2

2036 Words
Jill – 2  Teriakan kencang Jill saat berlari keluar kamar menuju lantai satu, sanggup membuat pembantu dan juga satpamnya cepat-cepat menghampiri. Bahkan adiknya Gavin yang tadinya sedang tidur siangpun ikut terganggu akibat teriakan kencang dari kakaknya. "Ada apa non? Kenapa teriak-teriak begitu?" tanya bik siti panik, saat mendengar teriakan anak majikannya sekaligus ekspresi ketakutan diwajahnya ketika keluar kamar. "Iya non, kenapa?" tanya sang satpam saat sudah menghampirinya. "Kak Jill?? Kak Jill kapan datang? Terus kenapa kakak teriak-teriak??" panik Gavin sekaligus bercampur rasa senang, saat melihat keberadaan kakak perempuannya saat ini. Jill yang masih dalam keadaan kaget karena baru saja melihat dengan jelas milik cowok tadi yang menggantung bebas, mulai berbicara dengan nada terbata dan juga satu tangan menunjuk ke arah lantai atas. "I-itu bik. Di-dikamar saya a-ada cowok gila lagi t*******g, mau maling rumah ini!" Semua orang terkejut mendengar apa yang dikatakan Jill barusan. "Hah? maling? Serius non?" tanya sang satpam memastikan sekali lagi. Pasalnya sedari tadi ia berjaga diluar, sama sekali tidak ada orang asing yang masuk dirumah majikannya. "Serius pak! Buat apa juga saya becanda." "Terus sekarang malingnya dimana?" sang satpam kembali bertanya. "Masih dikamar. Mending pak mamat samperin sekarang. Dari pada entar tuh cowok gila keburu kabur bawain barang-barang dirumah ini!" panik Jill, yang masih belum mereda. "I-iya non." Sang satpam yang hendak naik ke lantai atas, seketika urung saat melihat seorang cowok yang ia kenal baik, tengah menuruni tangga dengan menenteng peralatan mandi ditangannya. dibahu kirinya tersampir handuk. Sementara ekspresinya terlihat meringis sakit dengan satu tangan memegangi kepalaya nyeri. semua orang rumah yang mengenal baik cowok itu, menatapnya dengan khawatir, apalagi saat melihat luka dikeningya. Tapi tidak dengan Jill yang justru semakin heboh sendiri saat melihat cowok gila yang bertelanjang didalam kamarnya, kini dengan santainya turun dan sudah mengenakan pakaian lengkap. "I-itu dia pak, cowok m***m gila yang udah maling dirumah ini! Kayaknya dia mau kabur. Buruan tangkep pak!" bukannya melakukan apa yang disuruh Jill. Semua orang dirumah itu malah menatap Jill dengan bingung, dan terlihat tengah menahan tawa. Tentu saja Jill makin dibuat kesal sendiri. "Loh. Kenapa malah pada diem? itu orangnya, yang udah masuk kamar saya sambil t*******g!" ekspresi Jill berubah, seolah mengerti akan suatu hal. "A-atau jangan-jangan tadi, dia ada niat mau ngapa-ngapain saya didalam." Ekspresi Jill berubah cepat menjadi ketakutan dan menyuruh supaya satpam tersebut segera menangkapnya. Tentu saja cowok yang bernama Kenzo Julian, yang mendapatkan segala macam tuduhan dari cewek yang sama sekali tidak dikenalnya itu, meradang. Langkah kaki Kenzo dengan cepat menghampiri Jill. Sementara gadis itu kini mundur satu langkah untuk bersembunyi di balik punggung satpamnya-meminta perlindungan. "Eh! Lo kalau ngomong jangan sembarangan ya. Gue bukan maling. Dan.." mata kenzo menilai Jill dari bawah sampai atas untuk sesaat. "Lagian siapa juga yang minat mau ngapa-ngapain lo!" Kenzo menatap tepat di bagian d**a Jill. Lalu kembali berbicara. "d**a aja tepos begitu. mana bisa bikin gue khilaf. Gak usah ngarep jadi cewek!" Jill yang tadinya bersembunyi dibelakang punggung satpamnya, seketika keluar menatap tajam Kenzo dengan tatapan nyalang, atas ucapan pedas yang barusan dilontarkan pada dirinya"Apa lo bilang?? Lo bener-bener----" Jill sudah akan mengguyur Kenzo dengan gelas minuman yang dibawa bibik untuk dirinya. Tapi untung saja semua orang yang ada disitu buru-buru mencegahnya. "Bibik ngapain nyegah saya sih. dia itu ngomongnya udah gak sopan." Lalu mengalihkan pandangan pada Gavin-adiknya, yang juga ikut-ikutan mencegahnya. "Lo juga Vin! Ngapain ikut-ikutan! Lo mihak dia?!" "Bukannya gitu kak. Kakak salah faham sama dia!" kata Gavin memberitahu, yang seketika membuat Kenzo terkejut waktu mendengar Gavin memanggil gadis itu dengan sebutan kakak. Kening Jill mengernyit kesal. "Salah faham gimana coba?! Udah jelas-jelas kalau dia ini orang gila m***m yang mau maling dirumah ini. kenapa lo malah belain dia!" Perkataan Jill yang sedari tadi kekeh menuduh Kenzo sebagai orang gila m***m, sekaligus pencuri. Benar-benar membuat Kenzo kesal setengah mati. Sementara bik Siti dan juga pak Mamat terlihat kebingungan untuk menjelaskan. Apalagi Jill dan Kenzo saat ini terlihat sama-sama emosi. "Heh! Cewek resek! Lo itu tuli apa gimana sih, dari tadi gue udah bilang kan, kalau gue bukan pencuri!"-kenzo. Jill tertawa meledek. "Mana ada maling mau ngaku. Kalau ada, penjara bisa penuh! Udah pak. Buruan bawa dia ke polisi!" ujar Jill, menyuruh pak Mamat. "Ta-tapi non..." "Apa lagi sih pak, pakek tapi-tapian segala. Buruan bawa dia!" paksa Jill, pada satpam rumahnya. Sang satpam yang kebingungan dan serba salah karena sulit untuk menjelaskan, terus saja ditarik-tarik Jill agar mau segera menuruti ucapannya. Hingga Gavin akhirnya lah yang harus turun tangan. "Stooooppp!!" teriak Gavin menggelegar, dan membuat seluruh perhatian orang-orang dewasa teralih padanya. Mengingat Gavin ini masih kelas satu SMP. Bahkan Jill yang sedari tadi terlihat sibuk menarik lengan Pak mamat untuk segera membawa Kenzo, akhirnya terhenti mematung. Menatap adiknya diam tanpa berkedip sama sekali. "Dengerin gue ngomong dulu kak! Kak Kenzo ini tetangga sebelah rumah. Dan dia bukan pencuri! Dia bisa ada didalam kamar kak Jill, karena dia lagi numpang mandi. Keran air dirumahnya mampet lagi. Udah! Jelas?! Jadi disini intinya cuman salah faham doang!" kata Gavin, menjelaskan dengan cepat. "Tuh! Denger! Mangkanya jangan asal nuduh orang sembarangan!" cetus Kenzo pada Jill. "Heh! Lo lupa? Lo juga udah sembarangan nuduh gue ya. Enak aja nyalahin orang. Sendirinya juga salah!" ujar Jill tak mau kalah. "Tapi disini yang lebih salah lagi itu, elo!" Kenzo menunjuk ke arah keningnya yang luka akibat lemparan tongkat yang dilayangkan Jill padanya. "Nih liat! Gara-gara lo nuduh gue sembarangan, kening gue jadi luka kayak gini." "Itu kan salah lo sendiri. ngapain pakek handuknya gak bener. jadi lepas kan tuh handuk. Lagian disini yang dirugiin itu gue! Gara-gara lo, mata suci gue jadi ternodai. Masih mending tongkat bisbolnya kena kepala lo, bukan kena masa depan lo yang bentuk dan ukuran sama kayak sebiji kulit kacang." Jill bahkan mengucapkannya dengan suara lantang dan juga cepat. Membuat Kenzo kian meradang. "Apa lo bilang.....?!" hampir saja emosinya itu keluar, kalau saja pak Mamat dan bik Siti tidak menahannya. Sementara hal yang sama juga dilakukan Gavin---ikut menahan kakaknya Jill---yang terlihat tidak takut pada Kenzo sedikitpun. **** Dikamar, Jill terlihat masih uring-uringan akibat cowok bernama Kenzo. Setelah tadi pak Mamat dan bik Siti berhasil melerai pertengkarannya dengan lelaki itu, dan berhasil membujuk Kenzo untuk pulang. Rasa kesal yang Jill rasakan terhadap Kenzo tidak bisa hilang begitu saja. Semakin Jill mengingat tiap kata yang diucapkan lelaki itu padanya, semakin bertambah besar rasa kesal Jill terhadap lelaki itu. Apalagi saat mengingat Kenzo menyinggung soal dadanya yang katanya tepos. Gadis itu bahkan sampai berdiri lama didepan cermin hanya untuk membuktikan apa yang dikatakan Kenzo tadi padanya adalah salah. Tapi sialnya, apa yang dikatakan Kenzo tadi sepertinya benar bagi Jill. "Isshh! Bodoh amat! Ngapain juga gue peduli omongan dia soal badan gue." Jill berjalan meninggalkan cermin untuk mengeluarkan pakaiannya yang masih berada didalam tas sedari tadi. Ia bahkan melakukannya dengan kasar akibat rasa kesal dihati atas perkataan pedas kenzo kepadanya. Namun tidak lama, gerakan tangannya terhenti saat mengingat sesuatu. "Lagian punya dia juga kecil. Nggak terlalu be---" Jill yang baru sadar atas apa yang difikirkannya saat ini, memukuli keningnya sendiri dengan buku tangannya pelan. "Gue mikir apa sih?! ya tuhan, otak gue!" Lalu kembali melanjutkan membereskan pakaiannya seperti tadi. Tok tok! Hanya dua kali ketukan, dan Gavin pun langsung masuk tanpa dipersilahkan akibat pintu yang memang sudah terbuka sedari tadi. "Ngapain ngetuk, kalau ujung-ujungnya masuk sebelum gue suruh." Celetuk Jill dengan nada ketus, akibat sikap adiknya tadi yang justru membela Kenzo ketimbang membelanya. "Siapa suruh pintunya gak ditutup." Jill hanya mendengus dengan tubuh yang masih membelakangi. Sibuk sendiri dengan pakaiannya. "Kak Jill dicariin sama papa tuh, dibawah." Kata Gavin, sembari duduk ditepi ranjang. Jill menoleh cepat. "Papa udah pulang?" Gavin mengangguk. "Udah. Kak Jill disuruh turun sekarang. Katanya, papa mau ngajak kakak ke rumahnya kak Kenzo buat minta maaf." "Apa?? minta maaf?? Enggak! Kakak nggak mau! lagian kan, kakak nggak salah Vin." "Nggak salah apanya?! Kakak tuh udah bikin keningnya kak Kenzo luka. Sampai berdarah lagi. Kayak gitu dibilang gak salah?" "Ya, tapi.. itu kan gak sepenuhnya salah gue." "Tetep aja lo itu harus minta maaf, kak!" "Nggak! Kalau gue minta maaf, yang ada tuh orang makin besar kepala." Jill bersikap tidak perduli, dan kembali membereskan pakaian untuk dimasukkan kedalam lemari. Nyatanya sedari tadi, papanya itu mendengar pembicaraan keduanya dari luar. Anton melangkah masuk. Meminta sendiri pada anaknya, agar mau ke rumah Kenzo untuk meminta maaf. "Tapi apapun itu alasannya. Papa akan tetap maksa kamu buat minta maaf sama Kenzo." Mendengar suara ayahnya, membuat Gavin dan Jill menoleh cepat. "Tapi pah...." rengek Jill. "Jillian, kamu kan sekarang memutuskan tinggal disini sama papa. jadi kamu harus menuruti apa yang papa katakan. Lagipula kalian ini kan tetanggaan. Nggak enak kan kalau ribut sama tetangga sendiri. apalagi kalian nantinya akan ketemu tiap hari." ujar Anton menasehati. "Biarpun tetanggaan juga, Jill nggak akan mau ketemu dia tiap hari. males!" "Jillian......" Jill tau, jika ayahnya saat ini sedang tidak ingin dibantah dengan alasan apapun. Akhirnya Jill mengalah dan terpaksa mau pergi kerumah Kenzo untuk meminta maaf. **** Tidak butuh waktu lama, saat ini Anton dan anaknya Jill sudah berada didepan rumah Kenzo dengan menekan tombol pintu rumah. CEKLEK! Pintu terbuka. Menampilan seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik diusianya sekarang. "Eh, mas Anton? Ada apa mas?" lalu beralih melihat ke arah Jill. "Ini siapa mas. Cantik banget." Puji Sofi, karena baru pertama kali melihat Jill. Apalagi datang kerumahnya dengan Anton seperti ini. "Ini yang namanya Jill. Dia anak perempuanku." Sofi mengangguk mengerti, sembari membulatkan bibirnya membentuk huruf O. Jill lalu mencium punggung tangan Sofi dengan sopan. Sofi tersenyum dan menyuruh mereka berdua untuk masuk. "Duduk dulu mas. Oh ya, mau minum apa?" "Nggak usah repot-repot. Aku kesini cuman mau nganterin Jill untuk minta maaf sama Kenzo, anak kamu." Anton memberitahu maksud kedatangannya. Sofi terdiam, untuk mengingat sesuatu. "Oh.. pasti soal yang tadi siang itu ya?" tanyanya, sembari tersenyum. "Iya. Maafin anakku ya Sof. Nanti biar biaya pengobatannya aku yang ganti." Anton merasa tidak enak. "Nggak perlu. Lagian Kenzonya juga nggak papa kok." Kata Sofi, tidak terlalu mempermasalahkan dan menganggap jika ini hanyalah kesalah pahaman kecil antara dua remaja yang masih labil. Tapi sepertinya Kenzo tidak sependapat dengan mamanya. "Nggak papa apanya mah? Ini aja kening Kenzo rasanya masih sakit banget." Kenzo menyahut, menuruni tangga dengan luka dikening yang sudah diobati dan ditutup perban kecil. Tatapannya teralih pada Jill yang juga menatapnya dengan ekspresi kesal. "Katanya lo mau minta maaf kan?! Buruan ngomong! Gue pengen tau permintaan maaf lo itu kayak gimana." Kenzo bahkan berbicara dengan posisi yang masih berdiri. "Kenzo, nggak baik bicara sambil berdiri gitu. Duduk sini deket sama Jill." Kata Sofi menyuruh. "Nggak mau. entar dia nggigit lagi. Dia kan galak! Kalau dia mau, dia aja yang kesini buat minta maaf. Kenapa harus Ken. Yang luka disini kan Kenzo. Bukan dia." 'Ishh! Nyebelin banget sih ni cowok!' batin Jill, kesal. "Kenzo! Kenapa ngomongnya jadi gak sopan gitu sih. mama kan gak pernah ngajarin kamu bicara nggak sopan gitu sama orang." Sofi mengingatkan dengan nada tegas. "Udah tante, Jill nggak papa kok." Jill berusaha mengalah lalu berdiri. Karena menurutnya berdebat pun pasti percuma. Lagipula jika Jill tidak meminta maaf, bisa dipastikan ia akan disidang papanya saat pulang nanti. Jill juga sebenarnya tidak mau membuat kesan yang buruk didepan papanya. Apalagi setelah mereka tidak saling bertemu cukup lama. Jadi menurutnya tidak ada cara lain lagi selain mengalah dan meminta maaf pada cowok tengil itu. Jill yang sudah mendekat menghampiri Kenzo, akhirnya mengulurkan tangan meminta maaf. "Gue.. minta maaf udah bikin kening lo luka." Apa yang Jill lakukan saat ini, tidak lepas dari pandangan dua orang yang masih duduk nyaman dikursi sofa, memperhatikan tingkah keduanya. Kenzo belum membalas uluran tangan Jill, dan malah memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana. "Lo kalau minta maaf yang bener dong. gue dengernya kayak kepaksa gitu." Jill menghela napas berusaha bersabar. "Terus mau lo, gue mesti gimana?" tangan Jill kembali turun saat menanyakannya. "Ya ulangi sekali lagi permintaan maaf lo. yang lebih tulus lagi dari yang tadi." Ucap Kenzo, yang membuat Jill mengepalkan dua tangannya untuk beberapa detik. Menampilkan senyum termanisnya didepan Kenzo, Jill lalu kembali mengulang kata maaf seperti tadi, dengan tangan kembali terulur dan juga nada bicara yang dibuat sangat lembut. "Kenzo. Gue mohon. Maafin gue..." Untuk sesaat, Jill bisa melihat seringaian licik yang muncul di sudut bibir lelaki itu. kenzo mulai mengeluarkan tangan kanan dari saku untuk menerima permintaan maaf Jill dengan menyambut uluran jabat tangannya. Jill terdiam, saat merasakan ada sesuatu yang lembut dan empuk bergerak-gerak ditelapak tangannya. Jill mengernyit bingung. melihat Kenzo yang kembali menyeringai saat kedua netra mereka saling beradu. "Ini hadiah kecil yang gue kasih khusus buat lo, karena udah mau repot minta maaf kegue kayak gini." Saat tangan Kenzo terlepas, barulah Jill mengetahui apa yang sedari tadi bergerak lembut ditangannya. seekor tikus kecil berwarna putih yang langsung dilempar asal Jill kesegala arah, dibarengi teriakan nyaring dan langkah kaki yang sudah berlari keluar dari rumah tersebut. ***** [BERSAMBUNG]  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD