SATU

1095 Words
  Duduk di tepi tempat tidur, Shania memandangi wajah polos Akbar yang tengah terlelap. Ada rasa bersalah pada anak nya itu. Akbar masih sangat lah kecil, tapi ia harus melihat kedua orang tuanya berpisah. Tadi siang adalah sidang terakhir dan juga ketuk palu. Dan, sekarang ia resmi bercerai dengan Alul. Mereka berdua resmi bukan lagi suami istri. Tiba - tiba saja air matanya jatuh. Dan ia langsung mengusap nya. Menunduk untuk mengecup kening anaknya. "Maafin, Mamanya sayang ". Gumamnya pelan. Tok Tok Tok Shania menoleh ke pintu kamarnya yang di ketuk dari luar. Dan tidak lama kemudian di susul pintu terdorong kedalam. "Belum tidur ?" Keynal bertanya, pada putrinya. Shania menggeleng, "boleh Papi masuk ?" Shania mengangguk, dan Keynal langsung melangkah masuk. Mengikuti Shania yang berjalan untuk duduk di sofa yang ada di dekat jendela kamarnya. Untuk sejenak, Meraka hanya duduk saling bersisian dengan suasana hening. Keynal, menatap lurus pada lantai di depan nya. Membiarkan untuk sejenak, Shania terdiam. "Papi gak akan tanya lagi alasan nya, dan mungkin emang lebih baik Papi gak tau alasan nya. Karena, Papi gak yakin bisa nahan diri buat gak ngancurin orang udah nyakitin anak Papi. " "Shania akan baik - baik aja Pi " ujar Shania. Menatap Papinya. Keynal ikut memandangi putrinya, putri yang selalu ia jaga dengan setulus hati. Tidak pernah sedikit pun tangan nya melayang pada anak nya itu. Ia tidak tau, mengapa kisah Shania harus jadi seperti ini. Dan, tapi ia tau. Anak nya ini kuat dan juga selalu tegar. "Papi tau " jawab Keynal, menarik anak nya dalam pelukkan. " Kamu selalu punya kami " lanjutnya mengecup kening anak nya. Matanya Shania mulai panas, tapi sekuat mungkin ia menahan nya. Sudah cukup hari ini ia menangis di depan kedua orang tuanya. Terutama di depan Papi nya. Ia tau, kalau Papinya akan terluka dengan air mata anak nya. Di saat, setiap setetes air mata nya jatuh. Maka, Papi nya akan selalu merasa terluka. Merasa, diri telah gagal menjaga mereka. "Papi, selalu ada buat kamu dan Abay. " Ujar Keynal, masih memeluk anak nya dengan sayang. Shania semakin mengeratkan pelukkan nya di pinggang sang Papi. Mencoba mencari kekuatan baru di sana. Ia tau, kalau ia tidak akan sendiri, dan juga yakin. Nanti, dengan perlahan semua akan kembali seperti semula. *** Setelah Shania mengambil panjang cuti kerjanya, hari ini ia kembali masuk. Dan, semua berjalan seperti biasa. Hanya saja, ia memang lebih pendiam dari biasanya. "Pagi Dok, " sapa seorang suster yang berpas-Pas'an dengan nya di parkiran. Dan hanya di balas Shania dengan anggukan biasa. Dan muka tanpa ekspresi. Ia terus melangkah menuju gedung rumah sakit. Dan langsung menuju ruangan nya, meminta Vanka, suster asisten nya untuk memberikan data - data pasien yang sempat di alihkan pada dokter lain selama ia cuti panjang kemarin. Waktu terus berlalu, dan semua berjalan dengan baik. Shania melakukan pekerjaan dengan baik. Bahkan, tidak ada suster atau dokter yang berani bertanya tentang gosip yang tengah hot yang beredar di rumah sakit. Yaitu, tentang perceraian nya. Ia sama sekali tidak memperdulikan para suster yang memang suka bergosip jika sedang jam makan siang. Tidak perlu repot - repot menegur, toh mereka hanya berani di belakang nya saja. Pukul sebelas ia keluar untuk menjemput Abay di pra-school nya. Setelah berpamitan dengan Shani sahabatnya ia langsung melajukan mobil nya. "Mamaaa " seru Akbar dari kejauhan, saat ia melangkah menuju kelas anak nya. Shania tersenyum, sedikit berjongkok untuk menyambut anaknya dengan pelukkan. "Hari ini belajar apa ?" Tanya Shania, menggandeng Akbar menuju parkiran. "Bikin pazel " jawab Akbar, dengan nada riang. Shania akan membuka pintu penumpang ketika seseorang memanggilnya. Membuatnya langsung menoleh. "Shania " Alul menghampiri mereka. "Papa, Papa jemput abay ?" Ujar Akbar yang hendak naik kedalam mobil. Jadi, urung karena melihat ayah nya. Ia jadi, memeluk sang Papa dan minta di gendong. "Makan siang sama Papa ?" Tanya Alul pada anaknya. Ia tersenyum lebar melihat Akbar mengangguk. Lalu melirik pada Shania. "Shan -" "Sayang, ayo masuk. Kita harus pulang sekarang " Shania mengambil alih Akbar, dan langsung menyuruh anak nya masuk dan duduk di dalam mobil. Setelah memastikan seatbelt Akbar terpasang. Ia menutup pintu, kemudian berjalan mengitari depan mobil. "Shania, bisa kita bicara? Kam-" "Sorry, aku buru - buru " sela Shania, mengabaikan nya. Alul menahan lengan nya. Tapi, Shania dengan cepat menepis dan melempar tatapan datar pada Alul. "Aku gak ngerti dengan kamu, Shan ? Sebenarnya ada apa ?" "Ada apa ?" Tanya Shania, dengan tidak percaya. Lalu ia membuang pandangan nya ke samping. "Coba kamu tanya ke diri kamu sendiri " jawab Shania, dan kemudian langsung masuk kedalam mobil. Dan mobil itu langsung melaju meninggalkan parkiran sekolah dan Alul yang membeku di tempat. *** "Papa gak ikut ?" Tanya Akbar, saat mobil udah melaju jauh. "Papa lagi sibuk, sama Mama aja ya " ujarnya pada sang anak. Akbar mengangguk patuh, dan anak itu kembali menyibukkan diri dengan tab nya. Shania, semakin merasa bersalah pada anak nya itu. Mengusap kepala anaknya dengan sayang, dalam hati terus mengucapkan kata maaf. *** Alul kembali ke kantor nya, dan mencoba untuk menenangkan diri sendiri. Berfikir apa yang salah.? Pekerjaan nya menjadi kacau sejak ia bermasalah dengan Shania. Ia sama sekali tidak bisa fokus karena terus memikirkan kemungkinan yang terjadi. Tok Tok Tok "Masuk !" Seru nya. Dan kemudian pintu ruangan nya terbuka. Seorang wanita, yang menjadi sekertaris nya masuk kedalam. "Pak, ada yang ingin bertemu " ucap wanita berjilbab, itu. Alul mengangguk, dan mengkode kalau orang itu boleh masuk. Setelah sekertaris nya keluar, seorang wanita lain nya masuk. Membuat Alul mengerutkan dahi nya. "Aira " gumam nya. Perempuan itu tersenyum, dan berjalan menghampiri meja kerjanya. "Kamu ngapain di sini ?" Tanya Alul lagi. "Ketemu kamu, ada yang mau aku omongin sama kamu " "Apa ?" Aira terlihat, diam sebentar. Ia terlihat ragu untuk mengatakan apa yang seharusnya ia katakan. Apalagi melihat muka Alul yang sedang kacau. "Aku ketemu Shania, waktu kamu di rawat " Deg! Alul tersentak, menatap pada Aira semakin tajam. "Dia tau soal Alra " "Apa ?!" Kagetnya. Ia bahkan sampai berdiri dari duduknya. "Kamu ngasih tau dia ?!" Kini nada suara Alul meninggi. Aira mengangguk takut. Alul berdecak, emosi nya naik. "Apa hak kamu buat ngasih tau istri ku ? !" Tanya Alul marah. "Lul, aku gak tau dia istri kamu. Alra, udah terlanjur nyebut kamu Papa waktu itu di depan dia. " Rahang Alul mengeras, ia menahan emosi yang siap meledak. Tapi, kembali ia duduk lemas di kursi nya. Akhirnya ia mendapat jawaban semuanya. Jadi, Shania sudah tau semuanya. Kini, yang ada adalah rasa takut yang luar biasa. Dan merutuki dirinya sendiri yang tidak berani jujur pada Shania selama ini. Dan, akhirnya Shania tau dari orang lain. °°°      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD