DUA

1327 Words
     Alul duduk termenung di sudut salah satu caffe. Dengan secangkir kopi di atas meja di depan nya. Fikiran nya sungguh kacau sekarang, Shania sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk bertemu dengan nya. Padahal ia sudah memanfaat kan Akbar, anak nya. Tapi, mantan istrinya sangat keras kepala. Seharusnya dari awal ia sudah tau bagaimana sikap Shania, wanita itu sangat sulit untuk di dekati. "Kau ni, dah kenape ? Dok temenung je " ujar Aliff membuka suara. Alul menoleh pada pria yang baru saja duduk di seberang nya. Kemudian ia menghela napas beratnya, dan menoleh keluar jendela lagi. "Kau lagi ade problem, dengan istri kau ?" "Gue udah cerai sama dia " jawab Alul malas. "Oh, "Aliff ber oh saja, dengan kepala mengangguk - ngangguk. Tapi, sedetik kemudian ia langsung tersentak seolah baru sadar dan ngeh dengan ucapan Alul. "What?! Kau cakap ape ?!" Alul ikut kaget karena teriakan Aliff, membuatnya langsung mengedarkan pandangan ke sekitar cafee yang memang sedang ramai sore ini. Lalu mendelik, Aliff jadi tidak enak sendiri, dan mengucapkan maaf pada pelanggan yang lain karena merasa terganggu. "Cube kau cakap, macam mana boleh jadi macam ni ?" "Panjang cerita nya, dan gue lagi gak mood buat cerita " jawab Alul. Aliff mendelik pada teman nya itu. Dan akhirnya ia memilih untuk ikut diam juga. Dengan fikiran mulai melayang - layang entah kemana. "Lalu? Kau beselepak kat sini, buat ape.? Nak, dok temenung je ?" "Brisik tau gak, mending loe layanin pelanggan loe gih. Gue mau menyendiri " Alul mulai sewot sendiri. Membuat Aliff mendelik, kesal. Dan akhirnya memilih cabut dan pergi menuju ruang kerjanya di lantai tiga. Alul menghela napas berat, kepalanya mau pecah memikirkan semuanya. Dia sudah menghancurkan semuanya. *** Mobil Aliff terparkir di parkiran rumah sakit Permata Indah. Dengan santai ia berjalan memasuki gedung rumah sakit. Sesekali pria itu melempar senyum pada setiap orang yang di lewati nya. Dan akan mengangguk dengan ramah dan sopan. Di tangan kirinya ia memegang kumpulan balon udara. Ia menuju salah satu ruangan anak - anak. "Assalamualaikum... Epribadehh.. " serunya begitu ia masuk kedalam. Dan sontak saja beberapa anak - anak yang tadinya sedang sibuk sendiri - sendiri menoleh dan langsung berseru girang. "Om Alifff..." Seru mereka dengan riang dan langsung berlari menghampiri Aliff. "Hahahah... Wahh.. semangat sangat ke ni.. nak balon ?" "Nak!!!" Seru mereka dengan semangat. Aliff tertawa, ia mulai membagi - bagi kan satu persatu balon tersebut setiap anak dalam ruangan itu. Menurut Aliff, anak - anak itu adalah anak - anak hebat. Umur mereka antara enam sampai dua belas tahun. Mereka semua mengidap penyakit yang mematikan. Kanker. Ia menatap mereka semua dengan senyuman begitu lebar. Masih ada sisa satu balon di tangan nya. Tapi, semua anak sudah kebagian. Ia memperhatikan balon bergambar Doraemon di tangan nya. Yang masih tersisa. dan satu ide muncul di kepalanya. Dan kemudian, ia mulai larut dengan anak - anak luar biasa itu. bermain bersama, dan juga bercerita dengan begitu lugas. Sehingga membuat anak itu tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita Aliff. Ia berkumpul dengan anak - anak itu sampai para suster datang dan meminta mereka untuk istirahat. Awalnya mereka menolak, tapi akhirnya Aliff membujuk dan merek mau menurut untuk istirahat. Setelah memastikan mereka semua sudah tidur, Aliff tiba - tiba melirik pada balon yang tadi sisa untuknya. Ia pun mengambil dan membawa bersama nya. *** Hari sudah menjelang sore, ketika Shania baru saja keluar dari ruangan salah satu rawat inap. Ia baru saja selesai memeriksa salah satu pasien nya. Berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Berjalan menuju ke taman, niatnya. Namun, di persimpangan di di kejut kan oleh seorang pria. "Dor!" Shania langsung menghentikan langkah nya tiba - tiba. Sedikit kaget dengan kemunculan seseorang itu. "Ha-ha-ha. Tekejot kan.. ha-ha-ha.. comel lah awak " tawanya. Sendiri."lah, betol tak tekejot, ke " Shania sama sekali tidak tertawa, ia hanya berdiri memandangi pria itu dengan tatapan datar. Dan, kemudian hendak berlalu. "Et !" Ia menahan langsung Shania, membuat Shania menoleh heran. "Kenapa ni? Buru - buru sangat ke?" Shania melirik tidak nyaman pada Aliff, pria yang tiba - tiba muncul seperti anak kecil mengejutkan nya. "Maaf, saya harus bekerja " "Lha! Kejar sangat ke " "Anda mau apa ?" Tanya Shania mulai jengah. "Nak ajak awak makan, nak ke tak ?" Tanya Aliff dengan dua alis naik turun. "Sorry " jawab Shania tegas, dan melangkah untuk pergi. Tapi, lagi - lagi Aliff menghalangi langkah nya. Langsung saja ia melempar tatapan tajam pada Aliff. Namun, seolah tidak merasa bersalah. Aliff malah tersenyum begitu lebar. "Saye ni nak ajak cari hiburan, saye tau awak ni tengah sedih. Alul dah-" "Tolong tinggal kan saya sekarang, atau saya akan panggil kan satpam untuk mengusir anda dari sini " Aliff menelan ludahnya sendiri, merasa sedikit terintimidasi dengan nada bicara Shania. "Oke, oke " akhirnya ia menyerah. Dan memberikan Shania jalan. "Awak " lagi, ia kali ini menahan lengan Shania. Namun, dengan cepat Shania menepis nya. Membuat Aliff langsung mengganggkat dua tangan nya. Dan Shania kembali melangkah menjauh dari Aliff. Tanpa menoleh lagi pada pria itu. Aliff hanya tersenyum sendiri dengan sikap Shania yang begitu diffensif terhadap dirinya. *** Sedangkan di lain tempat, Alul baru saja tiba di Bandung, di rumah orang tuanya. Dan ia tidak lah sendiri, melainkan berdua dengan Alra. Ummi dan Abbi nya menyambut dengan senyuman kepulangan anak nya. Walau sedikit heran dan bertanya - tanya anak perempuan yang di bawa pulang Anak bungsunya itu. Pria itu tidak langsung bercerita tentang Alra, memilih untuk menundanya. Ia memang sengaja pulang kali ini untuk menceritakan semua yang terjadi beberapa bulan ini. Juga, penyebab dirinya di gugat cerai oleh Shania. "Abbi, Ummi " ucap Alul, saat mereka semua selesai makan malam. Kedua orang tua nya memandangi anaknya itu. "Alul mau ngomong sesuatu, penting " lanjutnya lagi. Kedua orang tuanya saling melempar pandangan satu sama lain. dan kemudian mengajak Alul untuk keruang belajar. Setelah menyuruh Alra bermain dengan salah satu santri. Alul, masuk keruang belajar. Dan duduk di sofa di hadapan kedua orang tuanya. "Ada apa ?" Tanya Abinya dengan suara lembut. Alul diam sebentar, kemudian menghembuskan napas beratnya. "Abbi sama Ummi masih ingat, Aira ?" Tanya Alul memulai. Abi dan Ummi terlihat mengerutkan dahi nya. Mungkin sedang mencoba mengingat nama itu. Hingga kemudian Abbinya lebih dulu mengangguk. "Abbi, dulu, Alul pernah ngaku ke Abi sama Ummi, tentang ke khilaf'an. Alul. Saat menjadi titip balik Alul menjadi manusia lebih baik lagi sekarang. " Ujar Alul dengan sehati - hati mungkin. Mereka mendengar nya dengan baik, dan mencoba mencerna ucapan anak nya. Walau, dalam kepala keduanya sudah menerka - nerka tujuan Alul pulang dan anak yang di bawanya. "Alra, anak Alul dan Aira " Saat itu lah Abbi nya menghela napas. Dan langsung bersandar lemas di punggung sofa. Melihat itu, reflek Alul langsung bersimpuh di kaki Abbi nya. "Alul minta maaf,Bi. Alul udah ngecewain Abbi. Alul gak tau kalau Alra ada. Aira gak pernah ngasih tau Alul. Abbi tau kan kalau Alul udah coba cari Aira, setelah pengakuan dan hukuman dari Abbi dulu. Maafin, Alul. Abbi ,Ummi. " Kini bukan nya bersimpuh, ia bahkan menangis di kaki kedua orang tuanya. Umumnya sudah meneteskan air matanya. Menatap iba pada anak nya. Anaknya hanya lah manusia biasa. Saat remaja, kekeh mau sekolah di ibu kota. Dan masih dalam masa mencari jati dirinya. Hingga akhirnya pergaulan nya sedikit bebas. Karena kebawa arus pergaulan nya. Dan, iman yang masih lemah. Sampai sebuah kejadian menyadarkan Alul, di mana anak nya overdosis obat terlarang. Dan nyawanya hampir melayang. Tapi, Allah masih menyayanginya. Memberi kesempatan untuk nya bertobat, hingga Alul Sadar dan benar - benar bertobat. Lebih mendekatkan diri pada Allah. Di sana lah menjadi titik balik hidup Alul lebih baik. Anaknya mengakui semua dosa yang telah ia perbuat pada kedua orang tuanya. Termasuk tentang ia menjalin hubungan dengan Aira yang memang kelewatan batas. "Udah " Abbi menarik bahu Alul, memandangi anak nya yang begitu lemah. "Shania tau ?" Alul menunduk, ia mengangguk. "Jadi, ini alasan Shania ingin pisah ?" "Semua salah Alul, Ummi. Alul takut untuk jujur sama Shania, Alul sangat mencintai Shania, makanya Alul tidak memberi tau Shania lebih cepat. Dan, lebih memilih berbohong selama hampir dua bulan tentang Alra. Sampai akhirnya Shania tau dari orang " "Astagfirullah," Umumnya memijit kening nya sendiri. Begitu juga dengan suaminya. Tidak tega dengan anaknya, tapi juga ia tau kalau kesalahan itu ada pada anak nya. Ia memaklumi mengapa Shania sampai minta pisah. °°°       
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD