Bak wanita yang tidak tahu diri. Debora merasa seperti istri sah yang gregetan dengan pelakor. Padahal pelakornya dia sendiri.
"Awas aja Andini, aku tidak akan biarin Mas Bram kembali ke kamu, sedikitpun, tidak!" kesal Debora yang membanting semua alat make up dan skincare yang sudah ia tata sebelumnya di meja rias itu.
Pyar!!!
Botol kaca bening berisi skincare seharga 2 juta pun raib. Semua tumpah karena amarah.
"Gak! Debora gak boleh kalah dengan Andini! Tidak akan... " batinnya.
Setelah selang 1 jam lamanya, Debora kembali menelepo Bram. Namun, tidak ada yang mengangkat karena Andini sengaja untuk memberikan Bram obat tidur sewaktu meminum segelas air putih.
"Pules juga dia," ujar Andini yang memilih menjauh dari tempat tidur suaminya dan mengecek ponsel suaminya.
Tring!
Tring!
"Awww pelakor itu lagi," gumam Andini. Ia memilih reject telepon dari adik iparnya yang j*****m itu.
Sementara di kamar tamu itu, Debora lagi lagi frustasi.
"Dimatiin lagi! b*****t memang!" kesalnya.
*********
Pagi harinya...
Mansion telah disoroti oleh sinar matahari yang hangat. Di sisi lain, Andini dan Bram saat ini jogging bareng.
Di masa lalu, Bram memang suka jogging. Bedanya dia jogging bersama Debora di tempat lain, sekarang Andini yang ambil alih semuanya.
"Kali ini aku tidak boleh kalah dari si pelakor busuk itu," batinnya.
Andini memakai olahraga ketat berwarna abu, rambutnya pun diikat tinggi dengan senyum yang lebar dan menggoda memandang Bram.
"Kenapa Mas Bram? Kamu justru memandangiku?" tanya Andini yang memancing reaksi suaminya.
"Aku gak fokus, Sayang."
"Gak fokus gimana?"
"Lihat kecantikanmu, sungguh... "
"Kamu juga ganteng sekali Mas. Bukankah kita serasi?" tanya Andini.
Andini paham, di balkon, ada si Debora yang memandangi dengan muka sinis.
Debora yang berdiri memandangi mereka yang bercengkrama mesra dan intens.
"Kok bisa sih mereka kaya gitu?" tanya Debora kesal.
"Rasakan pelakor gatal, enak dipanasin?" batin Andini.
Selang 30 menit kemudian...
Andini dan Bram istirahat dan mulai membersihkan diri. Bram harus berangkat kerja sementara Andini,akan berangkat shopping.
********
Pukul 7 lewat 15 menit, Debora sudah siap dengan setelan blouse halus berlengan panjang dengan warna biru pucat yang sudah duduk di meja makan pertama kali.
"Wah, Debora sudah lebih dulu di sini?" basa basi Andini.
Debora hanya terdiam saja. Raht wajah yang menampilkan rasa kesal dan cemburu masih terlihat jelas.
"Debora? Hellow?"
"Iya Kak?" tanya Debora menanggapi kemudian.
"Kenapa bengong?"
"Gapapa kok," balasnya cepat.
"Selamat pagi... " ucap Bram yang kini duduk di kursi tengah meja makan. Ia mengenakan setelan jas kantornya dengan dasi berwarna merah.
"Pagi Mas Bramku... " ucap Andini.
Debora melirik ke arah Bram dengan tatapan yang kesal. Ia seolah ingin bicara kalau dia kesal dengan Andini.
Sementara Bram tidak bisa apapun itu selain diam mengamati sejenak.
Aroma kopi dipadukan dengan roti panggang yang menguar di sekitar meja makan itu.
"Kamu langsung kerja lagi Mas?"
"Iya Sayang."
"Oh baiklah... "
"Kak, Mas, aku nanti izin mau ke rumah teman ya? Ini ada urusan soalnya," ucap Debora pada Andini dan Bram.
Padahal aslinya dia akan menemui Bram di kantornya. Mereka sudah janjian. Tapi ada yang lebih cerdik.
Andini telah menyadap ponsel Bram sehingga ia tahu timing yang tepat untuk memergoki mereka.
"Dasar bodoh! Emangnya aku percaya dengan tipuannya? Ke rumah teman? Bullshit! Itu hanya akal-akalannya. Orang mau ketemu Bram di kantor aja ngeles banget," batin Andini.
Mungkin hati bisa mengedumel tapi Andini masih bersikap tenang. "Oh iya silakan bersenang-senang," ucap Andini.
"Iya Kak, makasih ya."
"Uang buat jajan ada gak?" tanya Bram. Hal itu membuat Debora merasa diperhatikan.
"Belum ada nih Mas," ucap Debora mendayu pada Bram. Sementara itu, Andini pun memberikan uang yang sudah ia siapkan.
"Debora, ini uang sakunya dari Mas Bram. Ya cukup lah buat hangout bareng temen 1.5 juta?"
Andini memberikan uang ratusan ribu itu dengan cara agar dilemparkan sedikit. Debora mengerutkan dahinya, ia menatap Bram.
"Tapi Kak, Mas, ini... "
"Aku rasa itu sudah cukup, bukan begitu Mas Bram?" tanya Andini memotong.
Bram hanya bisa mengangguk, kali ini dia benar-benar ikuti apa perintah Andini.
Debora memberengut, ia langsung mengambil uang itu tanpa terimakasih sama sekali. "b******n! Uang segini buat apa coba? Dikit banget!" umpatnya dalam hati.
********
Setelah sarapan itu selesai. Bram tengah bersiap untuk ke kantornya. Kali ini di depan Debora, Andini sok mesra dengan cara merapikan dasi dan jas suaminya.
"Ya ampun gantengnya suami aku... " puji Andini dengan mendayu.
"Kamu juga sangat cantik, Sayang." Ternyata Bram balik memuji kecantikan istrinya. Hal itu membuat Debora makin panas.
"Apa-apaan Mas Bram puji si wanita kampungan yang sok itu?" kesal Debora dalam hatinya. Ia hanya bisa diam membisu saja.
"Ya sudah aku berangkat dulu ya Sayang."
"Iya Mas, hati-hati ya. Semangat kerjanya, hasilin uang yang banyak lagi," ujar Andini. Ia melambaikan tangan tatkala Bran menaiki mobil mercy berwarna hitam itu.
Setelah mobil itu melesat jauh meninggalkan pekarangan mansion yang luas itu, Andini kembali ke dalam mansion sambil pamer pada Debora.
"Kak Andini punya blackcard?"
"Punyalah, ini dikasih sama Mas Bram. Ya ampun emang enak banget punya suami loyal, ini aja isinya lebih lah kalau 1 M, Debora. Mending kamu cepat cepat dari suami baru biar ada yang nafkahin kaya gini," ucap Andini seraya pergi.
Makin panas pula si Debora ini. "Ih! Kok gitu sih!" batinnya menggerutu.
********
Pukul 9 pagi...
"Kak Andini mau keluar juga?" tanya Debora yang kini sudah bersiap sama halnya dengan Andini.
"Iya mau ke me time aja. Kamu janjian sama teman kamu itu jam berapa?" tanya Andini yang sudah bersiap tengah ke salon nail art paling elite di kota Jakarta dan store branded nantinya.
"Paling jam 10 pagi Kak."
"Ya udah, Kakak pergi dulu ya. Byeeee... " ucap Andini yang memilih dikawal oleh dua bodyguard super ganteng dengan satu supir pribadinya.
"Aku harus aduin ini ke Mas Bram, gak mau tahu. Andini gak boleh lebih daripada aku!" batinnya.
Andini benar-benar me time dengan mempercantik dirinya. "Balas dendam terbaik ya seperti ini," gumam Andini dengan melihat pemandangan kota Jakarta yang tidak terlalu macet kala itu.
Sesampainya di salon itu, semua menyambutnya dengan baik. "Nyonya Andini... "
"Halo Ce Angela."
"Ya ampun sudah sembuh ternyata dari komanya. Saya dengar Anda kecelakaan, kami turut berdukacita ya."
"Iya terimakasih."
Cece Angela pun melihat takjub ke arah Andini yang merubah gayanya 180 derajat lebih cantik.
"Nyonya Anda terlihat begitu fresh, canti, dan seperti gadis saja."
"Bisa saja."
"Nyonya mau treatment apa?"
"Kasih yang paling terbaik, Ce."
"Siap laksanakan... "
********
Pukul 10 lewat 10 menit, barulah Debora pergi dengan membawa mobil sendiri tanpa supir pribadi.
"Ckkk!!! Percuma banget kalau suami gak punya segalanya! Aku akan tuntut Mas Bram!" kesalnya.
Sesampainya di kantor perusahaan Bram, ia turun dari mobil yang telah diparkirkan di depan lobby.
Namun, satpam pun menegurnya. "Maaf Bu, Anda dilarang parkir disini," ucap satpam itu dengan sopan.
Akan tetapi, Debora terlihat kesal. "Terserah saya lah!"
"Mobil yang bisa parkir di depan lobby hany CEO, klien penting, dan tamu VIP saja Bu."
Debora pun bersedekap d**a dengan arogan. "Heh! Dasar gak guna, saya ini adalah adik iparnya Mas Bram! Suka suka saya lah."
"Tidak bisa Bu."
"Ada apa ini?" tanya Bram yang keluar karena memang ada urusan tadinya, dan ia melihat keributan di luar.
"Mas Bram, lihatlah satpam bodohmu ini. Ia mengusirku seenaknya."
"Biarkan mobilnya disini saja."
Satpam itu mengangguk melihat gelagat Debora yang sangat manja pada Bram yang sekarang ini mereka memilih masuk ke dalam perusahaan.
"Amit amit jabang bayi, kok ada wanita kaya gitu ya? Kelakuannya gak banget, beda sama Bu Andini," batin satpam itu pergi.