Kepulangan Rain

1509 Words
Setelah sampai ke Bioskop, Bagas meminta Aira untuk duduk di kursi tunggu, sedangkan dirinya membeli tiket film yang akan ditontonnya bersama dengan Aira, tidak lupa Bagas membeli popcorn dan juga minuman dingin. Bagas menatap Aira yang sedang berbicara dengan seseorang ditelpon. “Siapa yang menelpon Aira?” setelah membeli semuanya, Bagas kembali menghampiri Aira. Bagas duduk disamping Aira. “Siapa, Ra yang menelepon?” tanyanya setelah Aira mengakhiri panggilan telepon itu. “Om rain. Om bilang, dia akan berangkat hari ini.” “Ra, apa kamu bilang sama om kamu, kalau kita sedang ada di bioskop sekarang?” Aira menganggukkan kepalanya. “Maaf. Aku tidak bisa berbohong sama Om Rain, tapi kamu tenang saja, aku sudah jelasin semuanya kok.” “Lalu, apa yang dikatakan om kamu? Om kamu pasti marah sama aku ya?” “Marah sih enggak. Om hanya berpesan, jangan malam-malam pulangnya dan setelah nonton langsung pulang, tidak boleh mampir kemana-mana.” Bagas menghela nafas lega, ia lalu mengajak Aira untuk masuk ke dalam bioskop, karena film yang akan mereka tonton akan segera diputar. Aira dan Bagas tampak tengah menikmati film itu sambil memakan popcorn yang tadi mereka beli. Setelah film selesai, mereka keluar dari bioskop. Bagas lalu mengantar Aira pulang, meskipun sangat berat untuknya. Dalam perjalanan pulang, Aira terus membicarakan tentang Rain, betapa bahagianya saat ia mendengar Rain akan pulang besok. Bagas hanya mendengarkan apa yang Aira ceritakan padanya, sesekali ia juga berkomentar tentang apa yang didengarnya. Sesampainya di rumah Aira, Bagas langsung meminta maaf kepada Karin, karena sudah mengajak Aira nonton tanpa izin terlebih dahulu. “Untuk kali ini Tante memaafkan kamu, karena kamu sudah mengantar Aira pulang tepat waktu.” Bagas menghela nafas lega. “Terima kasih, Tante.” “Lebih baik kamu sekarang pulang,” titah Karin. Bagas menganggukkan kepalanya, ia lalu mencium tangan Karin dan berpamitan pulang. Setelah melihat Bagas masuk ke dalam mobilnya, Karin mengajak Aira masuk ke dalam rumah. Karin meminta Aira untuk menceritakan apa saja yang tadi dia lakukan bersama dengan Bagas. “Maafin Aira ya, Tan. Aira janji, lain kali Aira tidak akan melakukannya lagi.” Karin menganggukkan kepalanya, tapi tiba-tiba ia melihat liontin yang dikenakan Aira. “Sayang, apa kamu membeli liontin baru? Kok Tante tidak pernah melihat kamu memakainya?” Aira membulatkan kedua matanya. “Em ... sebenarnya ... liontin ini pemberian Bagas, Tan,” ucapnya sambil menundukkan wajahnya. “Apa? untuk apa Bagas memberikan kamu hadiah semahal itu?” Aira menggelengkan kepalanya. “Aira sudah menolaknya, tapi Bagas malah mau membuang liontin ini kalau Aira tidak mau menerimanya,” jelasnya. “Sayang, jika Bagas memberikan hadiah semahal ini sama kamu, apa kamu tidak curiga sama sekali?” Aira mengernyitkan dahinya. “Maksud Tante, apa? kenapa Aira harus curiga sama Bagas?” Karin menggenggam tangan Aira. “Sayang, dengerin kata Tante. Jika seorang cowok memberikan hadiah mahal seperti itu sama seorang cewek, itu tandanya si cowok mempunyai rasa sama cewek itu. Sekarang Tante mau tanya sama kamu, apa kamu menyukai Bagas?” Aira menggelengkan kepalanya. “Apa tadi Bagas mengutarakan isi hatinya sama kamu?” Aira kembali menggelengkan kepalanya, hingga membuat Karin mengernyitkan dahinya. “Lalu, untuk apa Bagas memberikan kamu hadiah semahal ini?” “Bagas bilang, ya ... hanya sekedar hadiah saja, karena kami berteman. Bagas juga tidak mungkin suka sama aku, Tan. Selama ini kita sudah bersahabat lama dan Aira tidak ingin merusak persahabatan itu hanya karena perasaan cinta.” Karin menggelengkan kepalanya, ia tidak menyangka, keponakannya itu begitu polos. Dengan apa yang Bagas tunjukkan selama ini, ia sudah melihat dengan jelas, jika pemuda itu menaruh hati kepada gadis cantiknya. “Oya, Tante. Tadi waktu Aira ada di bioskop, Om Rain menelpon Aira. Om bilang, Om akan pulang besok,” ucap Aira dengan senyuman di wajahnya. Karin tersenyum. “Apa kamu bahagia, Sayang?” Aira menganggukkan kepalanya. “Aira sangat rindu sama Om Rain,” ucapnya sambil menundukkan wajahnya. Karin memeluk Aira. “Tante juga sangat merindukan om kamu itu.” Karin menjemput Aira ke sekolah lebih awal, karena mereka berencana untuk menyambut kedatangan Rain. Setelah dari sekolah, Karin mengajak Aira untuk membeli bahan makanan, karena mereka berniat untuk menyiapkan makan malam spesial untuk Rain. Setelah selesai berbelanja, mereka pulang ke rumah. Aira juga membeli sebuah kado untuk Rain. Sesampainya di rumah, Aira lalu bergegas mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian rumahan. Setelah itu, ia keluar dari kamarnya dan menghampiri Karin yang tengah menunggunya di depan pintu. “Ayo, Tan.” Aira dan Karin masuk ke dalam mobil. Karin lalu melajukan mobilnya keluar dari halaman rumahnya. “Apa Om Rain sudah sampai di bandara, Tan?” “Kita bisa menunggunya, sayang. Jika om kamu belum sampai.” Setelah satu jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di bandara. Karin lalu mengajak Aira menuju pintu kedatangan. Mereka terkejut saat melihat Rain ternyata sudah menunggunya. “Mas.” Karin lalu memeluk Rain. “Maaf, aku terlambat.” Rain tersenyum. “Mas juga baru saja tiba.” Ia lalu memeluk Aira. “Om, kangen sama kamu, sayang.” “Aira juga kangen sama, Om.” Rain merangkul bahu Karin. “Ayo kita pulang sekarang.” Mereka lalu berjalan keluar dari bandara. Dalam perjalanan pulang, Aira tak henti-hentinya menatap Rain dari balik kaca spion yang berada di depan Rain dan Karin. Rain hanya tersenyum, saat mendapati Aira yang terus menatapnya. Sesampainya di rumah, Rain lalu membersihkan dirinya. Sedangkan Aira, ia membantu Karin untuk membuat berbagai macam menu makanan, yang pastinya semuanya makanan kesukaan Rain. Setelah selesai memasak, Karin memanggil Rain untuk makan malam. Rain yang sudah selesai mandi dan berpakaian, melangkah keluar dari kamarnya. Rain menarik salah satu kursi meja makan untuk ia duduki. “Sayang, kamu memasak semua ini?” tanya Rain yang tercengang melihat begitu banyak makanan yang tertata di atas meja. Karin tersenyum. “Aku sama Aira memang sengaja memasak semua makanan ini untuk menyambut kedatangan, Mas. Semoga, Mas menyukainya.” Karin lalu mengambilkan makanan dan meletakkannya di depan meja Rain. “Silahkan, Mas.” “Terima kasih, sayang.” Rain lalu menatap Aira. “Sayang, kenapa kamu diam saja? Apa kamu tidak ingin menemani Om makan?” Aira mengangguk kan kepalanya, ia lalu mengambil makanan, begitu juga dengan Karin. Mereka lalu memulai makan malam. Masih tersisa begitu banyak makanan, Aira mengusulkan untuk memberikan makanan itu kepada para pekerja yang bekerja di rumah itu. Karin dan Rain begitu bangga dengan sikap Aira yang selalu peduli dengan orang lain. “Bi, tolong bagikan semua makanan ini untuk yang lain juga,” ucap Karin kepada asisten rumah tangganya. Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya. Rain, Karin, dan Aira, lalu melangkah meninggalkan ruang makan. Rain mengajak Karin dan Aira untuk duduk di ruang tengah. Rain ingin memberikan hadiah yang ia beli untuk kedua wanita yang sangat ia sayangi. “Kalian tunggu disini, aku ada sesuatu untuk kalian.” Rain lalu melangkah menuju kamarnya untuk mengambil oleh-oleh yang telah dibelinya. Karin dan Aira melihat Rain yang tengah berjalan mendekati mereka sambil membawa paper bag di kedua tangannya. Rain lalu mendudukkan tubuhnya di samping Karin dan Aira. Rain mengambil dua kotak berwarna merah dari dalam salah satu paper bag itu. “Ini untuk Aira.” Rain lalu memberikan kotak itu kepada Aira, dan langsung diterima oleh Aira. “Dan ini untuk kamu, Sayang.” Karin mengambil kotak itu dari tangan suaminya. “Apa ini, Mas?” “Kalian boleh membukanya sekarang.” Aira dan Karin membuka kotak itu secara bersamaan, kedua mata mereka membulat dengan sempurna. “Mas, cantik banget.” Karin lalu mengambil cincin permata itu dari dalam kotak. “Sini, Mas pakaikan.” Rain lalu mengambil cincin itu dari tangan Karin, lalu memakaikannya di jari manis wanita itu. Rain lalu menatap Aira yang hanya diam sambil menatap hadiah yang Rain berikan. “Sayang, apa kamu tidak suka dengan hadiah yang Om berikan?” Aira menggelengkan kepalanya. “Bukan begitu, Om. Tapi ....” Rain mengernyitkan dahinya saat melihat liontin yang terpasang di leher Aira. “Sayang, apa kamu membelikan Aira liontin baru?” “Itu liontin pemberian Bagas, Mas. Bagas memberikan hadiah persahabatan untuk Aira.” Rain menatap Aira. “Sayang, kenapa kamu mau menerima hadiah itu?” Aira menundukkan wajahnya. “Aira ....” Karin menyentuh lengan Rain, ia lalu menggelengkan kepalanya saat Rain menatapnya. Rain menghela nafas panjang. “Sayang, apa kamu bisa melepas liontin itu?” Aira menganggukkan kepalanya, tapi Aira kesulitan untuk melepas liontin itu. “Sini, biar Om bantu.” Rain lalu membalikkan tubuh Aira dan mulai melepaskan liontin itu dari leher Aira. “Om, akan simpan liontin ini. Sekarang kamu pakai liontin yang Om beli.” Rain lalu mengambil liontin itu dan memakaikannya di leher Aira. “Makasih, Om.” “Sayang, kamu boleh istirahat sekarang,” ucap Karin sambil menatap Aira, ia tahu, jika Rain sangat marah saat mengetahui Aira menerima hadiah semahal itu dari Bagas. “Baik, Tante. Om, Tante, Aira ke kamar dulu,” ucap Aira lalu beranjak dari duduknya dan melangkah meninggalkan ruang tengah. Setelah memastikan Aira sudah menaiki tangga, Karin mengajak Rain untuk ke kamar. Ia ingin menjelaskan semuanya kepadanya, agar tidak ada kesalahpahaman antara Rain dan Aira.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD