Ch-2 Leebin

994 Words
Keesokan harinya.. Melisa terjaga di dalam kamarnya, gadis itu mengusap wajahnya, masih malas beranjak dari atas tempat tidurnya. Masih jelas dalam ingatannya, mimpi semalam. Mimpi yang benar-benar membuatnya tidak percaya dengan ingatannya sendiri. Kini dia melihat pakaiannya masih melekat pada tubuh sintalnya. "Dasar gila! Mimpi macam apa ini?!" Dengusnya kesal kemudian melangkah turun dari atas tempat tidurnya. Saat bersiap masuk ke dalam kamar mandi dia mendengar suara percikan air memukul lantai kamar mandi, pertanda ada seseorang di dalam sana. "Siapa ya? Aku pikir semalam bermimpi, lalu jika bukan mimpi, Revan benar-benar tidur sepanjang malam bersamaku?" Tanyanya pada dirinya sendiri, masih bingung dengan ingatannya sendiri. "Kamu sudah bangun?" Tanya seorang pria yang baru keluar dari dalam kamar mandi rumah tersebut. Dia mengukir senyum pada bibir tipisnya. Seraya mengeringkan rambutnya yang basah. Hidung berlekuk, juga tahi lalat pada leher kanannya terlihat sangat mencolok. Rambutnya hitam lurus, dengan mata sedikit sipit, kulit pria tersebut lumayan putih dan bersih. Dengan tinggi badan sekitar 178cm. "Sejak kapan kamu datang? Revan mana? Kemarin dia bersamaku di sini." Tanyanya bertubi-tubi pada pria muda yang hampir sebaya dengan usianya itu. "Gue suruh pulang." Ujarnya cuek bebek sambil melangkah santai menuju ke dapur. "Lo kaga punya kopi?" Tanyanya sambil celingukan mencari kaleng gula dan kopi di dapur milik gadis itu. "Kok diusir sih?" Protes Melisa dengan wajah cemberut. Pria itu hanya tersenyum menatap wajah gadis yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi. "Bukannya kalian ntar juga ketemuan di kampus?" Tanyanya pada gadis itu. "I, iya juga sih." Bisiknya sambil cengar-cengir. "Mana kopinya? Buruan! Ngantuk gue!" Ujarnya tidak sabar terus mencari di antara benda-benda yang ada di dalam dapur tersebut. Gadis itu kemudian melangkah berdiri di belakang punggungnya, tanpa sengaja dadanya menyentuh punggungnya. Wajah pria itu berubah sesaat mendadak pucat, dadanya bergemuruh bak gunung berapi aktif! "Pantas saja si Revan marah-marah pas gue usir pagi buta tadi!" Bisiknya lirih dalam gumaman. "Kenapa melamun? Nih kopinya! Tak!" Melisa meletakkannya di meja di depan Leebin. "Makasih!" Sahutnya seraya cengar-cengir menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hem." Melisa hanya menggumam kemudian duduk di meja makan sambil mengawasinya dari belakang punggungnya. "Ngapain liatin gue sampai segitunya? Ada yang aneh dengan muka punggung gue?" Tanyanya pada gadis itu. "Bukan." Jawabnya singkat lalu menyelinap masuk ke dalam kamar mandinya. "Gue ngapain pagi-pagi malah nyelonong ke sini! Astajin!" Keluh Leebin seraya membenturkan kepalanya di atas meja makan. "Hanya demi kopi gratis??? Masa??! Gila gue!! Ahhhhh tahu deh! Minum aja kopi gratisnya lalu pulang! Hehhehehehe!" Ujarnya sambil menyeruput kopinya. "Duak! Uhhhhuukkk!" Leebin tersedak gara-gara Melisa menyenggol punggungnya dengan sikunya. "Pa an?" Tanyanya terkejut karena tiba-tiba gadis itu sudah tersenyum berdiri di belakang punggungnya. "Lo kesini, cuma mau kopi gratis? Gue denger tahu!" Desisnya dengan gaya pura-pura marah. "Kagak, cuma-cuma mau nengokin kucing gue!" Ujarnya sambil buru-buru menghabiskan kopinya lalu beranjak berdiri berniat berlari keluar dari dalam dapur. "Eiittttssss! Mau kemana? Kabur? Kebiasaan lo!" Melisa sudah mencekal tudung kepala jaket Hoodie miliknya. "Nggak!" Ujarnya sambil mengunyah gigi kosong. "Antar gue ke kampus ya?" Melisa tersenyum manis sambil mengerjapkan matanya berkali-kali. "Anterin? Kaga ah, ntar tetangga pada gosipin gue pacaran sama elo." Sahutnya jujur. "Jadi beneran gak mau nganterin gue?" Tanya gadis itu lagi sambil tersenyum memiringkan kepalanya ke kanan di depan wajah Leebin. "Mau!" Ucapan otomatis meluncur begitu saja! Dia tersenyum melihat wajah manis di depannya. "Oke gue siap-siap dulu ya?" Melisa berlari kecil menuju ke arah kamarnya. Sedangkan pria itu malah terduduk lemas di atas sofa. "Astajin! Bego banget gue! Masa bilang iya mau nganterin si Lisa? Naik apa coba?? Motor gue kan mogok di depan rumah dia pagi-pagi buta tadi! Masa gue ajakin naik becak?? Ya kali? Naik becak? Naik bus? Halte juga lumayan jauh dari sini? Masa gue harus gendong dari rumah ke halte? Tahu ah pusing!" Terus bergumam sendiri sambil mengaduk rambutnya hingga berantakan porak poranda. "Ayo!" Melisa sudah keluar dari dalam kamarnya sambil mengenakan gaun terusan selutut warna merah jambu. Rambutnya di urai ke belakang jatuh di atas punggungnya. "Anu, sebenarnya, anu." Ujar pria itu dengan muka pucat, bibir tergagap. "Anu apa anu anu?" Melisa berkacak pinggang, dia tahu raja kabur di depannya itu pasti bakalan kabur lagi. "Motor gue mogok!" Membenamkan kepalanya di atas meja makan. Sambil melambaikan tangannya. "Memangnya kenapa kalau mogok?" Melisa ikut meletakkan kepalanya di atas meja menumpu wajahnya dengan kedua punggung telapak tangannya. Bersebelahan dengan wajah Leebin. Pria itu merasakan suara gadis itu begitu dekat dengan wajahnya, kemudian menoleh menatap wajah manis di sebelahnya. "Kalau mogok, gue gak bisa ngantar kamu." Ucapnya lagi, masih melihat wajahnya lekat-lekat. "Kenapa nggak bilang sejak tadi?!" Berteriak seraya mencubit hidung pria itu saking kesalnya. "Ahhh! Aduuuhh! Merah tahu! Tanggung jawab!" Pekik Leebin seraya mengusap hidungnya yang merah akibat cubitan gadis itu. "Terus gue gimana ke kampus?" Tanyanya pada pria itu lagi berharap mendapatkan solusi. "Gue gendong? Mau?" Kelakarnya sambil tersenyum menatap wajah cemberut Melisa. "Serius? Ayook!" Menarik Leebin agar berdiri, langsung naik ke atas punggung sahabatnya itu. "Lisa! Berat banget! Turun cepat! Kaga kuat aduuh! Encok gue kambuh!" Meringis pura-pura kesakitan. "Dasar laki-laki kok lemah!" Ledek Lisa kemudian turun dari atas punggungnya. "Kalau begini gue kuat!" Tanpa aba-aba langsung membopong tubuhnya. "Jangan bercanda Bin! Turunkan gue!" Teriaknya sambil mencubit kedua pipinya. "Gue turunin di mana? Hem mana ya? Atas tempat tidur?" Pura-pura beralasan masih cengar-cengir melihat wajah merah Melisa yang kini berada di dalam gendongannya. "Gue naik skuter matik gue aja! Dah buruan turunin, terlambat gue!" Tidak sabar karena pria itu terus main-main menggendong tubuhnya sambil mengayunkannya kesana-kemari. "Cium dulu!" Menyodorkan pipinya ke bibir Melisa. "Gak mau bau!" Sahut Melisa sambil tertawa terpingkal-pingkal. "Bau apaan sih? Baru mandi juga!" Menurunkan tubuh Melisa, sibuk mengendus bajunya sendiri. "Cup! Dah gue berangkat dulu ya? Byeeee Lebin!" Ciuman menyapa pipinya tanpa terduga! "Woi! Cium kagak bilang-bilang Lo? Bayar dulu! Pipi gue mahal satu ciuman satu juta!" Teriaknya sambil cengar-cengir meraba pipi kanannya sendiri. "Alah, muka Lo! Jomblo karatan doang sok jual mahal! Gue lindes-lindes besok muka Lo!" Teriak Melisa seraya menyalakan mesin, lalu berlalu meninggalkan rumahnya bersiap menuju ke kampus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD