2. Masa Kuliah

1471 Words
Hari ini, yang paling membahagiakan bagi Allisya, Aqila dan Kaila. Ketiganya masuk di kampus yang sama setelah belajar dengan giat dan akhirnya lolos. "Keliling kampus dulu yuk?" ajak Kaila antusias. "Capek tau habis panas-panasan dengerin senior daritadi sampai perut gue laper. Eh gak jadi deh kantin aja ya?" Kaila berubah pikiran sampai Aqila sangat gemas dan mencubit lengannya. "Sakit la, masa gue di cubit?" Kaila menatap Aqila malas, sahabatnya itu terkekeh. "Ketawa, merah-merah habis di gigit nyamuk dan itu lo," Kaila menunjuk Aqila sebagai tersangka sang cubit. Allisya hanya menggeleng melihat tingkah Kaila dan Aqila yang absurd itu. Keduanya selalu mengisi hari-harinya menjadi bahagia terutama Kaila yang memiliki humor receh dan membuat semua orang mudah tertawa karena tingkah lucunya. Banyak yang tertarik dengan Kaila namun tak ada cowok satu pun mengungkapkan perasaannya secara langsung karena sifat Kaila pemarah dan sangat galak. "Ya udah ke kantin aja dulu ya?" karena perutnya juga lapar, sekaligus ingin tau kantin di kampus barunya ini terutama tempat duduk Aris biasanya. Kaila tak berhenti sekali saja untuk diam maka Aqila akan paling bahagia dan tenang. "Kalau ketemu kak Arif di kantin, jadi kayak kencan gitu. Breakfast bareng, and lunch in afternoon," ujar Kaila sok Inggris dengan penuh percaya dirinya dan senyuman yang mengembang manis, Aqila menatapnya jijik karena Kaila sudah mulai berkhayal menjadi bulepotan dengan bahasa asinya yang hancur. Aqila mengangkat satu alisnya."Lo tau artinya?" tanya Aqila sudah tak kuat ingin menjambak Kaila. "Kalau gak tau diem aja deh Kai, gue jadi gak konsentrasi jalan," curhatnya. Matanya menelisik sekitar mencari keberadaan Javas jika memang ada. Ia sangat merindukan laki-laki itu. Aqila mengangguk, seketika jiwa pintarnya bangkit kalau menyangkut bahasa asing adalah hal mudah baginya. "Tau dong," jawab Aqila percaya diri. "Breakfast itu sarapan pagi, kalau lunch siang, dinner malam. Kasih nilai seratus buat gue Kaila Lovata yang cantik-aduhh," Kaila tersandung hampir saja jatuh ke lantai kalau Allisya tak sigap menangkap tangannya. Kaila mengumpat kesal. Kaila menatap Aqila sinis, sahabatnya itu suka kalau dirinya sedikit menderita."Puas lo gue jatuh dan seneng? Tega lo sama gue," Kaila mengerucutkan bibirnya ingin menangis namun hanya pura-pura. "Sya makasih ya udah nolongin gue. Kalau gak ada lo mungkin udah jatuh terus sakit. Bukan kayak Aqila gak mau nolongin gue terus ketawa lagi, seneng banget ya gue menderita?" Kaila memberikan tatapan tajam pada Aqila yang masih menampilkan raut kebahagiaan. Aqila tertawa paling bahagia. "Cantik darimana? Itu aja lo kesandung. Palingan lantainya males ngasih nilai seratus sama lo." Kaila berdecak kesal. "Gak kayak Allisya lo yang nolongin gue. Udah baik, gak protes, gak gampang marah, gak cubit sembarangan. Terus gak mau beliin roti-" ucapannya tersela saat suara berat dan cool itu membungkam Kaila. Hatinya berdegup kencang, sudah jelas ia gugup jika berhadapan dengan Arif. Sejak rasa cinta itu ada dan berbeda ketika awal mengenal Arif. "Kaila? Akhirnya kita bisa satu kampus ya. Kangen banget sama kamu. Gimana? Masuk fakultas apa?" Arif tersenyum senang, akhirnya bertemu dengan Kaila dengan mudahnya tanpa perlu mencarinya. Kalau sudah jodoh memang pasti di pertemukan begitu pikir Arif. Kaila tak berkedip, bahkan menahan nafas. Menatap kekasihnya yang semakin tampan. Siapa lagi kalau bukan Arif? Selama setahun tidak bagi kelas 12 hanya beberapa bulan bersekolah lalu ujian. Kaila sangat menantikan pertemuan ini dengan Arif. Dan sekarang, cowok itu ada di hadapannya. Kaila sangat senang bisa satu kampus dengan Arif, selain bertemu setiap harinya juga mengobati rasa rindu yang begitu berat selama ini. Aqila melirik Allisya memberikan kode agar pergi memberikan ruang keduanya."Kayaknya ada yang pingin berdua nih. La, ayo pergi masa aku dan kamu jadi nyamuk," ajak Allisya memberikan kode kepada Aqila, sahabatnya itu mengerti. Kaila bingung ingin mengucapkan apa."Aku-" Kaila gugup. Ia menarik nafasnya, pasti bisa menjawab. Mungkin efek grogi karena baru bertemu dengan Arif setelah beberapa tahun terpisah. "Fakultas Ekonomi Perkantoran," jawabnya mantap dan tenang. Pandangannya terkunci dengan netra coklat Arif. Kaila di buat kagum dengan pemilik mata indah itu. Hatinya ikut terhanyut merasakan sinar bahagia dari Arif, hanya laki-laki itu yang membuat hari-harinya selalu berwarna. Arif mengulas senyum tipis. "Iya, nanti aku apelin kamu." Betapa senangnya hati Kaila, hari-harinya akan berwarna selama berada di dekat Arif. Selain itu juga Kaila bisa bebas bertemu dengan Arif kapan saja ia mau. *** Di kantin, Allisya sangat berhati-hati saat membawakan bakso yang masih hangat itu ke meja tak jauh beberapa langkah lagi. Pandangan Allisya hanya berfokus pada baksonya sampai tak menyadari di hadapannya seorang laki-laki yang menabraknya. Kuah bakso itu pun mengenai kemejanya. Allisya terkejut. Dengan mengumpulkan keberanian-nya Allisya mendongak menatap laki-laki itu. "M-maaf. Sini biar aku bersihin," perasaan bersalah dan gugup takut di marahi menjadi satu. "Terus kamu gak jadi makan? Aku ganti baksonya ya?" hatinya merasa bersalah karena telah membuat makanan gadis di hadapannya itu tumpah, jadi batal untuk makan siang. Allisya menggeleng. Ia kira cowok di hadapannya ini akan marah, justru sebaliknya sangat baik. "Ngapain sih harus deket-deket sama kak Zidan?" "Maba tuh, wajar aja gak tau Zidan siapa." Allisya mengernyit mendengar sahutan bisik-bisik itu. Ternyata namanya Zidan. Tapi sepertinya Zidan adalah sosok penting sehingga semua mahasiswa mengenalnya. Allisya tidak tau siapa Zidan dan sebagai posisi apa. Javas yang masih meniup kopinya yang panas pun tak sengaja melihat itu. Zidan dan Allisya berhadapan. Matanya melirik Aris yang masih belum menyadarinya. Kalau Aris tau apakah akan cemburu? "Ris?" Javas memanggil, seketika Ares mengalihkan pandangannya setelah berkutat serius dengan ponselnya. Aris menatap Javas penuh tanya. "Iya?" Javas menunjuk dimana Allisya dan Zidan masih saling mengobrol. "Lihat ke arah jam sepuluh tepat. Allisya sama Zidan. Kira-kira Presma itu bakalan ngomong apa ya? Dia baik loh ris, banyak cewek yang suka sama kebaikannya," Javas memanas-manasi, Zidan memang menjadi idaman semua mahasiswi kampus. Zidan yang tampan, putih, tinggi dan memiliki campuran bule barat itu bisa menyihir perempuan manapun dengan cepat. Aris berdecak kesal, kalau sudah begini Allisya tak boleh terlalu dekat dengan Zidan. Bisa-bisanya nanti Allisya tertarik dengan Presma itu. Langkah Aris menghampiri Allisya. Membatsi Zidan agar tak terlalu dekat dengan gadisnya. Allisya terkejut dengan kehadiran Aris yang tiba-tiba. Ia menunggu entah apa yang akan terjadi. "Gak usah, bersihin aja sendiri baju lo. Ngapain ganti baksonya juga?" Aris menyolot, tentu di karenakan hatinya cemburu melihat Allisya dekat dengan cowok lain kalau bukan teman-temannya tapi ini adalah orang asing. Zidan masih bingung dengan sikap Aris yang tiba-tiba berubah marah. Padahal niatnya baik membantu. "Dia aja gak keberatan kok. Kasihan gak jadi makan, semua ini gak sengaja. Sebagai gantinya aku belikan bakso yang baru aja biar dia bisa makan," ujar Zidan tenang dan lembut seperti biasanya. Kata-katanya ini mampu menyihir semua cewek yang ada di kantin pun berdecak kagum akan kebaikan hatinya. "Pokoknya Zidan idaman gue!" "Zidan Presma yang paling baik pernah gue kenal seumur hidup!" "Baru kali ini ada cowok yang gak gampang marah. Aaa perlu di bawa pulang ini mah!" "Jangan," Allisya menggeleng. "Gak apa-apa kok. Aku bisa beli lagi. Makasih," langkahnya berlalu pergi. Tak ingin memperpanjang masalah, apalagi Aris datang dan langsung marah. Aris menunggu Allisya, ia memperhatikan gadisnya itu membeli bakso lagi. Sedangkan Zidan sudah pergi daripada membuat masalah dengan laki-laki yang dekat dengan Allisya tadi. Tapi penjual bakso sendiri lah yang mengantarkan pesanan Allisya. "Sya?" panggil Aris saat Allisya sudah di hadapannya. Allisya menoleh dan menghentikan langkahnya. "Iya kak Aris?" ia menunggu apa yang di katakan Aris. Pasti tak jauh dari tentang laki-laki yang ia tabrak tadi. "Makan sama aku ya? Disitu, mau kan?" tanya Aris memberikan tawaran pada Allisya, ini idenya sendiri karena ingin membuktikan bahwa Allisya itu miliknya. Allisya mengangguk. "Boleh kak. Ayo," ia merasa senang, meskipun suasana canggung akan terjadi, jauh berbeda ketika duduk dengan Aqila dan Kaila yang bisa membicarakan apa saja tanpa perlu mencari topik pembicaraan. Zidan yang memperhatikan cewek itu pun ingin tau. "Lo ngeliatin apa sih?" tanya Rafi mengikuti arah pandang Zidan, ternyata menatap cewek yang di tabrak tadi. Rafi mengangguk. Ia akhirnya mengerti. "Gue dengar tadi panggilannya sya. Mungkin itu namanya." Zidan tersenyum, akhirnya ia tau siapa nama di balik gadis yang sangat lugu itu. "Sya, bagus. Aku tertarik sama dia," pandangan Zidan tak bisa lepas dari Allisya, bahkan berkedip pun sangat lama karena memperhatikan kecantikan Allisya. Aris yang menatap Allisya yang memakan bakso dengan pelan-pelan pun tak sengaja pandangannya bertemu dengan Zidan sang Presma. Aris berpindah tempat duduk dengan menghadap Allisya yang tadinya hanya bersebelahan. Aris menoleh ke belakang, tersenyum miring karena Zidan tak lagi menatap Allisya. Sebagai laki-laki ia tau arti tatapan itu adalah rasa kagum juga suka. Aris tak akan membiarkan Zidan mengambil Allisya-nya. "Kenapa pindah kak? Di sebelahku aja," Allisya pun menyadari Aris yang berpindah tempat duduk. Aris menggeleng. "Ah gak usah sya. Disini aja biar bisa melihat wajah kamu lebih deket," gombal Aris membuat Allisya terkekeh. "Kak Aris ada-ada aja. Kan di samping aku juga deket." Tapi Aris tak menyahut lagi, alasannya hanya tak ingin berbagi kecantikan Allisya dengan Zidan. Hatinya cemburu, wajar saja karena miliknya tidak ingin di tatap dengan penuh harap oleh yang lain. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD