BAB 9

1088 Words
Dibangun sejak 1988 dan mulai dibuka untuk publik pada 1992, Disneyland Paris yang berada di daerah Marne-La-Valle merupakan tujuan rekreasi favorit di Paris. Berbagai wahana khas Disneyland seperti istana Princess Disney, permainan dengan konsep film dan animasi produksi Disney jelas berada disana. Tempat ini menjadi pilihan Cancri untuk membawa kedua putri kesayangannya, ia keluar dari mobil sambil menggandeng tangan Ashura dan Zivora. “Daddy, apa kami bisa mengikuti festival topeng hari ini?” tanya Zivora. Cancri tersenyum. “Apa Daddy pernah melarang? Kalian bisa bermain sepuasnya hari ini, dan ingat ... jangan membuat masalah.” Pria itu melangkah pelan, ia bisa merasakan jika banyak orang yang memperhatikan dirinya sekarang. Kehadiran Cancri dan kedua putrinya sangat mencuri perhatian orang-orang disana. Wajah tampan Cancri membius kaum hawa dan jelas membuat kaum adam merasa iri. Mereka menatap pria itu begitu jeli, merasa heran saat melihat rambut panjang milik Cancri terseret diatas jalanan aspal. “Apa dia seorang pangeran? Lihat ... fashion-nya sangat berbeda tetapi tetap elegan.” “Aku ragu jika pria itu manusia, wajahnya benar-benar seperti manekin. Tapi ... astaga, dia bisa tersenyum.” “Kau benar, pria Asia itu begitu menawan. Wajahnya benar-benar tampan dan senyumnya membuat jantungku berdetak tak karuan.” “Hei, apa kalian berani mendekatinya?” Cancri merasa bisikkan orang-orang itu cukup mengganggu, ia kemudian menyetarakan tinggi badannya dengan kedua anaknya. Pria itu segera menggendong Zivora dan Ashura, lalu melangkah lebih cepat. “Daddy, kenapa mereka sangat berisik?” tanya Ashura. “Daddy terlalu tampan, sebaiknya Daddy juga menggunakan topeng.” Zivora menatap ayahnya. Cancri hanya menanggapi dengan senyum, ia melirik elit golden yang terus mengikutinya, seakan memberi peringatan agar mereka menjauh saat ia bersama kedua putrinya. “Daddy, apa kami bisa menggunakan gaun Princess Disney?” tanya Ashura lagi. “Apa kedua putri Daddy ingin membuat banyak pria jatuh cinta?” tanya Cancri. Ia tertawa kecil saat Zivora dan Ashura ber-tos ria. Pria itu segera membeli tiket dan memasuki gerbang masuk Disneyland. Sesampainya didalam Cancri segera menurunkan kedua putrinya, ia kembali menggandeng tangan keduanya. “Tania, Rania, kalian ingin menggunakan gaun siapa?” tanya Cancri. Pria itu segara berhenti, tanpa sengaja ia menyebutkan nama anaknya yang sudah mati lima tahun lalu. “Daddy, siapa Tania dan Rania?” tanya Zivora dan Ashura bersamaan. “Tidak, Daddy hanya mengingat beberapa pegawai Daddy yang belum menyerahkan laporan.” Cancri merasa aneh sekarang, tidak biasanya ia akan salah dalam mengucap. Pria itu segera melangkah, ia bahkan tak sadar jika beberapa orang sedang mengawasinya dari jauh. “Baik, sekarang kalian ini menggunakan gaun milik siapa? Princess Belle? Cinderella, Snow White, atau siapa?” tanya Cancri. Ashura dan Zivora saling pandang, mereka saling bertukar pendapat dan Cancri menunggu dengan sabar. “Ashura, rambutmu merah dan kau cocok jika menggunakan gaun Princess Ariel.” Zivora menatap adiknya dengan saksama. “Bagaimana menurut Daddy?” tanya Ashura. Cancri terlihat berpikir, ia kemudian tersenyum dan mengangguk. “Lalu, apa yang pantas digunakan Zivora?” tanya Ashura lagi. Cancri segera menatap putrinya yang lain, ia terlihat berpikir dan tersenyum senang. “Princess Aurora!” ujar Ashura cepat. Ia melompat senang, senyumnya begitu manis dan membuat Zivora juga ikut tersenyum. “Ah ... kedua putri Daddy adalah yang tercantik. Sepertinya Daddy akan mendapat menantu dengan cepat,” ujar Cancri. “Daddy!” tegas keduanya sambil menatap sang ayah. Cancri mengulum senyumnya, ia segera menatap sekitar dan melihat seorang wanita asing. Ada yang aneh dengan wanita itu, ia bisa merasakan tatapan yang sulit diartikan dari orang tersebut. “Daddy, kenapa Daddy melamun?” tanya Zivora. Mendengar pertanyaan anaknya membuat Cancri segera mengalihkan pandangan. Ia menatap kedua putrinya yang juga menatapnya bingung. “Daddy, apa Daddy sakit?” tanya Ashura. Cancri menggeleng, ia kembali menatap kearah wanita tadi, tetapi ia tidak menemukannya lagi. Pria itu memijat kepalanya, entah mengapa sekarang banyak hal aneh yang terjadi. Cancri bisa merasakan ada orang-orang yang mengawasinya dengan ketat, ia menjadi khawatir jika sekelompok musuhnya datang dan membuat keributan ditempat ramai seperti ini. “Sayang, ayo kita mencari gaun dan topeng untuk kalian.” Pria itu kembali melangkah, ia masih dengan sabar menggandeng tangan kedua putrinya. “Tuan, apa saya boleh meminta foto Anda?” tanya seorang wanita yang tiba-tiba saja menghampiri Cancri. Wanita itu terlihat lumayan cantik dan muda. Memiliki rambut pendek, dengan tinggi yang tidak sampai pada pundak Cancri. “Maaf, Nona. Saya tak bisa, hari ini saya harus menemani kedua putri kecil ini bermain. Tidak menerima pekerjaan apa pun.” Cancri menunjukkan raut wajahnya yang datar, iris emasnya menatap tajam dan segara berlalu pergi. Jika saja tidak sedang bersama kedua anaknya, Cancri dengan senang hati melakukan beberapa gaya dan meminta bayaran. Tetapi sekarang ia tak ingin kebersamaannya terganggu. “Tu-tuan, apa saya boleh mengambil foto kalian bertiga?” tanya wanita itu lagi. Ia kini sudah berada dihadapan Cancri, kamera masih setia ada ditangannya. Cancri mendesah. “Jika kau ingin mengambil foto kami bertiga, kau harus membayar enam juta dollar.” Wanita itu membelalakkan matanya, ia segera pergi. Cancri yang melihat itu segera menyeringai, ia kembali melangkah dan tak peduli. “Daddy, apa enam juta dollar itu harga yang mahal?” tanya Zivora. “Kenapa kau bertanya demikian, Sayang?” “Dia terlihat kesal saat Daddy menyebutkan harga,” sahut Ashura. “Uang adalah sesuatu yang berharga, jangan pernah melakukan apa-apa jika tidak ada uang yang menjaminnya.” Mendengar jawab sang ayah membuat keduanya mengerti, mereka harus bisa menghitung segala hal sekarang. “Apa semua hal harus dinilai dari uang?” tanya Ashura. “Daddy hanya akan mengabaikan uang demi kalian berdua,” sahut Cancri. Ketiganya sekarang sudah berdiri didepan sebuah bangunan, di dalam sana menjual berbagai macam gaun dan juga topeng yang bisa digunakan. Cancri segera membawa kedua anaknya masuk, ia tersenyum saat penjaga tempat itu segera datang dan melayani mereka. “Kedua putriku ingin dua gaun yang berbeda. Ashura menginginkan gaun milik Princess Ariel, dan Zivora menginginkan gaun milik Princess Aurora.” “Baik, Tuan. Kami harus membawa kedua putri Anda mengganti pakaiannya,” ujar pelayan itu. “Baiklah, kau bisa langsung merias mereka berdua.” “Sesuai keinginan Anda, Tuan.” Pelayan itu segera membawa Ashura dan Zivora kedalam sebuah ruangan. Sedangkan Cancri memilih duduk pada sofa dan menunggu dengan sabar. Pria itu menatap kearah jendela, ia menyipitkan mata kala melihat seorang wanita diluar sana. Tanpa pikir panjang Cancri segera berdiri, kakinya melangkah cepat dan keluar dari tempat itu. Ia berlari kearah wanita itu, tetapi wanita itu segera lari dan menghilang di keramaian. “Pain, ada apa?” tanya Black dan Deslin yang segera menghampiri Cancri. “Aku melihat Lizzy,” sahut pria itu. Ia menatap Black dan Deslin bergantian, kedua bawahannya itu terlihat bingung. “Kau sedang berhalusinasi.” “Tidak mungkin Nyonya Lizzy masih hidup, kami membuang mayatnya ke jurang dan sudah pasti aliran sungai membawanya ke laut.” “Aku tak peduli! Kalian harus segera menemukan wanita itu, aku harus mencari tahu tentang bagaimana dia bisa hidup.” “Baiklah, kau bisa kembali. Nona Muda dan Tuan Putri pasti bingung mencarimu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD