Ch-3 First kiss

1676 Words
Melisa memarkirkan kendaraan di area parkiran kampus Cendana. Tatapan mata gadis itu terpaku pada sosok pria tampan yang tengah dikerubungi oleh para gadis cantik. Tanpa melihat wajahnya Melisa tahu siapa pria yang tengah berada di sana, kekasihnya Revan Pratama. Revan terkejut karena Lisa cuek, dan berjalan sambil lalu saja di depan matanya. Tidak seperti biasanya ikut menerobos kerumunan para gadis demi dapat menggamit lengannya. "Sialan!" Geram Revan dalam hatinya, sambil mengepalkan tangannya. Dia tidak rela Melisa menjauh, walaupun di sekitarnya sudah penuh gadis! Tidak rela berkurang satu! Pria tersebut mengambil inisiatif untuk mengejarnya. "Lisa, tunggu!" Teriaknya seraya berlari kemudian meraih pergelangan tangannya. "Ada apa? Aku lihat kamu sibuk jadi aku langsung ke kelas saja." Jelasnya pada Revan, karena pria itu terlihat marah. Dan Lisa tahu pasti karena Leebin yang pagi-pagi tadi mengusirnya dari dalam kamarnya. "Siapa dia?" Tanyanya pada Lisa masih belum melepaskan genggaman tangannya. "Tetanggaku, cowo kere, dia biasa numpang mandi, kadang numpang makan juga." Ujarnya tanpa basa-basi. "Bukan pacar? Selingkuhan?!" Tanyanya masih tidak percaya pada kekasihnya. "Pria ini lama-lama gue kesel juga! Dirinya sendiri nggak ngaca atau bagaimana?! Punya banyak pacar tapi gue nggak boleh dekat-dekat dengan tetangga gue sendiri, yang jelas-jelas bukan siapa-siapa gue!" Rutuknya dalam hati. Tapi bibirnya tetap tersenyum lembut. "Bukan Revan.." Sahutnya lembut seraya menggamit lengannya masuk ke dalam kampus. "Dia kerjaannya apa?" Tanya pria itu lagi, masih penasaran karena pagi-pagi tadi hampir adu jotos dengan si Leebin. Melihat tubuh telanjang mereka berdua di depan tv diam-diam Leebin segera menarik dan melemparkan tubuh Revan keluar rumah. "Berani Lo sama gue!" Teriak Revan ketika itu. "Berani! Muka cakep doang! Gue juga punya!" Teriak Leebin dalam ingatan Revan. "Gue juga kaya! Lo punya apa motor butut mogok pula!" Sindir Revan padanya. Merasa tertohok kalah bicara Leebin menggigit ibu jarinya sendiri, kemudian bilang, "Lo punya rokok gak? Minta dong?" "Punya! Duit pun juga punya! Nih!" Revan melemparkan rokoknya pada pria asing tersebut, tanpa ragu-ragu. Leebin menangkap kemudian segera menyulut rokoknya. "Lo pengemis ya? Baju Lo kucel gitu? Mata panda! Kurang tidur? Atau gak punya rumah buat tidur?" Tanyanya tanpa basa-basi langsung ke titik inti. "Terserah Lo mikir gue apaan, Lo cinta kan sama Lisa? Nikahin dia, bukan begini caranya bro!" Ujarnya sok menggurui, padahal dia sendiri kagak laku sama sekali! "Lu kagak pernah sih enak-enak! Makanya kejauhan mikir! Hahhahaha! Dasar cowok kampret!" Revan tertawa terpingkal-pingkal sambil berlalu meninggalkan Leebin di beranda rumah Lisa. Lisa masih tertegun mendengar pertanyaan Revan. "Dia nggak kerja, cuma seliweran gak jelas gitu." Ujarnya sambil tersenyum menatap wajah pria di depannya. "Pagi tadi kamu pergi, aku sudah berpakaian apa belum?" Tanyanya untuk memastikan bahwa dia tidak lupa memakai pakaiannya kembali setelah acara semalam. "Belum." Jawab Revan padanya. "Bagaimana mau pakaikan baju, belum-belum sudah ditarik keluar sama si gila!" Gerutu pria itu dalam hatinya. Lisa termenung dalam pikirannya sendiri, dia ingat tetangganya itu mandi pagi-pagi sekali di rumahnya. Dan dia mendapati dirinya sudah berpakaian serta tidur berselimut hangat di atas tempat tidurnya. "Jangan-jangan Leebin! Sialan! Awas saja!" Gerutunya dalam hati. "Lo gak naksir dia kan?" Tanyanya lagi untuk memastikan kembali. "Nggak. Aku nggak akan milih cowok yang gak tahu siapa ibu bapaknya, gak jelas pekerjaannya. Gak jelas asal-usulnya. Emmmhhhhh!" Revan segera melumat bibir tipisnya, tidak tahan gadis itu terus menceritakan pria lain di depannya. Walaupun dia sendiri yang bertanya pada awalnya. Beberapa menit pria itu mengulum bibirnya dengan lembut, kemudian menggamit pinggangnya masuk ke dalam kelas mereka berdua. Sesekali Revan dengan sengaja meremas d**a kenyalnya. "Revan, jangan di sini!" Sergah Lisa seraya menarik tangannya dari dadanya. "Kenapa? Biasanya juga begini, Lis. Baru kali ini kamu protes, aku curiga sama cowok buluk di rumahmu pagi tadi!" Sahutnya kesal, kemudian melangkah menuju ke arah gadis-gadis cantik dan melumat bibirnya tanpa ragu sama sekali. "Ra, nanti sepulang dari kampus nginep yuk!" Ajak Revan pada Rara, salah satu penggemar beratnya. "Oke mas, emmhhhhh.." Rara mendesah karena Revan meraba pahanya di bawah bangku. Melihat hal menyakitkan tersebut Melisa hanya menoleh ke samping, membuang muka seraya mengusap air matanya yang tiba-tiba mengalir. Satu menit kemudian dosen masuk ke dalam kelas tersebut, Revan buru-buru menarik tangannya dari paha mulus Rara. "Lagi dong mas Revan?" Rengek Rara manja sambil mengusap area sensitif Revan yang masih terbalut celana jeans-nya. "Nanti saja! Bisa kena skorsing kalau nekad!" Bisiknya lirih pada gadis di sebelahnya. Melisa juga sedang menunggu perintah dari dosennya pagi itu. Tatapan matanya kemudian tertuju ke arah pintu, pria gila yang tadi pagi di rumahnya ada di sana melambaikan tangannya sambil cengar-cengir melihat wajah sedihnya. "Hari ini akan ada mahasiswa baru di dalam kelas kita!" Ujar Pak Marwan, Dosen kimia tersebut. Seluruh mahasiswa dalam kelas berbisik-bisik ria, mendengar dosennya berbicara tentang penghuni baru. "Leebin, masuk!" Perintah pak Marwan padanya, pria setengah gila itu akhirnya melangkah masuk ke dalam kelas sambil tersenyum menatap wajah para penghuni kelas tersebut. "Silahkan perkenalkan dirimu pada mahasiswa lain. Lima menit!" Perintah dosennya pada pria itu. "Perkenalkan nama saya, Leebin. Sudah pak." Ujarnya sambil meringis memamerkan gigi putih sehat. "Pendek sekali?" Tanya Dosen tersebut. "Iya cuma itu aja pak." Sahutnya tanpa basa-basi. "Alamat rumah, dan lain-lain?" Tanya dosennya lagi. "Nggak usah pak, kelamaan, kayak interogasi aja." Sahutnya kemudian melangkah menuju bangku yang kosong di sana. Di sebelah Melisa. Revan dengan wajah geram mengancungkan tinjunya ke arah pria yang tengah duduk di sebelah Melisa. "Hai bro! Rokoknya nanti minta lagi ya?" Sahutnya sambil tersenyum manis. "Rokok-rokok! Muka batu bata!" Umpat Revan sambil mendengus kesal. Beberapa saat kemudian pak Marwan mendapatkan telepon, dosen tersebut keluar dari dalam kelas untuk menjawab panggilan teleponnya. Leebin tersenyum cengar-cengir sambil menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya, pria itu masih berkedip ria menatap gadis di sebelah Revan, Rara. Gadis sintal berpakaian seksi! "Lo ngapain masuk ke kampus gue?" Melisa mencubit lengan kirinya. "Emang Lo doang yang boleh belajar?" Tanyanya sambil menoleh ke arahnya. "Kampus lain kan banyak!" Gerutu Melisa. "Iya deh besok gue pindah!" Sahutnya santai. "Nggak usah pindah, tetap di sini aja." Ujarnya kemudian. "Bin?" "Hem?" "Lo tadi pagi ngapain tiba-tiba mandi? Lo ngapa-ngapain gue?" Tanyanya pada pria yang kini duduk di sebelahnya tersebut. "Nggak, gue cuma pakaikan baju Lo doang." Sahutnya jujur, karena memang tidak ada siapapun di rumah tersebut selain dirinya. Pengennya dia nyuruh tetangganya yang cewek untuk memakaikan baju Lisa. Tapi pasti dia akan dipikir sudah ngapa-ngapain. Jadi dia terpaksa memakaikan bajunya sambil merem walaupun ngintip cuma sedikit dan agak buram! Kemudian mengangkat tubuhnya ke atas tempat tidurnya. "Lo nggak ngerasain apa-apa pas lihat gue begitu?" Tanyanya lagi. "Lihat apa? Lihat muka cowok Lo itu? Rasanya.. biasa saja!" Meringis lalu kembali menopang dagunya dengan santai. "Bukan! Tapi tubuh gue!" "Deg!" Dia tercekat mendengar pertanyaan tersebut. Setelah mengerjapkan matanya berkali-kali dia menoleh ke arah Melisa. "Kalau gue juga ikut naikin setelah si Revan? Lo mau ngapain?" Tanyanya sambil memasang wajah serius. "Gue jijik sama elo!" Sahut Melisa dengan wajah sadis. "Makanya gue gak ngapa-ngapain! Gue tahu diri Lis." Ujarnya seraya berpaling ke depan, menatap ke arah papan putih di depan kelasnya. Ada segurat rasa sakit di dalam hatinya ketika gadis itu bilang 'jijik'. Dia sendiri juga tidak bisa menjelaskan kenapa? Kenapa rasanya seperti itu. Padahal dalam hatinya juga tidak berniat untuk menodai gadis di sebelahnya tersebut. "Kenapa muka Lo sedih gitu? Lo marah ma gue?" Tanyanya lagi. "Pak Marwan oooh! Kenapa pria botak itu lama banget ya?!" Selorohnya mengalihkan perhatian Lisa. "Selalu saja kabur! Nggak di dunia nyata! Nggak dalam alur pembicaraan!" Gerutu Melisa, kemudian menarik lengannya agar lebih mendekat ke arahnya. "Apaan sih?" Pria itu menoleh dan tiba-tiba. "Cup!" Ciuman hinggap di bibirnya tiba-tiba. "Ummm!" Kelabakan melambaikan tangannya kesana-kemari karena gadis itu menahan kedua pipinya. "Apa-apaan ini! Jrooottt!" Revan menonjok pipinya hingga Leebin terjungkal menabrak meja. Leebin mengusap ujung bibirnya yang berdarah akibat pukulan pria tersebut. Dia tidak membalasnya, dia diam saja merasakan nyeri karena lebam pada ujung sudut bibirnya. Dia hanya menatap diam ke arah Melisa yang kini sedang menutupi wajahnya sendiri dengan kedua telapak tangannya. Revan menarik kerah bajunya bersiap memukulinya lagi. "Gue nggak sengaja bro, gak tahu bibir gue nyosor mulu kalau lihat wajah mulus." Ucapnya dengan sengaja. Saat Revan bersiap menonjok pipinya untuk yang kedua kalinya, pak Marwan masuk ke dalam ruangan. "Kalian apa-apaan! Mau skorsing!" Teriak pria berkepala botak halus tersebut. "Nggak pak! Kami cuma sedang beramah-tamah!" Sahut Leebin sambil memeluk bahu Revan. "Mau gue habisin Lo?" Geram Revan karena dipeluk olehnya. "Akting bentar! Lo mau kena skors?" Bisiknya pada pria tersebut. "Nggak mau!" Sahutnya segera. Karena ingat muka garang ayahnya kalau sampai terkena skors. Lalu memasang wajah senyum ke arah dosennya, ikut memeluk bahu Leebin. "Cepat duduk! Mau sampai kapan pelukan hangat!?" Teriak pak Marwan gemas. "Sampai kiamat pak!" Seru salah seorang mahasiswa di kelas tersebut, lalu diikuti sorak riuh seluruh kelas. Mendengar itu Leebin segera duduk kembali di kursinya. "Gue tahu Lo khilaf." Ujar pria itu dengan nada datar, saat melihat Melisa masih menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Maaf." Sahut Lisa. "Gue kok sedih ya, Lo bilang maaf habis ambil kesucian bibir gue." Seloroh pria itu sambil tersenyum menatap wajah memerah di sebelahnya. "Lalu mau Lo gimana?" Tanyanya karena ada rasa sedikit sesal ketika melihat sahabatnya tersebut dipukul gara-gara ulahnya. "Mau gue? Gue balikin aja kali ya ciuman itu?" Nyengir melihat wajah gadis itu semakin merah. Satu detik kemudian," Cup!" Mencium bibirnya hanya dalam hitungan detik. Pria itu mengulurkan bolpoin miliknya ke bawah, pura-pura mengambil sesuatu yang terjatuh di bawah kaki Melisa. "Jangan salah paham, gue cuma mau balikin ciuman." Tersenyum melihat wajah Lisa semakin merah. "Kok gue merasa dikerjai sama elu! Dasar jomblo karatan!" Sergahnya sambil mencubit pinggangnya. "Aduuuuuhhh!" Pekiknya kencang sekali, dia masih memegangi jemari Melisa pada pinggangnya. Teriakannya membuat seluruh kelas menatap ke arahnya. "Maaf pak perut saya mulas tiba-tiba pengen anu!" Serunya pada dosennya tersebut. "Pengen apa? Sana ke toilet! Lainnya buka tugas kalian kemarin!" Teriaknya dari depan kelas. "Lis, lepasin pinggang gue, geli tahu!" "Geli kok bilangnya aduh?" Sindirnya sambil membuka buku kuliahnya. "Lisa, serius gue!" Menahan tangan gadis itu berusaha menghentikan cubitannya. "Kenapa? Lo gak tahan?" Tanyanya sambil tersenyum manis. "Harusnya gue lumat aja bibir Lo, kelar urusan!" Perlahan mendekatkan wajahnya, bersiap mencium bibirnya. Spontan Melisa melepaskan cubitan pada pinggangnya, mendorong kepalanya agar menjauh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD