Aris kemana?" Allisya putus asa. Ia ingin menangis sekarang. Sedangkan Selena yang khawatir dengan kepergian Allisya tiba-tiba itu menelepon Kaila. "Ok tante. Aku bakalan kesana," jawab Kaila. "Apa kak Aris udah gak kangen lagi sama aku?" Allisya berada di tengah-tengah kerumunan itu. Ia tidak tau arah, hanya mencari Aris. Rasa peduli, khawatir dan gelisah menjadi satu. Ia begitu menyayangi Aris-nya. "Allisya!" Kaila berteriak. "Lo ngapain disini?" Kaila begitu khawatir. "Aku nyari kak Aris. Teleponku gak di angkat," Allisya tersenyum miris. Perjuangannya selalu di sia-siakan. "Mungkin kak Aris udah berangkat sya. Gak mungkin juga kan dia angkat teleponnya sedangkan kak Aris lagi ada-" "Kenapa gak ngabarin aku dulu kai? KENAPA?!" Allisya berteriak tak terkendali. Ia frustasi saat ini. Panggilan tak terjawab baginya itu menyakitkan, di keadaan genting seperti ini cinta Aris sama sekali tak ada artinya. Kaila memeluk Allisya. Gadis itu sudah banyak menderita. "Pulang aja ya? Mama lo khawatir banget sampai nelepon gue." "Maaf," Allisya merasa di repotkan. "Aku pingin ketemu kak Aris meskipun itu yang terakhir kalinya sebelum ke Perancis." "Iya, tapi nanti kak Aris kan bakalan pulang sya. Gak lama kok," Kaila menenangkan Allisya. "Gak lama?" Allisya menatap Kaila penuh harap, berarti waktu yang di tempuh Aris selama di Perancis sebentar itu artinya ia bisa bertemu kembali. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD