Bab 5

1164 Words
Sementara itu, Andini telah tampil lebih perfect dengan nail art seharga 5 juta rupiah dan treatment yang dijalani sebesar 8 juta rupiah. Jadi, bisa dibilang totalnya bisa mencapai 13 juta rupiah. Andini keluar dari salon itu dengan tampilan yang makin cantik. Ia memandangi kukunya yang super indah itu. "Cantik sekali... " gumamnya. "Bagaimana Nyonya Andini? Suka?" tanya Cece Angela. "Iya nih Ce, bagus banget. Makasih ya?" Cece Angela mengangguk hormat. "Iya Nyonya, khusus untuk Anda, ada diskon 10%." Andini menggeleng, "Tidak perlu, Ce. Saya tidak butuh diskon, saya akan bayar full, tenang saja. Saya benar-benar puas dengan hasilnya," ucap Andini dengan mengembangkan senyumnya. "Ya ampun, saya lupa meragukan orang sultan seperti Anda," ucap Cece Angela. Setelah membayar, Andini pun pergi ke beberapa store branded untuk membeli aneka aksesoris dan tas. Mobil mercy hitam keluaran terbaru itu, telah siap menyambut Andini kembali. "Silakan Nyonya Andini... " "Iya terimakasih Pak." Andini masuk ke mobilnya dengan elegan. Sementara Cece Angela menunduk hormat hingga pintu mobil itu tertutup. "Terimakasih atas kedatangannya, Nyonya." Di dalam mobil tersebut, Andini mengenakan kacamata hitamnya. "Nyonya, kita langsung ke store LV?" "Iya langsung saja. LV, Gucci, dan Dior ya?" "Baik Nyonya." Mobil hitam mewah itu meluncur dengan suara yang halus, meninggalkan salon milik Cece Angela. Mobil mewah itu sengaja dipakai oleh Andini untuk memanas-manasi si Debora pelakor itu. "Enak juga habisin harta suami b******n itu," batin Andini. Andini memang rencana ingin menguras habis harta Bram serta mengambil alih semuanya dengan cara yang elegan. "Lihat saja, perlahan demi perlahan kalian semua akan hancur!" batin Eva dengan penuh tekad. ********** Setibanya di store branded itu, mercy terparkir di depan toko tersebut. "Silakan Nyonya," ujar supir pribadinya. "Terimakasih Pak." Eva berjalan elegan, melepaskan kacamata hitam branded nya itu. Ia melangkah menuju store LV, di sambut oleh staff dengan ramah. "Nyonya Andini, senang bisa bertemu dengan Anda kembali." "Ada koleksi terbaru kah?" "Banyak Nyonya, akan saya tunjukkan. Anda ingin syal, dompet, tas, sepatu, baju, atau lainnya?" "Aku ingin membeli aksesoris dan tas saja." Mereka melayani dengan sepenuh hati. Mengingat Andini adalah orang yang paling loyalitas dengan toko mereka. "Nyonya ini saya cocok untuk Anda. LV heritage crocodile leather heel, ini terbuat dari kulit buaya asli, biasanya hanya untuk private order saja." "Oke, aku pesan itu." "Baik Nyonya, harganya 115 juta. Bagaimana?" "Tidak masalah, pesankan untukku." ********** Di saat Andini sedang tampil glamor elegan, kini si Debora hanya berada di kantor Bram dengan raut wajah yang memberengut sejak tadi. Beberapa kali ia menghela nafas panjang. "Kenapa sih kamu kasih Andini banyak uang?!" bentak Debora tiba-tiba. Bram pun melihat ke arah istri sirinya yang dulu adalah adik iparnya. "Lho? Dia istriku, it's my wife, what's wrong?" tanya Bram heran. "What's wrong katamu, Mas? Udah gila ya kamu. Kamu ngasih si Andini wanita kampungan itu dengan nominal yang sangat banyak, 1 M lebih. Are you crazy, baby?" tanya Debora tidak terima. Tidak dipungkiri saat ini hati Bram terbawa arus dengan pesona Andini, istrinya sendiri. Namun, nasi sudah menjadi bubur, dia menikahi wanita tantrum seperti Debora yang ternyata kecantikannya tidak terlalu setara dengan Andini. "Jangan marah, Sayang. Aku kasih kamu baru aja, kan? 20 juta juga. Kamu beli perhiasan kemarin itu aja udan hampir habis 120 juta." Debora menggelengkan kepalanya heran. "Aku gak habis pikir. Kamu dengan enteng omong kaya gitu, Mas. Coba deh kamu pikir lagi, aku hanya 10 % dari Andini. Aku mau setara pokoknya!" Bram mengerutkan dahinya heran. "Kok kamu jadi bawel gini? Perasaan dulu gak gini deh," celetuk Bram membuat Debora makin panas hati. "Aku gini karena kamu, Mas. Aku mau sekarang juga kamu transfer ke aku 200 juta lagi. Aku mau senang-senang." "200 juta? Lagi?" "Mas! Aku cuma berbekal 1.5 juta aja. Buat makan juga udah habis!" Bram mengangguk, "Oke fine, aku kasih tapi jangan tantrum gini." Bram tidak mau pusing kepalanya, ia segera transfer uang sejumlah dengan nominal yang diinginkan oleh Debora. Sementara itu, Andini yang masih berkelana di branded store lainnya melihat adanya notifikasi Bram mengirimkan uang pada Debora sebesar 200 juta. "Waw, ternyata si pelakor iri juga ya? Lihat saja akan ku buat iri." Andini sudah paham cara memancing emosi Debora saat ini. "Let's see... " ********** 30 menit kemudian... Debora masih berada di kantor itu seraya bersantai di sofa, sementara itu Bram masih ada meeting dengan kliennya. "Hmm enaknya pesan apa ya?" tanya Debora. Ia scrolling media sosialnya, barangkali memang ada yang perlu ia beli. Namun... "What?! Andini beli sebanyak itu, branded semua lagi. Dior, LV, Gucci? Kok bisa sih? Bukannya itu harganya bisa sampai 170 juta, 283 juta, ada lagi...arghhh kok dia beli kalung itu juga sih!!" seru Debora marah besar. Andini mengunggah di media sosialnya soal gayanya yang hedon membuat Debora makin tidak senang. "Mana komentarnya positif semua! b******n, aku gak boleh kalah sama sekali!" kesalnya. Debora dengan beraninya keluar dari ruang kerja Bram dan menuju ke ruang meeting. Niat hati, ia ingin protes. Bodoh sekali dia. Yang ada Bram makin gak suka. "Nona Debora, Anda tidak diperkenankan masuk." "Heh! Siapa kamu ngelarang saya!" "Saya sekretaris Pak Bram." "Persetanan dengan itu! Aku mau ketemu!" bentak Debora. Akhirnya Bram yang berada di dalam ruangan meeting pun harus keluar sejenak. "Sebentar Tuan Jay, ada yang perlu saya selesaikan." "Oh silakan, saya akan membaca surat kontrak kita terlebih dahulu." Bram menunduk hormat lantas menemui siapa yang teriak dari luar ruangan meeting. "Ada apa lagi Debora?" tanya Bram kesal. Ia langsung menarik tangan Debora ke ruangannya lagi. "Mas! Lepasin, aku mau protes sama kamu!" Sementara itu, Jane, sekretaris Bram hanya bisa menggeleng. "Kenapa sih dia selalu seperti itu? Ribut saja," batinnya. ******* Di ruang kerja milik Bram, saat ini Debora melepaskan genggaman tangan suaminya. "Lepasin Mas!" "REWEL TERUS, SILAKAN KAMU PULANG AJA!" "Kamu tega usir aku? Mas! Lihatlah Andini istri kamu kampungan itu. Dia pamer! Aku mau kalung itu juga. Harganya gak mahal kok 700 juta aja!" "Astaga! Aku sudah kasih 200 juta, masih kurang, aku beliin kamu mobil masih kurang. Lama lama uangku habis, Sayang!" "Aku gak mau tahu!" Debora mengandalkan jurus meneteskan air mata palsunya itu untuk merayu Bram saat ini. Sementara di luar, Andini telah berada di luar pintu ruang kerja suaminya. "Bu Andini... " "Iya Jane? Lama tidak bertemu." "Iya Bu. Anda mau ke ruangan Pak Bram ya?" "Iya Jane, ada kan?" Jane seperti bingung menjelaskan semuanya. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri seolah mencari alasan agar Andini tidak masuk. Ia hanya takut jika Andini sakit hati. "Tapi di dalam Pak Bram bersama... " "Debora, kan?" tebak Andini tiba-tiba. "Bu Andini tahu semuanya?" Andini tersenyum tipis, ia menepuk bahu Jane. "Tahu Jane, biarkan saja. Akan ku hadapi." "Tapi mereka... " "Iya saya tahu, saya tahu bagaimana cara menghadap pelakor seperti Debora. Tenang saja, pergilah." Andini pun masuk dengan elegannya, kalung berlian yang telah ia pakai beserta dengan nail art dan perawatan lainnya yang menjadikannya tampil out standing. Andini melihat dengan mata kepala sendiri, Debora tengah memeluk Bram. "Mas Bram... " Bram langsung menjauhkan tubuhnya dari Debora. Tatapannya pias tatkala dipergoki Andini. "S-Sayang, aku bisa jelaskan... "
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD