Zombie 15 - Back to Underground Tunnel

2217 Words
Zombie 15 - Back to Underground Tunnel Dalam perjalanan menuju terowongan bawah tanah. Jessica melihat sekitar jalanan. Mayat para zombie sudah berserakan di mana-mana. Darah dan daging yang terkoyak juga berantakan sepanjang jalan. Sepetinya beberapa orang sudah tahu cara membuat zombie mati. Dengan cara menikam kepalanya. Mau di tikam atau di tembak. Yang jelas harus tepat mengenai otaknya. Rasanya masih teringat betul. Dulu jalanan ini sangatlah indah. Dengan latar pegunungan dan sawah penuh padi yang indah. Banyak petani sedang menanam padi. Ada juga yang bercocok tanam sayur mayur untuk di jual atau konsumsi sendiri. Kadang juga Jessica melihat para petani memanen hasil apa yang mereka tanam. Jessica menghela napasnya. Betapa sangat indahnya kehidupan mereka dulu. Sekarang yang tersisa hanyalah orang-orangan sawah yang di kelilingi burung gagak. Jessica benci itu, burung gagak memakan mayat zombie yang sudah sangat bau. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kalau semuanya akan menjadi kacau seperti ini. Jessica merindukan ibunya yang selalu bercocok tanam bersama kakak perempuannya. Ayahnya yang menyiram tanaman. Atau sedang duduk di depan rumah meminum kopi sambil baca koran. Adik lelakinya yang bermain di halaman depan rumahnya. Sepertinya itu tidak akan pernah kembali. Mereka sudah menjadi zombie. Menjadi monster pengigit yang sangat menakutkan. Bahkan mungkin mereka sduah mati di tembak oleh orang-orang yang berusaha melindungi dirinya dari zombie. Andai saja ini tidak terjadi. Pasti mereka semua akan bahagia dengan keluarganya masing-masing. Tidak ada tangis dan air mata. Tidak ada perampokan, pencurian dan penggeledahan. Tidak ada juga pisau yang menikam otak para zombie. Tidak ada manusia yang membunuh para zombie untuk mempertahankan hidupnya. Jessica memejamkan matanya. Ia tidak mau menangis lagi di depan Xavier. Semalam dia menangis saja sudah sangat memalukan bagi Jessica. Masa iya, Jessica harus menangis lagi. Terlihat sangat lemah sekali kelihatannya. Dan Jessica tidak mau seperti itu. Jessica mulai terlelap tidur. Setidaknya dengan tidur Jessica bisa lebih tenang dari ketakutan dikehidupannya yang sekarang. Kehidupan yang penuh dengan zombie sekarang ini. Zombie-zombie itu sekarang benar-benar mulai menguasai bumi ini. Cepat atau lambat populasi manusia akan segera berakhir. Harus ada yang menghentikan wabah ini dengan segera. Giliran Xavier yang melihat sekitarnya. Kehidupan kali ini tidak akan mudah. Banyak manusia yang memegang senjata tajam dan senjata api. Yang mereka hadapi sekarang, bukanlah para penjahat lagi. Namun, para monster pengigit. Yang akan membuat mereka menggila saat tergigit, tergores, apalagi sampai terkoyak. Xavier melihat pistol yang ia letakan di dasbor mobil. Xavier jadi teringat Jimmy, kalau waktu itu Jimmy tidak mau mengajarkannya cara menembak. Sudah pasti Xavier akan kesulitan sekarang ini. Beruntunglah Jimmy tidak mengalami kehidupan seperti kiamat ini. Tuhan mungkin terlalu sayang pada Jimmy. "Xavier fokus! Kamu harus fokus dengan apa yang kamu bidik. Jangan lepaskan mata kamu dari taget yang menjadi sasaran kamu. Itu baru objek yang diam. Akan lebih sulit lagi dengan objek yang bergerak. Fokus dan lakukan," ucap Jimmy saat itu memberikan arahan pada Xavier. Xavier mulai membidik papan target yang akan menjadi sasarannya. Keinginannya untuk bisa menembak, bukan berarti Xavier ingin menjadi orang jahat. Setidaknya jika ia bisa menembak. Kelak cara itu bisa ia gunakan untuk melindungi dirinya sendiri. Dor! Xavier melepaskan tembakan ke arah papan target. Jimmy mendekati papan taget yang ditembakan oleh Xavier. Prok! Prok! Prok! Jimmy bertepuk tangan bangga. "Sempurna. Kamu mengenai tepat sasaran. Kita lanjut ke tahap selanjutnya. Kita akan cari objek yang bergerak. Anggap saja kita sedang berburu," ajak Jimmy. Jimmy mengajak Xavier ke hutan. Hutan memang tempat yang paling tepat untuk mendapatkan objek yang bergerak. Mereka bisa berburu, tupai, berang-berang, burung, kelinci bahkan sampai rusa dan kancil. Xavier baru tahu, selain seorang ilmuan. Ternyata Jimmy juga suka berburu di hutan. Jadi selama ini Xavier belum begitu mengenal ayahnya. Jimmy memang penuh misteri. Mungkin karena Xavier dan Jimmy mempunyai kesibukannya masing-masing. Sehingga membuat mereka tidak begitu dekat satu sama lain. "Sssttt.. coba kamu tembak rusa itu. Pelan-pelan, kalau kamu tidak hati-hati. Rusa itu akan lari sebelum kamu menembaknya," bisik Jimmy memberikan arahan lagi pada Xavier. Latihan sesungguhnya memang di alam yang terbuka. Karena objek yang bergerak lebih menantang dari pada papan target. Kalau papan target yang mereka dapat hanya skor saja. Namun, objek bergerak. Mereka akan menikmati hasilnya. Tergantung dengan apa yang mereka tembak. Xavier mengendap-ngedap dengan hati-hati. Sedikit suara yang di timbulkan Xavier. Itu akan membuat rusa itu lari. Dan Xavier akan kehilangan targetnya. Setelah di rasa cukup jarak antara rusa dan Xavier. Ia mulai membidik ke arah rusa. Kemudian ia melepaskan dua tembakan sekaligus pada tubuh rusa. Seketika rusa tergeletak, tapi masih bergerak sekarat. Xavier menunggu rusa itu sampai tidak bergerak. Karena jika langsung dihampiri. Bisa saja rusa itu bangun dan lari dengan kondisi luka tembak yang di buat Xavier. "Kamu berhasil! Hebat! Hari ini kita makan daging rusa! Ayo kita bawa sekarang," puji Jimmy. "Apa sudah bisa di bawa? Apa rusa itu sudah mati?" Tanya Xavier. Baru kali ini ia membunuh hewan yang cukup besar. Xavier tidak pernah membunuh hewan. Sekalipun itu ayam atau ikan. Wajar saja Xavier sedikit terkejut. Karena ini pertama kalinya Xavier pergi berburu bersama Jimmy. "Ayah mengerti perasaan kamu. Kamu pasti terkejut dan masih bingung. Kita tidak melanggar aturan kok. Banyak yang berburu rusa atau hewan lainnya di hutan ini. Jadi kamu tidak perlu khawatir melanggar hukum. Untuk hari ini cukup dulu. Minggu depan kita lanjutkan ke target yang lebih kecil. Seperti tupai, berang-berang atau kelinci. Pasti itu akan lebih sulit, karena mereka punya badan yang lebih kecil." Nampaknya Jimmy sudah sering berburu sehingga ia santai saja dengan perbuatan yang di lakukan oleh Xavier. Jimmy mengikat ke empat kaki rusa ke sebuah ranting pohon yang cukup besar. "Ayo kita kembali. Kita makan daging rusa bersama hari ini. Biar ayah yang mengurusnya. Kamu bilang saja pada Mark ada yang memberi rusa ini. Jangan bilang kita berburu seharian di hutan ini." Entah kenapa memang Jimmy selalu seperti itu. Padahal Mark juga anaknya. Hanya saja memang Mark tidak mirip dengannya. Seakan hanya Xavier anak satu satunya Jimmy Thomson. Mungkin Mark juga merasa seperti itu. "Tangkapan rusa kamu cukup besar juga. Padahal ini pertama kalinya kamu berburu. Ayah bangga sama kamu. Kamu itu memang pintar. Sekali diajarkan langsung bisa," puji Jimmy. "Ayah lebih hebat dari aku kok. Kalau bukan karena ayah yang mengajarkan aku berburu seperti ini," Xavier merendah. Bagaimanapun sosok yang paling dijadikan contoh adalah ayahnya. Jimmy memang bukan sosok ayah yang sempurna. Jimmy terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai ilmuan. Selain seorang ayah, Jimmy sebagai ilmuan bertanggung jawab juga terhadap setiap penyakit langka yang terjadi di kota Troxbo. Jangan salah, meskipun setiap hari Jimmy sibuk. Jimmy selalu menyempatkan waktu saat weekend untuk kedua anaknya. Ya, meskipun tidak setiap weekend mereka quality time. Tapi Jimmy berusaha dekat dengan kedua anak-anaknya. Bagi Jimmy waktu sangat berharga. Jimmy tidak mau melewatkannya dengan sia-sia. Masa kecil anak-anak sudah mereka lewati tanpa banyaknya campur tangan Jimmy. Jimmy hanya sesekali menemani Mark dan Xavier. Kebanyakan yang merawat Xavier adalah Mark dan baby siternya. Mark benar-benar memposisikan dirinya sebagai pengganti ibu bagi Xavier. Jimmy melihat hal itu sendiri. Mark selalu menjaga Xavier dengan baik. Meskipun sifat buruknya yang jorok dan tidak disiplin tidak hilang juga. Namun, Mark memperhatikan Xavier dengan baik. Saat Xavier masih kecil, pasti Xavier tidak banyak mengeluh tentang sifat Mark yang seperti itu. Namun, seiring jalannya waktu. Xavier bertambah dewasa. Xavier sudah bisa mulai menujukan emosinya. Xavier mulai menujukan rasa sebal pada Mark. "Kalian berdua harus tetap akur. Ayah tahu kamu selalu sebal dengan sifat Mark yang seperti itu. Tapi kalian tetap lah bersaudara. Kalian harus tetap saling menyayangi. Apalagi kalau ayah nanti sudah tidak ada," cetus Jimmy saat melihat kedua anaknya bertengkar. "Ayah tahu sendiri kan, Mark yang selalu memulainya duluan. Aku lagi enggak ganggu dia, dia yang malah selalu membuat masalah sama aku!" Tukas Xavier. Padahal mereka baru saja tiba di rumah. Jimmy dan Xavier baru sampai di rumah selesai berburu di hutan. Namun, Mark berhasil memancing amarah Xavier. Mark bermain video game milik Xavier. Entah bagaimana caranya, video game itu rusak. Tentu hal itu membuat Xavier sangat marah. Video game itu adalah hadiah ulang tahunnya dari Jimmy. Mark juga sebetulnya punya. Namun, sudah rusak duluan. Sekarang Mark malah merusakan video game milik Xavier. Sudah minjam tanpa izin, sekarang dirusak pula. Xavier benar-benar sangat marah. "Mulai saat ini, gue akan kunci pintu kamar gue. Dan elo di larang pakai barang-barang milik gue lagi!" Tegas Xavier kemudian dia masuk sambil membanting pintu kamarnya. "Ayo lah Mark, jangan buat masalah terus dengan adik kamu. Kamu itu sudah besar. Bahkan sudah menjadi asisten profesor Felix. Berhentilah menganggu Xavier," pinta Jimmy. "Mark tidak sengaja kerusakannya ayah. Ayah tenang saja. Aku akan selalu menjaga Mark. Meskipun sifat aku buruk seperti ini. Aku tetap ingat janji aku pada ibu," sahut Mark. Mark juga bingung, kenapa setiap apa yang dia lakukan. Selalu membuat Xavier marah dan membuat masalah. Mark tidak bermaksud membuat masalah dengan Xavier. Tapi ya, itu dia. Ada saja kejadian yang membuat Mark sebagai tersangka utamanya. "Xavier tolong!" Pekik Jessica terbangun dari tidurnya. Hal itu membuat bayangan masa lalu Xavier tentang Jimmy buyar. Kening Jessica bercucuran keringat. Sepertinya Jessica tadi bermimpi buruk. "Tenanglah, gue masih di sini. Elo baik-baik aja. Tadi elo cuma mimpi buruk," Xavier mencoba menenangkan Jessica. Tubuh Jessica gemetar, pasti mimpi yang di alaminya sangat menakutkan. "Syukurlah. Gue.. gu.. gue takut. Di dalam mimpi gue. Gue ketemu ayah, ibu, kakak perempuan gue dan adik lelaki gue. Mereka sudah jadi zombie. Gue enggak mau menembak mereka. Gue enggak mau mereka mati. Gue yakin masih ada vaksin yang bisa menyembuhkan mereka dari wabah virus zombie ini, tapi mereka semakin mendekat. Mereka memakan gue tanpa ampun, mencabik, mengigit dan mengoyak. Sakit rasanya, Xavier." Jessica kembali menangis. Jessica sudah tidak perduli di bilang cengeng oleh Xavier. Sekuat-kuatnya perempuan, pasti tidak akan kuat jika melihat keluarganya mati di depan dirinya sendiri. Bukan mati sih, lebih tepatnya di makan oleh kawanan Zombie. Semoga saja selama wabah ini terjadi keluarga Jessica tidak ada yang menebak kepalanya. Agar ketika wabah ini berakhir. Mereka masih bisa menjadi manusia. Xavier menepikan mobinya. Ia tidak mungkin melanjutkan perjalanan dengan tangisan Jessica. Xavier kembali memeluk Jessica yang menangis. Ia tahu betul rasa kehilangan. Xavier juga pernah mengalami kehilangan. Saat ia harus menghadapi kenyataan kalau ibunya meninggal. Dan saat Jimmy meninggal tanpa penjelasan yang sangat rinci dari Mark. Entahlah apa yang terjadi dalam kecelakaan yang menewaskan Jimmy. Hanya saja yang tidak masuk akal. Kenapa hanya Jimmy yang terluka parah hingga tewas. Sedangkan Mark hanya pingsan dan memiliki luka gores saja. Aneh bukan? "Tenanglah. Itu semua cuma mimpi. Gue, profesor Felix, Mark dan Suzan akan coba mencari cara. Untuk menemukan vaksin virus zombie ini. Kita sudah berjalan jauh dari tempat tadi. Kalau di depan ada satu zombie kita bunuh. Dan ambil sampel kulit dari zombie itu," ucap Xavier tetap optimis. Meskipun ia juga tidak tahu. Kapan mereka bisa menemukan vaksin untuk virus zombie ini. Pastinya akan memerlukan waktu yang cukup banyak. Karena kita tidak tahu virus jenis apa ini. "Ya, Xavier. Cepat temukan. Gue enggak mau sampai ada orang lain yang membunuh keluarga gue. Gue tahu keluarga gue sekarang adalah ancaman bagi semua orang, tapi gue selalu yakin. Akan ada keajaiban selama kita yakin dan berusaha. Semua orang sekarang pasti menggantungkan harapan sama elo dan tim profesor Felix. Gue yakin kalian pasti akan temukan vaksinnya. Tetap berusaha Xavier, demi mengakhiri kiamat ini. Gue enggak mau hidup di dunia seperti ini. Gue pengen keluarga gue kembali," ucap Jessica penuh harap pada Xavier. Kalau sudah seperti ini. Xavier tidak bisa bilang apa-apa. Xavier memang sangat optimis tim profesor Felix akan menemukan vaksin virus Zombie. Namun, apa dengan alat dan tempat seadanya di terowongan bawah tanah. Bisa membuat mereka menemukan vaksinnya? Membuat formulasi di tenda bawah tanah. Pasti akan ada resikonya. Mereka harus lebih ekstra hati-hati. Jangan sampai salah mencampurkan chemical atau ekstrak. Karena ledakan bisa saja terjadi. Dan jika ledakan itu terjadi. Semua penghuni di terowongan bawah tanah. Sudah pasti tidak akan ada yang selamat. Xavier mengangguk mantap pada Jessica. Tanpa berkata apapun. Ia kembali menjalankan mobilnya untuk kembali ke terowongan bawah tanah. Mereka harus cepat sampai. Agar percobaan demi percobaan bisa di lakukan secepatnya. Karena vaksin itu harus cepat di temukan. Agar tidak lebih banyak korban. Agar para zombie tidak menguasai dunia ini. Karena jika mereka sudah menguasai dunia ini. Akan lebih sulit lagi mengumpulkan manusia yang suka rela mencari sampel untuk di uji cobakan. Seperti yang Xavier bilang. Kedapannya mungkin mereka akan membutuhkan sampel zombie yang masih hidup. Agar tahu cara menemukan vaksin itu. Reskionya memang besar. Namun, tidak ada pilihan lain yang mereka harus lewati. Kalau mengandalkan hanya sekadar kulit dan darah zombie tentunya akan sangat lama. Selain itu, Xavier juga harus mencari tempat lain. Saat ini memang terowongan bawah tanah aman bagi mereka. Namun, akan bertahan berapa lama? Bertahan di bawah tanah tanpa listrik. Mereka juga harus terus-menerus mencari stok makanan untuk mereka bertahan hidup. Xavier yakin, ada disuatu tempat yang masih ada listriknya. Yang bisa membantu mereka untuk melanjutkan penelitiannya dengan lebih layak. Kemungkinan penelitian gagal sangat lah besar, selama mereka meneliti di terowongan bawah tanah. Karena fasilitas dan bahan-bahan seadanya. Tentu tingkat kegagalannya sangat besar. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat mereka. Mereka tetap melakukan percobaan. Meskipun kemungkinan keberhasilannya sangatlah kecil. Kalau tidak dicoba, kita tidak pernah tahu akan berhasil atau tidaknya. Seperti halnya di luar sana. Siapa tahu masih ada kota yang benar-benar bersih dari zombie. Xavier harus mencari tempat itu. Xavier akan membicarakan hal ini nanti. Semoga saja mereka setuju dengan usulan Xavier.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD