Bab 4 : Lady Escort?

1095 Words
Konflik adalah warna dalam hidupmu. Konflik selalu hadir menghiasi hari-hari semua orang. Seavey Sean memil;ikinya. Hidupnya diwarnai dengan konflik keluarga. Saat ini, di ruang tamu Seavey dibuat murka. Seavey terlihat lelah dengan gayanya, kancing paling atas kemejanya terlepas. "Dan kau berpikir aku akan percaya semua omong kosong ini?" "Omong kosong apa? Apa yang kukatakan adalah kebenaran! Tentang Mom, Dad, dan semua yang tidak kautahu selama ini!" "Apa pun yang kaukatakan aku tidak akan memercayainya. Aku lebih tahu seperti apa kalian!" Pertengkaran Seavey dan seorang lelaki berhenti karena sesuatu jatuh di lantai. Pulpen berwarna pink menggelinding ke arah mereka. Di sana, di balik tembok ruang tengah Ayana mengintip. Gadis bodoh! "Aku tidak bermaksud menguping. Aku hanya kebetulan lewat." kata Ayana ragu. Ia tahu apa yang ia lakukan adalah salah. Ia hanya terperangkap dalam situasi. Membuatnya berada di antara perasaan gelisah dan takut. Ayana berjalan lambat hendak mengambil pulpennya.  "Siapa dia? Apa dia perempuan sewaan?" Lelaki yang berada di depan Seavey tentusaja penasaran dengan hadirnya mahasiswa kuliahan di rumah Seavey. "Aku hanya--" Ayana gugup. Menjelaskan kalau dirinya hanya agen pembersih saja terasa begitu sulit. Bagaimana mungkin agen pembersih sepertinya seenaknya keluar masuk rumah tuannya.  "Dia Ayana," jawab Seavey. Balasan itu masih butuh penjelasan rinci bagi siapapun yang mendengarnya. Ayana siapa? Siapa Ayana. Ayana bahkan bukan artis. "Kau pasti lelah, Ayana. Tidurlah di kamarmu. Kupikir kuliah membuat kamu letih. Kau harus banyak istirahat." Seavey melangkah mendekati Ayana. Meninggalkan lelaki yang tadi berdebat dengannya.  "Seavey.Jelaskan padaku siapa dia? Aku tidak mau ada Summer yang kedua? Dia bukan mantan pegawai Dad 'kan?" Ayana harus menyipitkan mata hanya untuk memaknai kalimat itu. Mantan pegawai Dad? Sepenting itukah jadi pegawai ayah Seavey? "Kau tidak berhak tahu hidupku, Daniel! Aku, kau, Mom, Dad tidak lagi punya ikatan. Aku terlepas dari kalian, kautahu!" Pernyataan itu sangat tajam. Begitu menusuk andai kalimat itu sebuah tombak. "Kami selalu peduli padamu, Sea! Kami ingin yang terbaik buatmu. Kami berhak tahu dengan siapa kau menjalin hubungan. Aku, adikmu. Aku tidak mau kau dimanfaatkan oleh orang asing." tutur Daniel. Dari nada bicaranya, dia sedikit mencurigai Ayana.  Seavey bergeming. Ayana tidak tahan dengan suasana dingin ini. Sekuat tenaga ia memberanikan diri untuk bicara. "Kau tenang saja. Aku dan Tuan Seaveay tidak punya hubungan apa-apa." jelas Ayana namun tidak mendapat balasan.  “Bagus kalau begitu.” Setelah Daniel berkata seperti itu. Tidak ada lagi percakapan. Ayana ingin mencairkan suasana datar ini. Dan matanya tertuju pada pulpen yang tadi ia jatuhkan. "Pulpen ini adalah pulpen favoritku. Aku tidak bisa belajar tanpanya." Ayana memungut pulpen yang ada di lantai. Seavey dan Daniel masih saja tak merespon. Ayana merasa aneh bahwasanya leluconnya tidak membuat siapa pun tertawa. "Kupikir kalian butuh bicara berdua. Aku pergi dulu." Ayana melangkah pergi setelah mengatakan itu. Ya, dia memang tidak seharusnya di sana. Karena kehadirannya suasana malah semakin tegang. Ayana cepat-cepat memasuki kamarnya. Mengunci pintu rapat-rapat dan mengatur napasnya yang sedari tadi ia tahan. Ayana mengganti pakaian lalu menyadari jam menunjukkan pukul empat sore. Ayana memutar lagu despacito milik Luis Fonsi featuring Daddy Yankee, dan Justin Bieber. Kemudian menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Bukannnya tenang, Ayana malah mengingat-ingat kata terakhir Seavey terhadap Daniel. Omong kosong? Apa yang dimaksud Seavey dengan omong kosong. Tapi... Dia tidak bisa menebaknya. Walau dia sudah memahaminya pelan-pelan, tetap saja ia tidak bisa. Sangat sulit menerjemahkan kata omong kosong yang diucapkan Seavey tadi. Ayana malah frustasi sendiri. Kesal, ia menenggelamkan kepalanya di bawah bantal. Dan dia pun tidur dalam waktu yang cukup singkat... *** "Hei, bagaimana kau bisa ada di sini Wynter?" Ayana baru bangun ketika menyadari anjing kecil menggigit rambutnya. Ayana yang gemas mengelus bulu halus Wynter. Binatang piaraan itu sangat cantik dengan warna coklat yang menjadi d******i warna bulunya. Matanya juga sangat indah. "Sayang sekali kau tidak bisa bicara. Alangkah senangnya kalau kau bisa jadi mata-mataku. Pasti akan sangat menyenangkan menggali informasi darimu." decit Ayana.  Menggendong Wynter, Ayana keluar dari kamarnya. Mencari Seavey bersaudara yang sebelumnya bertengkar. Bukannya menemukan mereka di ruang tengah, Ayana justru mendengar teriakan seorang perempuan. Penasaran Ayana melangkah menuju sumber suara. Di area kolam renang di samping rumah tuan besarnya lokasinya. Di mana Seavey tengah berbuat kasar terhadap seorang perempuan. Bukan Summer, tetapi perempuan berbeda. Ayana merasa ngeri.  Pemandangan itu adalah pemandangan paling tidak disukai Ayana. Bagaimana bisa orang terhormat seperti Seavey melakukan hal b***t seperti itu di pinggir kolam renang. Astaga, itu terlihat menggelikan. Ayana tanpa sadar melepaskan Wynter ketika tubuhnya mulai gemetaran. Dan Wynter pun berlari memasuki area kolam renang. Di sana, Seavey menghentikan perlakuan sadisnya. Mengambil anjing itu lalu menoleh kanan dan kirinya. Dia sadar kalau Ayana pasti sudah bangun. Mengingat Wynter dititipkan di kamar perempuan itu. "Sekarang kau boleh pulang. Kalau uang ini tidak cukup, hubungi saja aku!" Perempuan yang tadi mendekati Seavey dengan mata memerah. Dia mengambil cek yang diberikan oleh Seavey. Perempuan itu perlahan melangkah pergi. Sementara Seavey membawa Wynter masuk rumahnya ketika perempuan sewaannya telah pergi. Seavey mengetuk pintu kamar Ayana. Sekadar memastikan apakah perempuan itu melihat kejadian di kolam renang atau tidak. Seavey penasaran... "Ayana, kau ada di dalam?" "--" "Ayana, kau mendengar aku?" "--" Ketika Seavey akan mengetuk pintu ketiga kalinya. Ayana membuka pintu bersamaan wajahnya yang berair karena air mata. Entah apa maksudnya itu. “Kau mengangis? Apa yang membuatmu menangis?” Jelas tindakan Ayana ini menimbulkan pertanyaan besar. "Aku pikir aku akan berhenti bekerja!" Ayana mengumumkan sambil menyodorkan kertas. Dia tidak akan sanggup tinggal di rumah Seavey dalam kurun waktu yang lama.  Dia tidak akan sanggup menyaksikan kekerasan setiap waktu yang tidak tertentu jadwalnya. Dia tidak bisa hanya menjadi penonton di rumah itu. Merasa bersalah pada perempuan-perempuan sewaan karena tidak bisa membantu apa-apa. Seavey adalah b******n kaya yang bisa melakukan apa pun. "Ayana apa maksudnya ini?" Ayana mengalihkan perhatiannya pada Wynter. "Aku memang butuh uang. Tapi uang tidak akan membuat aku acuh pada orang lain. Untuk perlakuan buruk pada Summer aku memakluminya karena kupikir dia merupakan pacarmu." Ayana menelan liurnya lalu melanjutkan. "Tapi ternyata, masih ada tindakan buruk selanjutnya. Apa sebegitunya kau meremehkan perempuan? Aku tidak bisa, aku tidak bisa seperti ini! Hyper s*x atau apa pun itu, pada intinya salah! Tidak ada hukum yang membenarkan perempuan dipukuli. Kami punya hak untuk bebas!" Keberanian itu bagaikan bara api, yang datang tiba-tiba tanpa Ayana rencanakan.  Seavey mengambil napas. "Apa yang kautahu tentang aku, Ayana? Kau hanya tahu aku seorang pria kejam 'kan?" Tidak, Ayana merasa seperti mendengar lelucon. Suara Seavey terdengar lebih marah dari pada dirinya. Padahal Ayana jauh lebih ingin menyuarakan pemikitannya tentang Seavey yang kejam. "Baiklah. Kau berhenti bekerja di sini. Itu 'kan yang kau mau? Kau bebas pergi, Ayana. Kau bebas melakukannya." Kalimat Seavey sangat tegas. Ayana sempat berpikir Seavey meminta maaf, menahannya, atau menjelaskan kalau apa yang ia lihat ternyata salah. Tapi... Seavey malah menyetujui ia berhenti bekerja. Seolah membenarkan apa yang dilihat olehnya. Ayana merasa sesuatu menyenak hatinya beberapa saat...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD