2 BERTEMU KEMBALI

1352 Words
Takdir dan nasib manusia hanyalah permainan di tangan Sang Pencipta… Sementara masa depan adalah sebuah peluang tak terbatas tanpa jeda…. Sampai akhirnya, tangan mereka bertautan dan kembali mempertemukan kita… ……………………………………………………………. 2 tahun kemudian, kediaman Johan Alvaro, pagi harinya… “Johan, kita perlu bicara…” Johan mengangkat wajahnya dengan tatapan bingung sembari tangannya yang sedang memegang cangkir teh terhenti di udara. Sementara wajah Mama Sharren, wanita separuh baya itu tengah menatapnya dengan sangat serius. “Ada apa, Ma?” Mama Sharren hanya mendesah pelan sambil mengeluarkan sebuah amplop besar berwarna coklat dan menyodorkannya kepada Johan. Saat itu, kebetulan hanya ada mereka berdua saja yang ada di meja makan. “Apa ini, Ma?” “Buka dan bacalah, Johan…” Tanpa menunda lagi, Johan segera membuka amplop tersebut dan melihat isinya. Sebuah laporan hasil pemeriksaan laporan medis terbaru tentang kondisi kesehatan ibunya. Foto scan tentang penyebaran sel kanker ke bagian rahim serta adanya pendarahan di area intim yang tidak normal dan sudah berlangsung selama beberapa bulan ini. Sebuah firasat buruk mulai merayapi hatinya.  “Apa ini, Ma?” tanya Johan lagi dengan suara bergetar. Bayangan tubuh kaku ayahnya masih terekam jelas di dalam ingatannya. Jangan sampai…. “Mama terkena kanker serviks, Johan…” “Stadium 4A…” Kedua matanya berkaca-kaca dan memerah saat mengucapkan kalimat berikutnya. “Mama rasa…” “Umur mama tidak akan lama lagi…” ………………………………………………………………… Alvaro Corp, ruangan kantor Johan “Good morning, boss…” sapa Derry, asisten pribadinya dengan wajah riang sambil bersiul kecil dan membawa setumpuk map berisi dokumen bisnis yang harus Johan periksa dan tanda tangani hari itu juga. Tapi, berkebalikan dengan wajah riang dan segar asistennya tersebut, wajah Johan terlihat kuyu dan tidak b*******h. Kebetulan, pagi itu kantor sedang sepi kerena mereka berdua datang lebih awal dari biasanya. Spontan, kening Derry berkerut bingung saat melihat reaksi sahabatnya ini. Setelah ia meletakkan tumpukan dokumen tersebut di atas meja, Derry duduk di depannya dan bertanya. “Kau kenapa lagi, Johan?” Johan hanya meliriknya sekilas dengan pandangan nanar dan menjawab lirih. “Mamaku, Der…” “Ia sekarat…” ………………………………………………………………………….. Beberapa jam sebelumnya…. Mama Sharren tiba-tiba berlutut di hadapan Johan sambil berlinang air mata. Johan yang sama sekali tidak menyangka tindakan dari ibu kandungnya tersebut, cepat-cepat berjongkok dan mencoba mengangkat tubuh wanita tua itu. “Ma!!” teriak Johan kaget. “Ada apa ini? Kenapa??!!” “Maafkan mama, Johan… huhuhu,,, mama banyak salah sama kamu…” Berbagai kilas balik atas semua peristiwa menyedihkan yang dialami olehnya dan Johan kembali terbayang di dalam kepalanya. “Mama yang dulu bikin kamu bercerai dengan Renata dan menjadikan kamu sebagai jaminan perusahaan dengan menikahi Kinara…” “Mama udah bikin kamu menderita, Johan…” “Maafin mama, Johan….huhuhuhuhuhu….” Mama Sharren terus menangis tersedu-sedu dengan air mata yang terus mengalir di kedua pipinya bagaikan sepasang sungai bening. Tanpa suara, Johan lalu memeluk pemuda tersebut di dalam dekapannya. Sementara tubuh Mama Sharren masih berguncang -guncang akibat isakan tangisnya tanpa henti. “Ma…ma, udahlah… ga apa-apa…” “Semuanya sudah berlalu…” “Johan juga udah maafin mama..” “Kita jangan ingat-ingat lagi masa lalu. Papa udah di surga, Ma. Johan sekarang cuma punya mama ya? Mama jangan gini…” bisik Johan sambil terus merangkul dan mengelus-ngelus pelan wanita yang sangat berjasa dalam kehidupannya tersebut. Ya, dulu wanita inilah yang membuat kehidupannya hancur berantakan berkeping-keping. Tapi, wanita ini juga yang telah berjuang keras mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk berjuang melahirkannya ke atas dunia. Ikatan darah yang mereka miliki tetap lebih kental dari air. Dan demi apapun, atas jasanya sebagai seorang ibu yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang, Johan dengan ikhlas sudah mengampuni ibunya. Bagi Mama Sharren sendiri, ketika ia mendengar tentang vonis penyakitnya dari mulut sang dokter langganannya, ia merasa seisi dunia langsung runtuh berkeping-keping di bawah kedua kakinya. Tubuhnya langsung lemas dan ia merosot jatuh le atas lantai. Tak lagi punya daya untuk tetap berdiri tegak di atas kedua kakinya. Karma. Ini adalah karmanya. Dan, ia bersedia untuk menerimanya. Menjalani sebuah penebusan atas semua kesalahan dan dosa-dosanya. Tapi, tidak sekarang. Tidak ketika ia tahu kalau ia sudah berada di ambang kematian dan putra kesayangannya tersebut masih melajang setelah dua pernikahan terakhirnya berakhir dengan cara yang mengenaskan. Setidaknya, jika ia meninggal nanti, ada seseorang yang bisa menjaga dan mengurus Johan untuknya. Seseorang yang mencintai putranya tersebut dengan tulus sampai kedua rambutnya mereka berubah putih dan wajah mereka keriput karena usia. “Carilah seorang wanita sekali lagi untuk menjadi pasanganmu, Johan…” “Kali ini, mama tidak akan ikut campur lagi dan merestui siapapun yang berdiri di sebelahmu…” …………………………………………………………………….. Johan menyudahi ceritanya dengan wajah kusut dan rambut berantakan. “Kalau aku tidak cepat-cepat mencari pasangan, ibuku tidak akan mau dikemoterapi, Der…” “Aku harus bagaimana coba??” kata Johan lagi dengan nada kalut. Sial!! Memangnya mencari pasangan bisa semudah itu, hah? Seperti datang ke toko dan memilih barang yang kita suka seenak jidat kita? O Lord… Johan benar-benar bingung harus bagaimana sekarang. Derry juga. Keningnya berkerut dalam tanda kalau ia sedang berpikir keras untuk mencari solusi terbaik dari masalah ini. Mencari pasangan? Dalam waktu seingkat-singkatnya? Ah!! Sebuah bola lampu imajiner lalu menyala di dalam kepala Derry. “Oh, aku tahu, Johan!!” “Aku tahu cara terbaik untuk menyelesaikan masalah ini!!” teriak Derry bangga sambil menjentikkan jarinya! “Omong-omong, apa kau pernah mendengar tentang perusahaan ini?” “Call A Friend?” …………………………………………………………………………. Kening Johan spontan berkerut lagi. Tambah dalam malah. “Call A Friend?” “Perusahaan swasta yang menyediakan jasa servis “hubungan palsu” sebagai pasangan…” “Kau pernah mendengar sebuah perusahaan Jepang, Family Romance?” “Atau Hire A Friend?” “Yah, hal -hal semacam itu…” “Kau menyewa seseorang untuk menjadi “pasanganmu” untuk dipamerkan dalam berbagai acara keluarga, wisuda, pesta pernikahan, dan sejenisnya tanpa ada ikatan emosi atau perasaan apapun. Murni urusan bisnis hanya untuk sekedar menghindari gunjingan atau bahan gossip dari orang-orang yang mulutnya usil…” “Bagaimana? Sempurna kan?” “Di dalam Call A Friend, mereka sudah menyediakan daftar para kandidat yang bisa kau sewa sebagai pasangan palsumu. Kau tinggal memilih siapa yang kira-kira paling cocok dengan kriteriamu dan kalau sudah dirasa pas, kau hanya tinggal menghubungi kandidat tersebut melaui chat pribadi, lalu mengadakan janji temu di satu tempat, buat kesepakatan harga dan selesai…” “Tinggal menunggu ia datang di hari H sesuai perjanjian kalian berdua..” “Sederhana kan?” Johan spontan mengurut dahinya. Ide konyol macam apa ini? Desisnya dalam hati dengan kesal. Tapi, toh, pilihan apa lagi yang ia punya? Kondisi Mama Sharren sedang gawat dan gilanya lagi, wanita tua keras kepala itu tidak mau dibawa terapi jika Johan belum membawa seorang wanita pulang ke dalam rumahnya. Aisshhhhhh….. “Kau sendiri pernah mencobanya, Der?” tanya Johan lagi dengan wajah frustasi yang langsung dijawab dengan anggukan tegas kepala sang asisten. “Yup, I did. A few times…” (Ya, aku pernah. Beberapa kali malah…) “And as I told you. They’re good…” ( Dan seperti yang kubilang. Mereka bagus…)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD