Symphony-4

1758 Words
Seperti yang telah dibicarakan sebelumnya, sore ini Aries menemani Symphony ke dokter kandungan untuk mengganti alat pencegah kehamilan KB IUD yang sudah melewati masa penggunaannya. Selama usia pernikahan mereka, Syfo sudah dua kali ini mengganti KB IUD-nya. Syfo menelepon Aries yang sedang berada di smoking area saat tiba gilirannya masuk ruangan dokter dengan tulisan dr Chandralekha Sp. Og tergantung di pintu masuknya. Syfo dipersilakan berbaring karena dokter kandungan yang merupakan teman akrabnya itu sudah tahu tujuannya. Sedangkan Aries menunggu di kursi depan meja dokter sambil sibuk dengan ponsel di tangannya. “Ris! Woy!” panggil Lekha saat Aries tidak memedulikan panggilan Syfo. “Oh, iya,” jawab Aries lalu bangkit dari kursi. “Ini yakin mau pasang lagi? Udah sepuluh tahun, loh,” tanya dokter sekaligus mengingatkan lama waktu Syfo menggunakan alat pencegah kehamilan IUD. “Nggak pengen coba punya anak?” “No... pasang lagi aja. Pasang yang bener, Lek. Enam bulan ini gue hampir jantungan tiap kali tahu Syfo telat datang bulan. Gue kira dia hamil,” jawab Aries, melihat Syfo yang enggan berbicara dan menatapnya. “Heh, gue ini cuma dokter kandungan bukan Tuhan. Mau Syfo steril juga, kalau Tuhan berkehendak bikin dia hamil lo mau apa?” kesal dokter kandungan bernama Chandralekha yang biasa dipanggil Lekha oleh Syfo dan Aries. “Ya lo, kan dokter spesialis kandungan dengan berbagai sertifikat penghargaan di bidang lo. Harusnya di tangan lo semuanya lebih baik dibanding dokter spesialis pada umumnya, dong,” balas Aries tidak mau kalah. "Lagian kalau Syfo hamil beneran emang kenapa, sih? Dia hamil ada suaminya ini, apa yang mesti dikhawatirkan?" ucap Lekha ketus. "Bukan urusan lo. Nikah dulu sana, baru boleh komentarin orang yang sudah berumah tangga," sindir Aries. Lekha sudah hendak membalas ucapan Aries. Namun Syfo lebih dulu menahan tangan Lekha, memberi kode supaya sahabatnya itu tidak melanjutkan perdebatan dengan suaminya yang akan menimbulkan ‘pertumpahan darah’ di tempat ini. Lekha lalu lanjut memeriksa kondisi rahim Syfo. “IUD-nya nggak bisa ditarik, nih. Gue perlu memerlukan histeroskopi untuk melepaskannya karena sudah menempel di dinding rahim,” jelas Lekha. “Jangan ngarang, deh, Lek!” sahut Aries. “Ngarang dari mana???? Gimana kalau lo aja yang narik benang IUD-nya,” balas Lekha ketus. Syfo mendesah putus asa. Ini salah satu alasannya enggan mengajak Aries periksa ke tempat Lekha bekerja, sementara Syfo tidak mau berurusan dengan dokter kandungan selain sahabatnya. “Beneran nggak bisa, ya, Lek?” tanya Syfo meyakinkan. Lekha hanya mengangguk tanpa berkata apa pun. Jika perempuan itu diam dan hanya mengangguk atau menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan orang padanya, maka ada sesuatu yang serius sedang mengganggu pikirannya. Syfo bangkit dari ranjang periksa dibantu oleh Lekha dan asisten dokter. “Jadwalnya setelah lo menstruasi bulan ini, Fo,” ucap Lekha setelah mereka berdua duduk saling berhadapan. “Jangan berhubungan badan dulu sampai beres histeroskopi,” sambungnya. “Eh… gimana? Emang nggak bisa ditarik manual kayak biasanya?” tanya Aries merasa tidak puas terhadap penjelasan Lekha soal prosedur histeroskopi pada pasangan suami istri di hadapannya ini. “Kalau bisa ngapain juga histeroskopi, Ris.” Aries akhirnya diam. Lekha berhasil membungkam mulutnya untuk tidak melanjutkan protes dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya sudah dijawab oleh Lekha melalui penjelasan dengan bahasa yang paling mudah dipahami oleh orang awam yang tidak mengerti dunia medis seperti Aries dan Syfo. “Kalian beneran nggak pengen punya anak?” Syfo mengangguk yakin. Diikuti oleh Aries. Sedangkan Lekha menatap jengah pada pasangan suami istri di hadapannya ini. Lekha benar-benar mendengkus kali ini. “Keluar lo berdua! Dias pasien berikutnya,” ucap Lekha mengusir Syfo dan Aries, kemudian meminta asistennya untuk memanggil pasien berikutnya. *** Beberapa minggu setelah Syfo menjalani histereskopi, dia mengajak Lekha ketemuan. Lekha mendelik ketika pelayann Melody’s Cafe datang membawakan Americano Ice ukuran grande pesanan Syfo. Americano Ice ketiga yang Syfo habiskan selama hampir dua jam di kafe milik adik perempuannya ini. Syfo sering meluangkan waktunya untuk berkunjung di kafe ini. Selain karena kafe ini adalah milik saudara perempuannya, menu minuman, makanan dan suasana yang ditawarkan oleh Melody’s cafe cocok dijadikan tempat nongkrong oleh Syfo maupun Lekha. "Siapa, sih, dia? Tiap kita nongkrong di sini kita kayak tamu VIP," komentar Lekha setelah kepergian pelayann yang mengantar Americano Ice pesanan Syfo. "Karyawan kepercayaannya Melo. Namanya Sagara. Sahabatnya Dani, ponakan gue. Dia sama kayak elo dan Arkan," jawab Syfo mendetail. "Sama kayak gue gimana?" "Penerima beasiswa penuh dari Elka Foundation. Sagara itu dari SMA sampai kuliah S1. Ditawari lanjut S2 langsung nolak dia." "Alasannya?" "Dunno why. Dani, sih, yang tahu. Gue nggak ada kepentingan buat nyari tahu alasan dia nolak beasiswa yang ditawarkan Elka Foundation secara cuma-cuma." Lekha mengangguk paham. Tangannya terulur untuk menyentuh sudut bibir Syfo, saat menangkap sesuatu yang mengganjal pikirannya. “Kali ini kenapa lagi?” tanyanya penuh selidik. “Lagi panas dalam. Jakarta kering banget udaranya,” jawab Syfo asal. “Lo jujur, deh, sama gue. Ini perbuatan Aries kan? Yang kemarin-kemarin juga, kan?” desak Lekha. Dia sangat familier terhadap bentuk luka dan lebam yang kerap muncul di wajah maupun bagian tubuh Syfo yang lain. Karena luka dan lebam seperti itu pernah mampir juga di tubuhnya. “Iya. Tapi yang penting gue yakin, kalau dia nggak bakal ngelukai gue, Lek.” “Mau sampai kapan lo nyembunyiin perbuatan b***t lakik lo di balik make up tebal, Fo?” Lekha mendengkus kesal. “Gue selama ini diam bukan karena gue nggak care sama elo. Tapi karena gue takut lo nuduh gue sok ikut campur dalam rumah tangga lo, sementara gue sendiri nggak punya pengalaman di bidang itu. Gue pengennya lo yang cerita sendiri ke gue." Syfo mengarahkan jari telunjuk ke depan mulutnya sendiri. Kode bagi Lekha supaya memelankan suaranya atau bahkan tidak usah bicara sama sekali. “Ini kafe adek gue, Lek. Kalau ada yang nguping trus laporan yang nggak-nggak sama Melo gimana?” bisik Syfo dengan suara lirih. “Berarti bener dugaan gue, kan? Aries main tangan ke elo? Mulai kapan? Pasti udah lama, iya kan?” “Dia nggak sengaja, Lek. Lo tahu sendiri kayak apa cintanya Eries ke gue? Dia nggak mungkin banget nyakitin gue. Udahlah nggak usah dibahas. Asli, gue takut ada yang nguping pembicaraan kita, trus laporan ke Melo.” “Ya nggak apa-apa. Biar adek lo sekalian tahu, kalau kakaknya yang kelihatan kuat ini lama-lama akan mati di tangan suaminya sendiri.” Syfo mendengkus. “Ngomong apa, sih, lo?” “Apa ini alasan Aries nggak mau punya anak? Supaya dia bebas mukulin lo?” “Please, Lek,” ujar Syfo sambil melirik jam tangannya. “Gue ngajak lo nongkrong gini karena butuh teman ngobrol dan tukar pikiran, bukan mancing kemarahan lo.” “Sorry, gue kebawa emosi. Paling nggak bisa gue lihat sesama wanita menderita, apalagi sahabat gue. Bukannya gue feminisme, sama sekali nggak. Gue cuma nggak terima. Kalau lo tersiksa apalagi udah nggak cinta, kenapa nggak lo tinggal aja si Aries itu?” “Gue cinta sama dia, Lekha.” Lekha tertawa sinis. “Lucu lo. Lo sering bilang gini. Tapi makin ke sini kerasa ada yang beda caranya lo ngomong kalimat laknat itu.” “Maksud lo?” “Lo udah nggak berbinar lagi waktu bilang cinta Aries. Bahkan lo hampir udah nggak pernah nyebut nama dia dengan gaya manja dan menggoda yang sebenarnya bukan lo banget, tapi lo bisa ngelakuin itu.” Syfo mengernyit. “Masa sih? Gue kayak gitu???” tanyanya heran pada dirinya sendiri. Lekha mengangguk. “Yup...Tapi ya, nggak yang manja banget macam remaja lagi kasmaran. Tapi yang jelas nggak sedatar sekarang dan dulu lo lebih sering nyebut nama dia. Eries yang begini, Eries yang begitu. Bahkan lo nggak ngijinin siapapun panggil Aries dengan nama kesayangan lo itu. Kenapa, sih? Dia udah nggak se-hot dulu lagi? Atau ketakutan kalian punya anak mempengaruhi hubungan ranjang kalian? Kalian udah jarang making love lagi? Hanya seks untuk memenuhi kebutuhan batiniah aja? ” “Ish, si kampret!” umpat Syfo. “Sejak kapan dia mulai mukulin lo?” Lekha tidak berhenti mengorek informasi soal sahabatnya dari yang bersangkutan secara langsung. “Gue ngerasa sikapnya mulai berubah sejak empat tahun terakhir. Waktu perusahaan orang tuanya diakuisisi Khawas Group. Makin ke sini dia makin jadi. Apalagi sejak Bang Luthfi lebih memercayakan proyek-proyek besar dan investor penting ke Arkan daripada Eries. Apalagi Dani udah mulai mau terlibat bisnis. Dia kayak yang mau melampiaskan kekecewaannya sama Bang Luthfi ke gue.” “Ya gimana Abang lo mau percaya sama orang yang modelannya kayak gitu.” “Gue berusaha mendukung, berharap dia bisa berubah dan kembali seperti Eries yang dulu. Meski harus menderita, gue akan berusaha bertahan.” “Kalau dia nyakitin lo, kenapa nggak lo tinggalin aja, sih, Fo?” Lekha menunjukkan ekspresi wajah yang tidak bisa mengerti jalan pikiran sahabatnya itu. “Nggak semudah itu, Lek. Gue nikah sama dia sudah sepuluh tahun. Dan selama itu berapa banyak harta gono gini yang sudah gue hasilkan, sementara dia nggak menghasilkan apa-apa selama pernikahan kami? Gue nggak rela kalau harus berbagi harta gono gini sama dia. Sebenarnya gue lagi cari celah supaya dia yang ninggalin gue. Jadi gue nggak perlu repot-repot ngurusin harta gono gini kalau sampai kemungkinan buruk itu benar-benar terjadi dalam pernikahan kami.” Lekha mendesah pasrah. “Tapi mau sampai kapan lo bertahan? Nunggu dia makin nggak terkendali dan lo mati ninggalin harta sebanyak itu untuk Aries sepenuhnya?” Lekha berkata penuh amarah. “Hubungan kalian udah nggak sehat banget, Fo.” Lekha mengusap wajah dengan telapak tangannya. Dia menasehati Syfo seolah sedang menasehati dirinya sendiri. Padahal dia sendiri pernah terjebak dalam hubungan toxic bahkan lebih parah dari yang dialami oleh Syfo, selama dua tahun. Kalau saja Syfo tidak tepat waktu menemukan keberadaan Lekha disekap oleh kekasihnya pada waktu itu, mungkin dia sudah meregang nyawa di tangan orang yang mengaku begitu sangat mencintainya itu. Akibat pernah terjebak toxic relationship itulah Lekha menjadi trauma akan cinta bahkan enggan menikah di usianya yang beberapa tahun lagi memasuki kepala empat. "Kalau lo mau nyamain hubungan gue dengan Eries kayak hubungan lo sama setann itu, jelas jauh beda, Lek. Mantan lo itu benar-benar memperlakukan lo kayak binatang dari awal kalian kenal, lo-nya aja yang nggak nyadar karena ketutup rasa cinta lo yang menggebu waktu itu. Sedangkan Eries, dia punya alasan." "Kekerasan dengan alasan apa pun itu tidak dibenarkan, Fo," jelas Lekha di ujung frustrasinya menasehati Syfo. Sebenarnya Syfo masih ingin bercerita lebih banyak lagi pada Lekha tentang rasa hampa dan kesepian yang mengganggu ketenangannya beberapa waktu terakhir. Namun Syfo tidak ingin menambah beban pikiran sahabatnya itu, mengingat Lekha tidak tidur dalam dua puluh jam terakhir akibat melonjaknya pasien melahirkan dalam waktu semalam. ~~~ ^vee^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD