Chapter 4

897 Words
Grazinia POV "Aku pulang!" teriakku ketika masuk ke dalam rumah. Dengan langkah gontai aku berjalan menuju ruang tengah rumahku. Aku meletakkan tas selempangku ke sofa dengan kasar. Aku duduk di sofa itu sambil memijat pelipisku. "Bibi!!" "Iya, non. Ada apa?" jawab bibi. "Aduh, bibi. Jangan panggil non. Bisakan panggil aku Nia, Zinia, atau Neng?" bibi hanya mengangguk dan tersenyum. "Tolong ambilkan segelas jus ya, bi" bibi kembali mengangguk dan pergi meninggalkan ku di ruang tengah. "Nia? Kamu udah pulang?" tanya Mama yang datang dari arah dapur sambil membawa segelas jus kesukaan ku. "Makasih, Ma" Mama tersenyum dan mengelus rambutku. Sebagai anak satu-satunya tentu saja aku di manja. Aku meletakkan gelas jus itu ke atas meja dan memeluk mama erat. "Kamu kenapa? Biasanya kalau kamu kayak gini pasti ada masalah" aku hanya menyengir. "Tau aja" Mama terkekeh dan membalas pelukkan ku. "Jadi apa masalahnya? Ayo cerita" aku melepaskan pelukkan Mama dan mengubah posisi duduk ku jadi menghadap Mama. "Mama tau kan kalau aku akan menikah dengan Faraz dan udah mempersiapkannya? Yah walaupun baru baju pernikahannya" "Iya, Mama tau. Memangnya ada apa? Faraz membatalkannya?" aku menggeleng dengan cepat. "Bukan itu" "Lalu?" "Gini, kemarin aku ngga sengaja nabrak seorang pria di cafe dan numpahin minuman ke jasnya. Nah, tadi pagi itu aku bohong soal ke rumah teman. Maaf ya" Mama terlihat kaget sedangkan aku lagi-lagi hanya menyengir gaje. "Jadi kamu ke mana tadi pagi?" "Ya ke rumah pria itu. Di sana aku di sambut dengan heboh oleh keluarganya bahkan satpamnya juga. Mereka membicarakan tentang pernikahan. Mama tau, ternyata pernikahan yang dibicarakan itu adalah pernikahan pria asing itu dengan ku. Aku syok, Ma. Ternyata pria asing itu mengatakan kepada keluarganya kalau aku adalah calon istrinya" seperti dugaanku, Mama syok. "Dan masalahnya adalah entah dari mana dia mendapat alamat kita, dia dan juga keluarganya akan ke sini nanti malam untuk melamarku, katanya sih biar resmi. Bagaimana ini Ma?" Mama terlihat sama bingungnya dengan ku. "Ya, bagus kalau ada yang melamarmu dan bahkan bersedia menikahimu dalam waktu dekat ini. Jadi pernikahanmu dengan Faraz bisa batal" aku dan Mama sama-sama menoleh ke belakang. Terlihat Papa berjalan mendekat ke arah kami. "Maksud Papa apa?!" jawabku dengan suara yang meninggi. Mama berusaha menenangkan ku. "Papa hanya tidak setuju kalau kau menikah dengan Faraz-Faraz mu itu. Dia tidak baik untukmu! Lagi pula, sampai saat ini dia tidak pernah melamarmu secara resmikan?! Dan kau juga belum pernah diperkenalkan ke keluarganya, iya kan?!" Papa juga meninggikan suara nya dan bagiku itu terdengar seperti sebuah bentakkan. "Benar dugaaanku, Papa tidak benar-benar setuju dengan rencana pernikahanku. Kenapa Pa?! Apa dia kurang kaya?!" Papa duduk di sofa dan memijat pelipisnya. "Dia memang kaya, dia memang seorang pemimpin perusahaan yang sangat baik, dan Dia memiliki wajah yang tampan. Tapi dia pasti tidak akan pernah bisa buat kamu bahagia" "Aku bahagia, Pa. Selama aku berpacaran dengannya aku bahagia. Sangat bahagia" air mataku sudah keluar dengan deras sekarang. "Mungkin sekarang kamu bahagia. Tapi nanti setelah kamu menikah dengannya dan mengenalnya dengan baik, Papa yakin kamu tidak akan bahagia!" "Aku mengenalnya dengan baik, Pa!" "Tidak! Kamu tidak mengenalnya dengan baik! Kamu sudah dibutakan oleh cinta, makanya di matamu dia adalah orang yang baik dan cocok untukmu. Percaya pada Papa dia tidak akan pernah membuatmu bahagia!" Papa beranjak dari sofa setelah mengatakan hal yang tidak aku mengerti. Mama sekarang memelukku dan mengusap rambutku. "Tenanglah" ucap Mama yang berusaha membuatku tenang. "Apa yang harus ku lakukan, Ma?" "Turutilah perkataan Papa. Percayalah, Nia. Papa melakukan ini karena Papa pasti punya alasan yang kuat. Mama sudah mengenal Papa dari remaja, jadi Mama tau alasannya melakukan ini" Mama mengecup puncak kepala ku dan itu sedikit membuatku tenang. "Tapi Faraz bagaimana?" "Percayalah, kalau kalian berjodoh pasti cepat atau lambat Papa akan merestui hubungan kalian dan kalian akan berakhir bahagia. Tapi kalau kalian tidak berjodoh, percayalah Faraz akan mendapatkan wanita yang lebih baik dari kamu. Sekarang kembali lah ke kamar dan bersiap-siaplah" aku hanya diam dan berjalan gontai menuju kamar. Abraham POV Aku sedang berbaring di atas kasur dengan tangan yang terus memandangi layar handphone-ku. Aku terkekeh melihat betapa emosinya dia saat membalas pesan-pesan ku. Masalah aku yang akan melamarnya nanti malam itu memang benar. Sebenarnya ini bukan ke mauan ku, melainkan desakkan Mami dan Tania. Ternyata mereka benar-benar menyukai gadis asing itu. Tidak seperti biasanya, Mami dan Tania bisa menyukai gadis asing dengan cepat. Biasanya, mereka sangat sinis dan selektif dengan seseorang yang ku akui sebagai pacarku atau calon istriku. Tapi kenapa dengan gadis asing itu tidak? Entahlah. Brak! "Alex! Kenapa masih belum mandi juga?! Ini sudah sore. Kau tidak lupa acara lamaran itu, kan?" aku hanya diam dan mulai berjalan dengan malas ke kamar mandi. "Bajunya di atas tempat tidur ya!" "Iya!" -Skip- Rambut coklat yang biasanya ku biarkan berantakan, kini ku sisir ke belakang. Kemeja abu-abu dengan jas berwarna senada melekat pas di tubuh bidang-ku ini. Sepatu hitam sudah terpasang dengan pas di kaki-ku. "Kau memang tampan, Alex" gumamku di depan cermin. Aku pun mengambil parfum dan menyemprotkannya ke tubuh ku. "Liat saja, sayang. Kau akan terpikat dengan ketampananku malam ini dan akan melupakan kekasihmu yang jelek itu" Brak! "Sudah berhenti bicara sendiri. Cepat turun ke bawah, kita sudah terlambat" ucap Mami yang ku balas dengan kedipan maut-ku. "Simpan kedipanmu itu untuk menggoda calon istrimu" Mami mencubit pipi ku gemas dan berjalan menuruni tangga. Benar juga kata Mami. Baiklah, akan ku goda kau habis-habisan malam ini Zinia. To Be Continue.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD