Tyas Larasati

1563 Words
Bunyi ketukan pintu terus terdengar sejak tadi, tetapi hal itu tidak cukup kuat membuat wanita yang sedang bergelung nyaman di dalam selimut tebal berwarna merah muda dengan motif bunga kecil-kecil itu terusik. Tok.. tok.. tok.. Kembali orang di balik itu mengetuk pintunya, tampak tergesa dan tidak sabar. "Ya Tuhan siapa sih orang yang nggak tahu ini Weekend.. w-e-e-k-e-n-d!" Dia menggeram kesal sambil mengeja kata terakhirnya, padahal percuma karena orang yang di luar pun tidak akan dengar. Tyas paling benci jika hari leha-lehanya di rusak seperti itu. Dia menarik selimut kian tinggi sampai melewati kepala, tidak berniat sedikit pun untuk beranjak dari sana. Kelembutan seprai terlalu membuainya di sebuah kamar indekos sederhana. Tyas memang memilih tempat kos tidak jauh dari tempat kerjanya, walau harus setengah jam naik angkutan umum dulu atau menumpang pada Rere yang kebetulan rumahnya searah untuk sampai BM Hotel. Tyas pikir dia sudah terbebas dari gangguan ketukan pintu tersebut saat perlahan tidak lagi terdengar. "Baguslah orang itu tahu diri, sebelum di amuk!" gumamnya kembali memejamkan mata. Namun, kesenangannya hanya beberapa detik karena berikutnya suara Ariana Grande menyanyikan lagu Thank you, Next terdengar begitu mengganggu. Padahal Tyas memilih lagu itu karena sangat mengagumi penyanyi mungil dan cantik tersebut. Tetapi saat-saat Weekend dan bermalas-malasan jelas, mau Ariana datang langsung di depan pintu kos dan nyanyi, Tyas tetap tidak akan peduli. Geez! Pikiran apa itu, Tyas akan menyesalinya nanti kalau Ariana Grande benar-benar mengamen di depan pintu kosnya. Kanjeng Ratu Calling—begitu melihat nama sang ibu di layar ponselnya, Tyas bergerak cepat dan menjawabnya. "Tyas, kamu di mana?" langsung saja ibunya bertanya dengan nada kesal yang tidak di tutupi. "Mami, Tyas di kos." Tyas segera berdiri, dia belum mandi padahal sudah jam sembilan pagi, masih memakai kaos lusuh kebesaran yang menutupi celana bahan tipis yang super pendek. "Mami di depan pintu, cepat buka!' "Ma—tut...tut" Tyas menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah gontai untuk segera membuka pintu, ia pasrah setelah ini Mami jelas akan mengomel. Kalau sudah begini jelas Tyas tidak bisa mengamuk, yang ada dia yang akan di amuk! *** Tyas menatap ibunya yang selalu terlihat mahal dengan pakaiannya yang modis khas istri-istri pengusaha atau pejabat kaya, tampak tidak suka melihat kamar kos yang ditempati putri satu-satunya itu terlihat berantakan dan tidak layak. "Mami akan lapor ke Papi, setuju atau nggak kamu kembali ke rumah!" Bahu Tyas merosot, ditatap mata Mami yang terlihat marah tersebut. "Papi pasti akan dengarkan Tyas, Mi. Aku belum mau kembali!" "mau sampai kapan? Sudah cukup kami membiarkan kamu hidup sesukamu begini!" Lalu mami berdiri, clutch hitam di tangannya tidak sedikit pun dia lepas bahkan sepertinya tidak layak untuk tergeletak sembarangan di ranjang jika mengingat harganya serupa harga motor matic baru. "Mami mau pulang?" Tyas tahu watak Mami lebih keras dari Papi, jadi Tyas tidak akan mendebat, yang ada dia yang malah di seret pulang saat itu juga. "Mami ada arisan." Mami menunjuk makanan yang dibawanya sudah tertata di meja kecil kamar kos. "Makan yang banyak, itu sehat. Mami nggak tahu selama ini pola makanan yang kamu konsumsi seperti apa." "Iya Mami, makasih." Kata Tyas tidak bersemangat. "Satu lagi, Mobil kamu di luar" Mendengar itu Tyas membulatkan matanya. "Tyas nggak minta mobil di antarkan!" "Memang nggak, mami yang mau." "Mi.." Tyas hampir menangis menghadapi ibunya tersebut. Nyonya Rasyid itu menghela napas dan menatap putrinya bungsunya itu. "Kakakmu kembali besok lusa, kamu yakin kakak akan suka melihat kamu tetap memilih tinggal sendiri seperti ini?" itu artinya selama Artara 'Tara' Rasyid yang tidak lain adalah Kakaknya ada di Indonesia, Tyas memang harus kembali tinggal di rumah. Tyas memastikan Mami pergi dari sana, menghela napas setelah melihat Mini Cooper merah yang mencolok di halaman parkir indekos dan setiap kali keluarganya mengunjungi pasti para penghuni kos lain akan menatapnya penuh curiga—seakan Tyas tersangka wanita simpanan pengusaha kaya. Tidak memedulikan, dia segera masuk kembali ke kamar dan tidak bernafsu melihat makanan yang dibawakan ibunya. Makanan sehat empat sempurna, tanpa minyak dan lemak. *** No Secret? Semua orang, termasuk sahabatnya selama ini mengenalnya begitu—Apa yang kita lihat dan dengar, tidak semuanya benar—kata yang sering dia lihat di beberapa media sosial. It's true.. Tyas Larasti, si bungsu sekaligus anak perempuan satu-satunya dari Tantri Larasati Rasyid dan Adam Rasyid—pengacara terkenal dan cukup di segani, sudah membangun sebuah firma hukum atau kantor pengacara yang berpusat di Bandung serta cabang di kota-kota besar lain. Jika orang tuanya atau pun kakak yang mengikuti jejak orang tuanya, sering ada di ulasan-ulasan majalah atau masuk berita, Maka Tyas Larasati seperti anak yang tidak pernah dianggap ada. Bukan karena orang tuanya yang membuangnya, tetapi Tyas Larasati sendiri yang minta pada orang tuanya untuk identitasnya di sembunyikan. Jika Papi sangat mendukungnya, mengizinkan Tyas mengejar apa pun yang membuat ia nyaman, maka lain hal dengan Mami yang sejak awal sudah menuntut Tyas juga mengambil pendidikan hukum, menjadi pengacara juga. Tyas akui pengacara itu pekerjaan yang hebat, setiap proses yang dilalui sang Papi bahkan tidak mudah untuk sampai pada kursinya sekarang ini. Meski begitu, Tyas tidak punya ketertarikan sama sekali menjadi seperti Papi atau Ka Tara. Tara lebih hebat lagi, kini dia bekerja di salah satu firma Hukum terbaik di London, Inggris. Bahkan, akan segera pindah menjadi warga negara sana, dan menetap setelah menikahi pacar bulenya tersebut. Meski membujuk Mami itu sulit, Tyas berhasil menjalani apa yang dia mau. Termasuk, beberapa tahun lalu memilih kos dengan alasan ingin mandiri. Jika diluar sana banyak orang yang menginginkan posisinya, seperti seorang putri yang serba dilayani. Maka, Tyas tidak menginginkan itu semua. Dia menantang dirinya, untuk keluar dari kehidupan mewah penuh fasilitas orang tuanya, menantang hidupnya mandiri. Melepas nama keluarganya dan ingin dikenal hanya sebagai Tyas Larasati tanpa putri Adam Rasyid—pengacara terbaik negeri ini. Bukan Tyas tidak bersyukur. Tetapi, inilah cara dia untuk tetap bisa mengingat bahwa dirinya hanya manusia biasa. Dia hanya takut, jika tetap berlindung di bawah nama orang tuanya, Tyas akan lupa daratan dan lupa dirinya hanya manusia biasa. Walau sedikit, ia ingin hasil usahanya sendiri. Ingatannya berputar jauh ke belakang, sembilan tahun lalu. Hari itu dia memberanikan diri bicara pada orang tuanya. "Bagaimana Tyas, universitas mana yang menerima kamu? Harvard, Oxford atau Cambridge?" Suara tegas Mami membuat nyali Tyas kian menipis. Mami terlihat santai sedang membaca sebuah majalah Fashion terbaru. Sementara Papi duduk di sampingnya terlihat sedang sibuk membalas email yang masuk, televisi besar di ruang keluarnya bahkan sedang menayang-kan liputan berita yang mengulas tentang firma hukum Papi yang baru saja lagi-lagi mendapat penghargaan. "Papi.. Mami" Tyas butuh atensi dari keduanya. "Tyas mau bicara serius." Berhasil, keduanya kini menatap pada Tyas, tampak jelas gugupnya. "Sayang, kamu baik-baik saja? kalau memang nggak di terima, nggak apa. kita coba universitas di Indonesia saja, jurusan hukumnya juga udah sangat bagus." Papi bahkan tak jarang jadi dosen tamu mengisi seminar di beberapa universitas negeri maupun swasta yang ada di Indonesia. Bukan melegakan, itu justru membuat Tyas semakin bingung menentukan kalimat pembuka yang pas untuk bisa di terima orang tuanya. "Katakan, Tyas. Ada apa?" Mami angkat bertanya. "Ty-Tyas hm, nggak bisa kuliah hukum. Sorry for that, Papi." Akhirnya Tyas bicara ke intinya tanpa basa-basi, dia bahkan menunduk dan menggenggam erat kertas pemberitahuan di terimanya di salah satu universitas negeri di Indonesia bukan jurusan Hukum melainkan Ekonomi. "Kamu bicara apa?" Mami yang terlihat tidak bisa menahan diri. "Tyas Larasati, kenapa kamu diam saja?!" tegur Mami kembali tidak sabar, dia tidak sangka diantara dua anaknya, justru sang putri yang memiliki pilihannya sendiri. Tyas semakin menunduk, air matanya tidak bisa ia tahan lagi. Dia menangis karena merasa takut tidak di setuju orang tuanya. "Biar Papi bicara." "Terserah, kamu memang selalu memanjakan Tyas!" Mami lalu berdiri meninggalkan Tyas berdua dengan Papi. "Biarkan Mami kamu, nanti Papi yang akan menjelaskan. Sekarang coba kamu jelaskan pada papi, kamu nggak mau kuliah hukum bukan berarti nggak mau melanjutkan pendidikan, kan sayang?" Ujar Papi begitu lembut. Tyas memang paling dekat dengan Papi. Seperti anak perempuan pada umumnya. Lalu Papi membiarkan Tyas mengatakan pilihannya, Papi hanya mendengarkan sambil terus menatap wajahnya. Jenis tatapan tajam dan menyelidik, mungkin beginilah rasanya lawan Papi di meja hijau saat berhadapan dengannya, merasa takut dan ragu. "It's oke. Coba kasih Papi alasan kuat kenapa papi harus mendukung pilihan kamu ini?" "Tyas minta maaf jika nggak sesuai keinginan kalian atas pilihan ini. Hanya saja, Tyas sudah berpikir dan yakin bahwa memang ini yang Tyas mau, Pi. Ini menyangkut masa depan Tyas, dan nggak ada yang salah juga atas pilihan Papi dan Mami. Tyas yang akan menjalankannya, kan? Tyas mau menjalankannya sepenuh hati and I have to prove my self. This challenge for my life." Papi pun setuju, mendukung pilihan Tyas tersebut termasuk saat memilih keluar dari bayang-bayang nama besar keluarga dan hidup mandiri. "Tyas lebih bangga punya tanah sejengkal hasil diri sendiri, dari pada tanah berhektar-hektar di beri orang tua." Begitulah Tyas saat Tara—kakaknya bertanya tujuan Tyas hidup seperti itu apa. Dari sanalah Tara juga tertantang untuk membuktikan diri, dia bisa berhasil tanpa bantuan nama orang tuanya. Dia tidak gabung dengan firma hukum Rasyid, dan memilih memulai dari nol sampai berhasil seperti saat ini. Meski begitu, Adam Rasyid tidak membiarkan putrinya hidup bebas tanpa pengawasan, Tyas sering mendapati orang-orang suruhan Papi membuntutinya. Lalu bagaimana ya, kalau Sahabatnya tahu Tyas yang selama ini mereka kenal tidak pernah menyimpan rahasia, ternyata mempunyai rahasia besar tentang keluarganya? Inilah hidup, setiap manusia di bumi pasti memiliki jalan hidupnya masing-masing. Termasuk Tyas Larasati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD