Suasana menjadi hening sejenak.
"Maaf, Mami tidak menceritakan ini kepada kalian sejak awal. Mami di vonis terkena tumor."
"Sejak kapan Mi? Apakah ganas? Mami harus segera melakukan pemeriksaan menyeluruh. Antonie akan meminta dokter spesialis tumor terbaik di rumah sakit untuk memeriksa Mami."
Erland pun merasa cemas dengan keadaan Maminya. Awalnya, dia ingin menjalankan rencananya dengan berpura-pura pergi dari rumah. Tapi Papinya sudah mengancamnya dan sekarang Maminya sakit.
Prima juga terkejut dengan pengakuan Melinda, istrinya. Dia tidak pernah tahu kalau istrinya terkena tumor.
"Mami baru tahu saat pemeriksaan kesehatan terakhir kali di Singapura. Dokter sudah memberi obat supaya tumor Mami tidak cepat menyebar. Jadi kalian tidak perlu terlalu cemas. Mami akan memeriksa penyakit Mami lagi saat melihat kalian telah menikah. Jadi Erland, Mami harap kamu segera menikahi Vanessa bila kamu menyayangi Mami atau kamu mau melihat Mami sakit karena tumor yang mungkin menggerogoti tubuh Mami."
Erland menundukkan kepalanya lalu beranjak pergi tanpa mengatakan apapun. Sementara Antonie masih bersikeras ingin membawa Maminya segera berobat.
"Antonie, Mami bisa menjaga diri Mami. Yang terpenting kamu fokus dengan rencana pernikahan kamu. Setelah semua berjalan lancar, Mami akan segera berobat."
"Mami janji."
"Iya, Mami janji."
"Baiklah, aku pegang janji Mami. Sekarang aku harus berangkat ke rumah sakit."
Antonie meninggalkan ruang keluarga. Tinggal Melinda dan Prima di ruangan itu.
"Mengapa Mami tidak memberitahu Papi? Pokoknya Mami harus segera berobat."
"Papi, Mami tidak terkena tumor. Mami baik-baik saja. Mami mengatakan itu supaya Papi dan Erland tidak melampaui batas. Mami tidak mau Papi sampai mengusir Erland atau Erland malah minggat dari rumah. Mami paham sifat Papi dan Erland yang sama-sama keras. Kita tidak bisa melawan batu dengan batu karena akan saling mengadu. Maka dari itu, Mami mengarang penyakit Mami dan Mami yakin Erland akan melunak dan menuruti keinginan kita. Mami tahu betul sifat Erland."
"Syukurlah, tapi lain kali Mami tidak boleh mengarang cerita seperti ini. Untunglah Papi tidak memiliki penyakit jantung. Jika iya, Papi pasti syok dan mungkin jantung Papi mendadak berhenti saat itu juga."
"Papiiiii, stop. Jangan mengatakan hal-hal mengerikan seperti itu. Mami tidak mau kehilangan Papi."
Melinda segera memeluk Prima dengan erat dan Prima membalasnya dengan ciuman di kening Melinda. Meskipun mereka telah hidup bersama lebih dari 30 tahun, namun cinta mereka tidak luntur. Mereka selalu harmonis dan mesra di waktu bersama, jarang sekali mereka bertengkar.
Erland menemui Cindy di rumahnya. Cindy tinggal sendiri di rumah komplek yang dibeli oleh Erland dari uang saku yang diberikan orangtuanya setiap bulan.
Erland datang dengan raut wajah muram.
"Sayang, ada apa? Apa yang terjadi?"
"Mami sakit. Dia terkena tumor dan dia tidak mau berobat kalau belum melihat aku menikah dengan si Vanessa itu. Papi juga mengancam akan mencoret aku dari kartu keluarga. Apa yang mesti aku lakukan?"
"Kamu turuti saja kemauan mereka tapi ajukan satu syarat kepada mereka."
"Syarat apa?"
"Tinggal di Bandung setelah menikah dan minta perusahaan cabang di Bandung untuk kamu kelola sendiri."
(Keluarga Erland memiliki bisnis bakery di berbagai kota besar salah satunya berada di Bandung.)
"Sayang, kamu tahu kan aku tidak tertarik mengurus perusahaan. Tanpa bekerja pun, saldo rekening ku akan selalu terisi."
"Ini hanya sebuah alasan agar kamu bisa bebas sayang. Dari awal, orangtuamu menginginkan kamu mengurus perusahaan. Aku yakin dengan alasan ini, mereka akan mengizinkan kamu tinggal jauh dengan mereka dan kita tetap bisa berhubungan meskipun kamu sudah menikah. Menikah dengan Vanessa hanyalah sebuah status di atas kertas. Bukankah begitu?"
Erland berpikir saran dari Cindy adalah solusi dari masalahnya. Maminya bisa berobat, Papinya akan senang karena dia mau belajar mengurus perusahaan. Dia bisa bersama Cindy dan tentang Vanessa cuma hal sepele.
"Ide mu memang selalu brilian, sayang. Aku makin cintaaa sama kamu."
Erland mencium bibir Cindy lalu Cindy membalas ciuman Erland dan akhirnya mereka melampiaskan gairah mereka di atas ranjang.
(Selama 2 tahun berpacaran, mereka telah sering melakukan hubungan seksual. Namun, Cindy selalu meminta Erland untuk memakai pengaman sebab dia belum siap untuk hamil.)
Erland membenamkan kepalanya diantara belahan d**a Cindy yang merupakan idaman setiap kaum adam. Tubuhnya pun indah dan kulitnya mulus putih seperti kain sutera. Permainannya di ranjang juga sangat menggairahkan. Sebab itu, Erland teramat tergila-gila dengan Cindy, wanita yang sempurna di matanya.
Di rumah sakit, wajah Vanessa tampak berseri-seri. Rekan kerjanya, Lydia memperhatikannya dan bertanya.
"Nes, apa ada kabar bahagia? Aku lihat kamu tampak berbeda dari yang biasanya."
"Benarkah? Apa sangat jelas terlihat?"
"Sangatttt jelas. Katakan ada apa?"
"Aku akan menikah dengan lelaki impian ku."
Lidya sampe mengatupkan mulutnya mendengar perkataan Vanessa lalu memberi selamat.
"Selamat ya Ness, aku turut bahagia. Semoga persiapan pernikahan kamu berjalan lancar."
Saat jam makan siang, di lorong rumah sakit, Vanessa berpapasan dengan Antonie.Vanessa menunjukkan senyum terbaiknya.
"Siang Dok, Anda tidak ke kantin. Ini sudah jam makan siang."
"Kebetulan aku bertemu denganmu, aku ingin memberitahukan kabar gembira. Kanaya dan keluarganya sudah menerima lamaranku."
Seketika itu juga Vanessa mematung.
"Apa maksudnya ini? Lalu tentang perjodohan, siapa yang dijodohkan denganku jika bukan Ko Anton? Apa mungkin.....?"
"Nes, kamu kenapa? Apa kamu terkejut? Aku sebenarnya ingin memberitahumu kemarin tapi karena jadwal ku terlalu sibuk jadi belum sempat memberitahumu. Dan aku dengar Papi Mami ingin menjodohkan kamu dengan Erland. Kamu juga sudah menerima perjodohan ini. Aku tidak menyangka sebentar lagi kita akan menjadi keluarga. Tenang saja, Erland memang agak sedikit bandel, cuek, pemarah dan terlihat galak tapi aku yakin dia akan berubah setelah menikah."
"Aku ada janji makan siang dengan Kanaya. Aku duluan ya."
Antonie meninggalkan Vanessa yang masih mematung. Pikirannya tak karuan seperti kehilangan arah.
"Antonie bukan lelaki yang dijodohkan untukku tetapi Erland, dan aku telah menerima perjodohan ini. Apa yang harus ku perbuat?"
(Vanessa tidak begitu mengenal Erland sebab baru 2,5 tahun yang lalu Erland pulang ke Indonesia. Mereka pun jarang bertemu apalagi berbincang. Dan yang paling lekat di ingatannya, bekas luka gigitan anjing sewaktu dia masih kelas 2 SD. Saat itu, Erland melempar batu ke anjing liar padahal Vanessa sudah melarangnya, hingga akhirnya dia di kejar namun Vanessa menolongnya. Tapi bukannya berterimakasih, Erland malah mengejeknya.)
Tanpa waktu lama, Vanessa kembali menemukan arah. Dari awal, Vanessa berpikir akan dijodohkan dengan Antonie dan ternyata bukan. Jadi dia berniat membatalkan perjodohannya.
"Aku akan segera menemui Om Prima dan Tante Melinda untuk meluruskan hal ini. Aku tidak mungkin menikah dengan lelaki yang sama sekali bukan calon impianku. Ya, ini harus segera di selesaikan."
Sepulang bekerja dari rumah sakit, Vanessa bersiap pergi menemui keluarga Hutama.