OwG 3

1227 Words
Untuk upacara pernikahan, Cecille merasa tidak perlu terlalu mewah dan mengundang banyak orang. Dia menggunkan kakeknya yang massih sakit sebagai alasan. Tentu saja hal ini dianggap nyleneh dan ditentang kedua keluarga, terutama Clara dan calon ibu mertuanya. Meskipun tidak terlalu setuju Cecille menikah dengan Evan, Clara masih mengeluhkan keputusan putrinya. Buat Clara, pesta pernikahan itu bukan cuma sekadar pesta. Tetapi itu adalah saat dimana gengsi dan nama besar keluarga dipertaruhkan. Masa cucu Muljadi dan Liemanto yang punya sebutan crazy rich, nikahnya cuma pemberkatan. Mau  ditaruh di mana muka mereka? Menghadapi wanita yang terus menggerecokinya tentang resepsi, Cecille hanya menjawab. “Buat apaan ngundang ribuan orang yang nggak semuanya aku kenal, capek!” “Teman mami kan  banyak, Ce. Belum lagi rekan bisnis papimu, nggak enak kan kalau nggak diundang. Dikiranya kami sombong, belum lagi angpao atau kado yang mami kasih waktu mereka hajatan. Mami kalau kondangan nggak pernah sedikit lho ngasih angpaonya.” “Kan masih ada Jo.” “Jo baru duapuluh tahun, masih lama. Harusnya kamu inilah yang mesti pesta gede-gedean.” “Mami lupa? Mami kan masih punya Anye.” Saat itu senyum dibibir Clara langsung mengembang, “Ah iya bener, Anye. Bodoh banget sih, bisa-bisanya mami lupa sama Anye, siapa lagi yang ngurus pernikahannya kalau bukan mami.” Perdebatan itu berakhir dengan damai berkat Anye. Lalu diputuskan, untuk pernikahan Cecille dan Evan, hanya ada empat  ratus undangan yang disebar. Masing-masing keluarga dan mempelai mendapat jatah seratus undangan. Karena Cecille lama diluar negeri, dia tidak terlalu punya banyak teman selain teman SMA nya. Jadi dia hanya mengambil dua puluh lima, dan sisanya ia berikan ke ayahnya. Meskipun ini adalah pernikahan yang sederhana, mereka menghabiskan banyak uang untuk menyewa seluruh resort bergaya Jepang di kota Malang selama empat hari. Jadi undangan  bisa datang di hari H, atau beberapa hari sebelumnya untuk liburan. Belum lagi makanan, gaun pengantin, dan  dekorasi. Semuanya dipilih yang paling terbagus diantara yang paling bagus. Selesai dipijit, Cecille dan Unge pergi berendam sebentar di onsen alami. Tidak lama kemudian, empat wanita muda datang bergabung. Suasana yang tadinya tenang berubah berisik karena obrolan mereka. Unge melihat Cecille, mulutnya bergerak tanpa suara, “Siapa?” Cecille menjawabnya dengan gelengan, “Seharusnya sih tamu, tapi aku nggak kenal” Bibir Unge hanya mengerucut sambil bilang, “Oo…” “Beruntung banget ya kita bisa ke sini?’ Gadis yang duduk dipinggiran berseru pada temannya yang lagi berendam. Temannya menyahut, “He’eh. Untungnya cowokku hoki, jadi dapet undangan terakhir. Senengnya lebih-lebih dari dapet uang kaget.” “Nangis banget nggak sih, mau dateng ke kawinan bos aja mesti diundi dulu. Kayak give away aja.” “Kasihan yang nggak dapet undangan. Kepingin banget pasti.” Si rambut kuda menimpali, dan langsung ditanggapi oleh orang disampingnya dengan. “Lagian aneh banget sih, masa orang kaya nikah undanganya terbatas, padahal makin banyak tamu malah makin  banyak yang doain kan? Bener nggak?” “Calon istrinya Ko Evan yang nggak mau ngundang banyak orang.” Gadis yang duduk memberitahu. “Eh, kenapa?” “Mana aku tahu. Biar nggak diomongin kali, nikah kok sama mantan pacar saudaranya. Kayak nggak laku aja sama cowok lain.” Mengambil napas dalam-dalam, Cecille membujuk dirinya agar tetap tenang, dan tidak menanggapi penghinaan dari orang yang nggak dia kenal. Tetapi Unge tidak sesabar Cecille, mendengar temannya dikatai, dia sudah bergegas mau melabrak, tetapi tangannya ditarik supaya berhenti. “Biarin aja Nge. Kita liatin aja dulu.” “Eh, Put. Kamu udah pernah lihat calon istrinya Ko Evan belum?” Wanita yang dipanggil dengan sebutan Put itu ternyata yang duduk dipinggir kolam, kedua kakinya menendang air, “Belum, nggak pernah dateng. Malu kali sama kak Anye. Kak Anye kan kalau nggak ada syuting seringnya ke kantor.” “Anye kira-kira dateng nggak ya?” “Setahuku dia pergi ke Surabaya deh semalem, nggak tahu dateng atau nggak.” Cecille menyimpulkan kalau si Put ini pasti hebat kalau masalah gosip. Habisnya dia kayak semua. Dia yang masih keluarga Anye malah baru tahu kalau anak itu pergi ke Surabaya. Hebatnya lagi nih, padahal mereka belum pernah ketemu ya? Cecille juga ragu, si Put ini tahu mukanya atau ngga, tapi bisa-bisanya dia ngomong Cecille malu sama Anye. Nah, benarkan perkiraannya. Put ini nggak tahu bagaimana rupanya, soalnya Cecille mendengar salah dari wanita itu bertanya, “Kepo deh aku, Anye sama calon yang ini cakepan siapa? Sayang sih diundangan nggak ada fotonya, kamu ada nggak, Put?” Wanita yang dipanggil Put ini menggeleng dengan rupa menyayangkan, “Nggak ada, IG nya aja isinya cuma foto sama resep makanan.” “Masa sih, Google coba, mana tau ada di sss, Tele, Path, Pinterest. Atau di tag-an teman-temannya?’ Cecille menggerakkan bulu matanya, dan dengan agak sombong menarik sudut bibirnya . Cari gih sampai jarinya keriting. Hebat mereka kalau sampai ketemu! Pasalnya, dia nggak pernah mengunggah apa-apa yang menampakkan dirinya sejak lima tahun yang lalu dia akun utama. Apalagi sejak Anye terkenal, dan dia mulai dijadikan bahan gosip di forum. Foto-fotonya semakin susah dicari di media social. Kalau ada orang yang mencari namanya di mesin pencarian Google, paling-paling yang muncul Josep atau Anye. Kalaupun ada, itu fotonya dulu. Tidak disangka-sangka, orang yang tadi menggeleng berteriak saat teringat sesuat, “Eh kayaknya ada deh di grup kantor. Sebentar aku tunjukin.” Begitu Put berlari ke tempat dimana barang-barangnya disimpan, yang lain keluar dari kolam untuk mengikutinya. Cecille tidak bisa menahan diri untuk juga mengikuti rombongan itu ke kamar ganti. Di sebelahnya, Unge sudah siap menyerang untuk sahabatnya. “Kalau nggak salah mas Afif pernah ketemu Ko Evan sama Cecille deh di Pakuwon, diam-diam dia  fotoin terus dishared ke grup.” Rombongan itu berkumpul di depan cermin besar, berebutan untuk melihat ponsel di tangan Put.   “Lihat,lihat. Penasaran aku kayak apa sih penampakannya?” Wanita yang rambutnya dikuncir ekor kuda merebut ponsel dengan semena-mena. “Barengan kenapa sih, Re.” Temannya yang lain protes sembari merebut lagi ponsel, tetapi si Re ini dengan cepat menghindar. ‘Sabar dong, kalian kan tahu sendiri gimana keahlianku menilai orang. Juri lomba kecantikan gitu lho.” Tidak jauh dari mereka, Cecille sudah mengganti pakaiannya, dia menundukkan kepala dan merapikan ujung roknya yang kusut. Unge mengikuti temannya yang melewati kelompok orang itu untuk berkaca. Unge melirik rombongan itu dengan ekor matanya dan berdecak. Senentara Cecille pura-pura melihat bayangan dirinya di cermin sembari melapisi bibirnya dengan lipbalm. Nggak sabar rasanya mendengar pendapat juri lomba kecantikan itu tentang penampilannya. “Ya ampun, ternyata begini toh penampakan calon istri ko Evan. Gemuk pendek, menang putih doang ini sih.” Suara yang keluar itu membuatnya hamper menelan lipbalmnya. Apa-apaan nih orang mengaku-aku juri kecantikan! Tingginya seratus enampuluh lima dan beratnya cuma empat puluh lima dibilang gemuk pendek. Apa kabar Anye yang lima centi lebih pendek dan tiga kilo lebih berat? Bahan ghibah yang jadi favorit kaum hawa itu cuma ada dua. Kalau nggak jelek-jelekin orang, ya cari kejelekan orang. Berhubung bahannya sudah siap, nggak pakai lama, kelompok wanita  muda itu segera mengolahnya biar semakin sedap. Jadi yang lain menambahkan bumbu dengan.. “Cantikan Anye kemana-mana ih. Kok mau ya Ko Evan?” Lalu ada yang menimpali, “Pakai pelet kali.” “Nggak ah kalau pelet. Cowok lurus model Ko Evan ini nggak banyak pengalaman sama cewek, mangkanya sekali dikasih e*e gratis pasti nyamperin terus, ketagihan. Mana tahu kalau itu jebakan betmen  biar dinikahin.” Setelah berbicara beberapa orang tidak bisa menahan tawa.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD