Chapter 7

1105 Words
Kepala Gabriel mendongak, mendapati sebuah bayangan hitam diatas sana yang menunduk kearahnya. Wajah sosok itu tak terlalu terlihat, namun dalam keremangan Gabriel menemukan sebuah seringaian dari sosok dikegelapan tersebut. Dan sebuah ingatan seolah membentur otaknya, merasa dejavu. ITU ADALAH SOSOK YANG DICARINYA! Batin Gabriel dengan matanya yang membelalak, tanpa membuang waktu lagi Gabriel berlari sembari melompati tembok pembatas gang tersebut untuk dapat menuju kearah gedung tua itu berada.   Matanya mengedar cepat, menyadari bahwa sosok yang semula berdiri menyeringai kearahnya dari kegelapan tadi kini tengah membalikkan badannya dan berjalan dengan santai kearah dalam gedung tua tersebut.   “Sial, aku tak boleh kehilangan jejaknya.” Gabriel mempercepat langkah kakinya, tubuh jangkungnya meraih sebuah tiang besi dekat balkon, kemudian dengan gesit memanjatnya untuk sampai tepat dilantai dua.   Matanya mengedar cepat dengan nafas yang sedikit terengah, gotcha! Dan sosok itu tepat berada 3 meter didepannya, berjalan dengan santai seolah tak merasa terancam sedikitpun akan kehadiran Gabriel yang terlihat seakan memburunya dari gelagatnya.   “Berhenti disana!” cegah Gabriel sebelum sosok itu kembali melangkahkan kakinya untuk menuruni tangga, membuat sosok dengan balutan busana yang juga serba hitam – hitam itu menghentikan langkahnya.   “Kau…” desis Gabriel, perasaan kesal semakin membuncah ketika pria itu lagi – lagi mendapati sosok didepannya itu kini menatapnya malas. Wajah sosok itu lagi – lagi tak terlihat, akibat masker hitam yang kini menutupi separuh wajahnya hingga kedagu, tapi Gabriel cukup terkejut mengetahui bahwa sosok yang menantangnya itu merupakan seorang wanita. Dalam hati pria itu mengapresiasi keberanian wanita dihadapannya ini yang dengan nekat menantangnya.   “Oh, kau wanita? Besar juga nyalimu hingga berani menantangku.” Kekeh Gabriel yang sama sekali tak ditanggapi sosok dihadapannya. Diruangan besar, gelap dan mencekam gedung tua ini, hanya suara Gabriel yang terdengar, sementara sosok lain tersebut sama sekali tak menghasilkan suara maupun pergerakan apapun.   “Baiklah, karena kurasa kau hanya seorang wanita dengan pekerjaan barumu sebagai pembunuh bayaran, maka aku akan berbaik hati padamu. Kuperingatkan kau, untuk berhenti mengusik pekerjaanku. Cari mangsamu sendiri dan jangan membunuh mangsaku, kau berambisi ingin merebut gelarku ya?” hening. Lagi – lagi hening. Gabriel mendecih kesal, apakah wanita dihadapannya ini tuli? Atau bisu? Hingga membuatnya tak merespon apapun yang ia bicarakan? Ini adalah rekor barunya mau berbicara dengan kata – kata sepanjang ini! Dan berani sekali wanita itu mengabaikannya begitu saja!   “Hei, aku berbicara dengan mu sialan-” sringg* crasss* brukk!     -     Gabriel dibuat melongo seketika. Seumur hidupnya yang ia lewati dengan banyak kisah tragis dan sengsara, ia tak pernah menemui seorang pun yang begitu berani mengulurkan pedang padanya. Apalagi dengan gelarnya di dunia pembunuh bayaran, lalu kali ini? Dengan entengnya sosok yang ada didepannya itu mengayunkan pedang kearahnya dan menebas habis tentengan plastik berisi belanjaannya yang sedari tadi dengan setia ia bawa ditangan kirinya.   Dengusan terdengar setelahnya, Gabriel muak nampaknya. Pria itu tergelak mengerikan sembari menatap tajam sosok misterius didepannya itu yang masih dengan setia tak mau membalikkan tubuh untuk menghadap kearahnya.   “Sialan kau!” dengan kekesalan yang memuncak Gabriel berderap kearah wanita itu kemudian dengan cekatan menahan tangan dengan sebilah pedang berkilat tajam itu, kemudian menarik hoodie yang menutupi kepala sosok wanita menyebalkan bagi Gabriel tersebut, tak lupa ikut menarik masker yang menutupi setengah wajah sosok itu yang semula terlihat begitu misterius.   Deg   Surai silver panjang wanita itu menyembul setelah hodie yang semula menutupi kepalangnya ditarik paksa oleh Gabriel. Serta wajah sialan dinginnya juga ikut terekspos didepan mata Gabriel. Dekat sekali dengannya. Membuat pria itu sejenak bergidik, tatapan wanita itu bukan main tajamnya. Namun satu fakta memang tak dapat ia pungkiri, paras sosok didepannya ini begitu menyilaukan meskipun masih dalam keadaan ruangan yang remang hanya mengandalkan sinar rembulan yang begitu redup.   Untuk pertama kalinya dalam hidup pria itu, Gabriel dibuat menganga dan terpesona selama beberapa saat. Seumur hidupnya yang dipenuhi dengan kisah hidup yang kelam dan sialan datar itu, baru kali ini jantungnya dibuat bertalu – talu hingga membuatnya keheranan sendiri. Bukan karena menjadi buronan polisi atau justru korban pembunuhannya membuat keributan, tapi hanya karena seorang gadis yang beberapa hari lalu telah berhasil mengerjainya hingga membuatnya kehilangan bonus yang seharusnya dia dapat karena berhasil membunuh target dari bosnya yang kini juga telah tewas mengenaskan.   Namun tanpa memberikan aba – aba, gadis yang sempat membuatnya terkesima itu bergerak cepat dengan kedua kaki jenjangnya itu untuk meninggalkan gedung tua tempat dirinya menghabisi mangsanya tepat sebelum bertemu Gabriel tadi, membuat Gabriel terkesiap dan spontan memunguti belanjaannya dengan cepat sebelum ikut berlari mengikuti gadis yang mencuri perhatiannya dalam sekian detik sebelumnya.   “Hei, tunggu!” brukk* Gabriel dibuat kembali menganga mendapati sosok tersebut dengan lincah melompat dari lantai dua gedung tua ini tanpa perlu memanjat seperti yang sebelumnya ia lakukan. Hampir saja jantungnya mencelos sampai perut jika saja ia tak mendapati bahwa sosok itu mendarat dengan sempurna dan lihai, tanpa luka sedikitpun.   Tanpa kembali menunda, Gabriel ikut menuruni gedung tua tersebut melalui balkon,  meskipun kini dengan sedikit lebih kesulitan karena harus membawa belanjaannya dengan keadaan plastiknya tanpa pengait. Brukkk* Gabriel dapat mendarat dengan sempurna tanpa membuat belanjaannya tercecer, namun sayangnya, ketika matanya kembali memfokuskan pandangannya kedepan, pria itu tak dapat menemukan sosok yang menjadi target pengejarannya tadi dimanapun.   Seolah sosok itu hilang begitu saja ditelan kegelapan. Dengan mengumpat kesal, Gabriel menggerakkan kakinya dengan cepat, berusaha mengejar bayangan yang tersisa, namun sialnya pria itu sama sekali tak dapat mencapai keberadaan sosok wanita tadi dimanapun sejauh matanya memandang.   “Sial, bodoh sekali aku!” maki Gabriel pada dirinya sendiri. Merasa bodoh karena dengan mudahnya dapat kehilangan jejak seorang wanita yang seharusnya kalah gesit dari dirinya yang sudah bertahun – tahun berprofesi sebagai pembunuh bayaran kelas atas. Kini jika saja ada teman – temannya yang melihat dirinya kehilangan jejak seorang wanita, pasti mereka akan dengan sangat ringan mau menertawakannya dengan begitu puas, pangkatnya bisa turun mendadak, dan dirinya pasti akan kehilangan muka didepan mereka yang selama ini ia anggap remeh.   “Gabriel, bagaimana bisa kau seamatir ini hah?!”   -   Sementara itu dilain sisi, sosok dalam kegelapan tersebut mengamati gerak – gerik Gabriel didepan sana, menyeringai kala mendapati bahwa sosok tersebut tak berhasil menemukannya dimanapun. Lalu ketika netranya melihat bahwa Gabriel telah membalikkan tubuhnya untuk mungkin saja berbalik pulang menuju apartement nya, wanita itu mendecih kesal. Sedikit menyesali bagaimana beberapa saat lalu Gabriel berhasil menyingkap masker serta hoodie yang menutupinya, baru kali ini pula ia lengah. Tanpa mereka sadari, keduanya sama – sama saling menyesali kecerobohan yang mereka nilai cukup fatal jika terulang lagi. Bodoh memang.   Mungkinkah keduanya hanya akan berakhir bagaikan kilasan cerita lalu begitu saja? atau justru takdir akan mempermainkan dua sosok dengan latar belakang misterius serta tangan berlumur tetes – tetes merah setelah ribuan nyawa keduanya tebas dengan begitu sadis tersebut?     To be continued~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD