Ditengah malam yang pekat dan sepi terlihat seorang siswi tengah berlari melewati tiap gang dengan kencang tanpa menghiraukan arah kemana ia lari. Wajahnya yang pucat ketakutan, matanya sembab dan memerah karena menangis sejak tadi, baju seragam yang ia pakai bahkan sudah lusuh dan basah karena keringat dan juga gerimis hujan yang turun sejak tadi. Sesekali ia menoleh kearah belakang memastikan orang itu sudah berjarak jauh dengannya.
"Ibu....... tolong aku!!!" isak gadis itu sambil terus berlari sesekali menyeka air matanya yang jatuh di pipinya dengan kasar. Nafasnya sudah terputus-putus namun ia tak memperdulikannya.
Hanya kata lari yang ia pikirkan dan berusaha menemukan tempat persembunyian untuknya. Tubuh dan kakinya sudah lelah karena sejak tadi ia terus berlari, perutnya sudah berontak minta diisi. Namun sekali lagi ia tak memikir nya, yang ia pikirkan bagaimana caranya ia bisa terbebas dari kejaran orang itu. Jujur saja dia sudah tak kuat untuk berlari lagi tapi iapun takut jika harus berhenti.
Ingin sekali ia berteriak padanya kenapa dia mengejarnya? Apa yang ia perbuat kepadanya hingga dia berusaha keras untuk mendapatkannya? Tapi jangankan bertanya, membuka mulut saat dia berada tak jauh darinya saja tak mampu karena ketakutan yang luar biasa terus menderanya.
Hingga gadis itu menjerit frustasi, saat gang yang ia lewati ternyata jalan buntu membuat dia langsung meremas rambutnya dengan kasar dan sesekali meraba dinding yang menghalangi jalannya. Lagi-lagi ia menyeka air matanya yang terus menetes bersamaan dengan keringatnya. Apalagi alam bawah sadarnya terus berteriak bahwa nyawanya dalam bahaya dan juga tak akan selamat.
"Selesai manis. Permainan kejar-kejarannya sudah selesai dan pemenangnya adalah kau. Jadi, kini giliran aku yang akan bermain denganmu" ucap seseorang dengan aura dingin dan membunuh yang kental dibelakang gadis itu.
Bahkan saking terkejutnya, gadis yang bernama Min Ji itu langsung jatuh terduduk dengan wajah bertambah pucat dan tegang. Matanya bergerak liar kesetiap sudut mencari celah untuk kabur, namun nihil jalan ini benar-benar buntu.
"Kumohon, jangan bunuh aku!! Lepaskan aku!! Aku tak punya salah padamu!!! Sialan!!!" teriak Min Ji dengan keberanian yang ia kumpulkan setelah merasa dirinya benar-benar diujung ketakutan.
Namun keberanian itu langsung ciut seketika, saat orang yang berada dihadapannya tertawa sambil memainkan tongkat bisbol ditangannya. Tawa yang mampu membuat siapapun yang mendengarnya langsung ketakutan dan bulu kuduknya berdiri seperti yang dirasakan Min Ji saat ini.
"Lepaskan heh?? Setelah aku memburumu sekian lama kau memintaku untuk melepaskanmu? Bahkan aku ikut bermain kejar-kejaran denganmu sekarang Hahaha.... jangan bercanda, aku tak akan melepaskanmu, kecuali saat kau mati." Balasnya dingin membuat Min Ji menangis dan bergetar luar biasa mendengar ucapan penuh ancaman orang itu.
"Kenapa? Kenapa, kau melakukan ini? Siapa kau sebenarnya? Kau pengecut karena kau bersembunyi dibalik masker dan baju hitammu itu!!" Min Ji kembali berteriak namun naas, telinganya langsung berdenging saat tongkat bisbol melayang kearah kepalanya dengan kencang, sedangkan pelakunya langsung tersenyum puas saat melihat darah keluar dari kepala korbannya.
Bahkan sesekali terkikik bahagia melihat aliran darah dikepala Min Ji. Gila? Tentu atau bahkan mungkin lebih dari gila.
"Ini balasan yang harus kau terima, kepala cantikmu berdarah loh.
Oh tapi jangan khawatir, kau akan merasakan sensasi nikmat sebentar lagi. Kenapa? Karena aku ingin membalas apa yang kau lakukan pada diriku yang lain. Min Ji" Ucapnya dengan mata berbinar bahagia sedangkan Min Ji hanya menangis dan menahan sakit yang menderanya.
"Aku bukanlah seoranh pengecut, aku hanya ingin bermain dulu denganmu. Tapi baiklah, jika kau ingin tahu siapa diriku, tapi resikonya kau akan berakhir dengan cepat, bagaimana?" tawar orang itu sambil berjongkok dihadapan Min Ji.
Air hujan mulai menderas membuat keduanya basah kuyup, namun mereka tak menghiraukannya. Apalagi Min Ji ia sedang berusaha memfokuskan dirinya, supaya ia tak pingsan sebelum melihat wajah orang itu. Jika didengar dari suaranya, Min Ji yakin dia merupakan seorang perempuan yang sebaya dengannya.
"ah, aku harus mulai darimana dulu? Menjambakmu? Menendangmu? Atau menamparmu? Kau lakukan itu padaku yang mana dulu?" tanya orang itu enteng sambil menyimpan jari telunjuknya yang lentik didagu yang tertutup kain berwarna hitam.
"apa ma...maksudmu?" tanya Min Ji terbata sekaligus tak mengerti.
"ckckckc... jangan berpura-pura bodoh sayang. Kau ingin aku melakukan apa dulu sebelum kau mati? Bukannya kau selalu melakukan hal itu padaku? Saat disekolah." Kembali orang itu melontarkan pertanyaannya sambil mengelilingi Min Ji bak predator yang siap menerkam mangsanya, membuat Min Ji mau tak mau takut.
Bahkan Min Ji berpikir dimana ia selamatpun, ia yakin dia akan gila. Tapi tunggu, sekolah??? Maksudnya apa? Apa dia salah satu teman disekolahannya? Kini benak Min Ji bersarang banyak pertanyaan tentang siapa dia sebenarnya. Tunggu kalau tak salah tadi ia menyebutkan namanya? Berarti dia mengenalku? Siapa kau sebenarnya? Min Ji terus bertanya-tanya dalam hati hingga tak lama Min Ji menjerit keras saat merasakan kedua kakinya diinjak dan dipukul tongkat bisbol dengan keras tanpa perasaan.
"aaaaaa........................ sakitttttttttt.................. ibuu....................." teriak Min Ji sambil melihat dan memegang kedua kakinya yang kini berasa remuk dan bisa dipastikan patah apalagi darah terlihat keluar dari kedua kakinya. Kembali Min Ji terisak meratapi takdirnya dan juga kematiannya yang masih muda dan parahnya ia dibunuh oleh seseorang yang tak ia kenali.
"bagaimana?? Enak bukan rasanya? Itulah yang aku rasakan saat kau dengan sengaja menendang kakiku" ucap orang itu dengan suara dingin dan datarnya namun Min Ji tak mendengarnya karena fokus dengan rasa sakit yang mendera kedua kakinya.
Apa seimbang menendang dan memukulnya menggunakan tongkat besi itu? Menurutnya itu sangat seimbang apalagi jika mengingat kejadian-kejadian sebelumnya ini belum seberapa.
Tak lama, suara tamparan terdengar ditempat sepi ini, karena orang itu menampar pipi Min Ji dengan keras bolak balik hingga darah merembas dikedua sudut bibirnya saking keras tamparan ia dapatkan tanpa belas kasih. Kepala Min Ji mulai pusing bahkan pandangannya mulai buram. Namun pandangan itu kembali jelas, saat orang itu menarik rambut panjangnya dengan keras bahkan Min Ji merasakan rambutnya akan copot dari kepalanya ditambah luka akibat dari pukulan tadi masih berdenyut sakit. Min Ji hanya menangis menahan rasa sakit yang mendera seluruh tubuhnya.
"jangan pingsan dulu, bukan kah kau ingin melihat wajahku. Maka lihatlah dengan baik-baik!! Simpan wajahku dimemorimu menjelang kematianmu!!" perintah orang itu sambil melepaskan jambakannya dan ia mulai berdiri dan tangan kanannya terangkat untuk membuka cadar yang ia pakai.
"kau..... kau......"
"iya, ini aku Min Ji!!! Tara..... Surprise!!! Bagaimana terkejut??" tanya orang itu sambil bercanda saat telah memperlihatkan wajah kepada Min Ji. Dengan seringian menakutkan muncul dibibirnya. Sedangkan Min Ji langsung terdiam syok saat melihat wajah itu.
"kenapa kau melakukan ini padaku hah!! Bukankah kita teman!!! Ros......" belum sempat Min Ji melanjutkan ucapannya, tongkat bisbol terlebih dahulu melayang kearah kepalanya dengan keras. Darah mulai merembes keluar membasahi jalanan sepi terbawa sapuan air hujan yang mengguyur malam itu. Lama kelamaan mata Min Ji mulai memberat dan terakhir kali ia melihat senyuman puas diwajah gadis itu.
"kau.... kau......" Min Ji pun memejamkan matanya untuk selamanya. Darah mulai menggenang disekitarnya sedangkan pelakunya hanya menatap jasad Min Ji dengan pandangan dingin dan berbahaya.
"kau pantas mendapatkannya!! Teman? Teman macam apa yang menyiksa tubuh temannya yang tak bersalah dengan brutal? Jangan khawatir kau tak sendiri. Tunggulah yang lainnya Kim Min Ji" desis gadis itu. Dan mulai melangkah meninggalkan jasad mengenaskan itu begitu saja. Tanpa merasa bersalah karena sudah menghabisi nyawa seseorang.