Zombie 9 - Jessica Everly

2205 Words
Zombie 9 - Jessica Everly Hari mulai berganti lagi. Kota Troxbo semakin kacau setiap harinya akibat mayat hidup yang sering mereka sebut sebagai Zombie. Mereka semakin membabi buta menyerang manusia. Sekalinya terkepung oleh Zombie tidak ada harapan baginya untuk tetap hidup. Karena sang zombie akan mencabik-cabik dan mengigit kita sampai habis. Satu gigitan atau goeresan di tubuh manusia. Akan menyebarkan virus zombie itu dalam tubuh kita. Perubahan dari manusia menjadi zombie berbeda-beda rentan waktunya. Ada yang paling sepat dalam hituangan menit. Sekitar lima menit langsung menjadi zombie. Ada juga yang sangat lama sampai dua puluh empat jam baru menjadi zombie. Para zombie itu seperti hewan buas yang sedang kelaparan bahkan lebih buas dari hewan buas. Mark tertidur pulas di laboratorium. Sementara sejak malam sampai pagi. Xavier terus membuat chemical yang kemarin sebelum matahari terbenam ia ambil. Namun, ia bingung. Sepetinya chemical dan ekstrak herbal saja tidak cukup. Xavier butuh sampel yang di uji cobakan. Yaitu sampel zombie, agar tahu. Bagaimana cara bekerjanya virus itu? Xavier melihat Mark yang baru bangun dari tidurnya. Nampaknya ia sangat menikmati tidurnya yang nyeyak. "Sempet-sempetnya elo tidur nyenyak kayak gitu. Padahal di luar sana masih ada zombie yang mengincar kita," sindir Xavier. "Kapan lagi kita bisa tidur nyenyak. Ternyata tidur di sini nyaman juga. Kenapa profesor Felix enggak tidur di sini ya. Padahal di sini aman dari Zombie," belas Mark. "Ya, memang nyaman di sini. Elo jangan lihat dari sisi nyamannya aja. Di sini kurang persediaan makanan. Cuma ada ekstrak dan chemical saja. Masa iya elo kalau lapar harus makan atau minum chemical? Ya udah sekarang kita keluar. Kita masih harus mencari profesor Felix," ajak Xavier. "Tidak bisakah kita di sini dulu sebentar?" "Mau apa lagi? Jangan bilang elo masih takut ngehadepin Zombie. Dan elo masih enggak mau nembak kepalanya?" Selidik Xavier. Mark hanya terdiam, berarti dugaan Xavier benar. Mark masih takut dengan zombie. Siapa yang tidak takut pada makhluk yang bisa menjadikan kita makhluk lain. Namun, jika kita takut terus. Semua itu tidak akan menyelesaikan masalah. Masalah itu sebaiknya di hadapi bulan di hindari. "Astaga Mark! Ya udah terserah, gue mau keliling-keliling dulu sekitar laboratorium. Ada yang perlu gue ambil dari ruangan gue. Elo tetap di sini. Ingat kalau ada zombie mendekati elo. Lo harus tembak kepalanya, kalau enggak. Elo akan jadi bagian dari mereka," ujar Xavier memberikan peringatan. Kemudian ia keluar dari gudang penyimpanan. Xavier mulai berjalan menuju ruanganya. Semoga saja ia masih bisa menemukan barang yang ia cari. Sesampainya di ruangannya, Xavier mulai mencari barang yang ia cari. Ia mencari labu erlemeyer yang tulisan 'My Frist Chemical'. Namun, tidak ia temukan juga. Xavier mencoba mencarinya di bawah. Dan akhirnya ia menemukannya. Hanya sebuah labu yang sudah setengahnya terbakar. Xavier ingat sekali dengan labu erlemeyer itu. Kalau hangus seperti itu. Berarti asal ledakan besar laboratorium itu. Mungkin saja berasal dari laboratorium kerja milik Xavier. Xavier yakin ini adalah sabotase. "Angkat tangan, kalau enggak mau gue tembak!" Ancam seseorang dari belakang Xavier. Sepetinya ia menodongkan sebuat pistol di belakang kepala Vaxier. Xavier menuruti permintaan orang itu. Kalau di dengarkan dengan baik-baik lagi. Suara yang Xavier tadi dengar, adalah suara perempuan. Xavier di todong oleh seorang perempuan? Perlahan ia membalikan badannya untuk melihat siapa yang menodongkan pistol di kepalanya. "Jessica Everly?" Tanya Xavier seakan kenal dengan orang yang ada di hadapannya. "Xavier?" Ternyata Jesicca juga mengenal Xavier. Ada hubungan apa di antara mereka. Perlahan Jessica menurunkan pistol yang ia todongkan ke kepala Xavier tadi. "Elo ngapain di sini?" Tanya Xavier. "Mencari perlindungan pastinya. Lo lihatkan, banyak makhluk aneh berkeliaran diluar sana. Mereka seperti sangat kelaparan. Sampai-sampaj banyak memakan orang," sahut Jessica. "Ya, mereka adalah Zombie. Mereka ada karena sebuah virus. Gue di sini untuk mencari vaksin dari virus Zombie ini. Hanya saja profesor utama di laboratorium ini menghilang. Jadi gue sedikit kebingungan," jelas Xavier. "Profesor Felix? Elo lagi cari profesor Felix bukan?" Tanya Jesicca. "Ya, gue harus mencarinya. Gue bersama profesor Felix akan berusaha mencari vaksin virus zombie ini." Jesicca mengangguk-anggukan kepalanya. "Akan gue tujukan jalannya. Profesor Felix ada bersama kelompok gue. Elo bisa ikut sama gue," ajak Jesicca. "Syukurlah kalau profesor Felix ada sama elo. Oke, gue ke gudang penyimpanan dulu. Ada Mark di sana." Xavier sedikit tenang mendengar profesor Felix berada di tempat yang aman. Jessica ke laboratorium pasti mencari bebeapa bahan untuk uji cobanya profesor Felix. Saat mereka akan kembali ke gudang penyimpanan. Mereka melihat beberapa zombie di lorong menuju arah mereka. Jessica menarik Xavier untuk menjauh dari para zombie. Mereka berlindung di bawah meja-meja. Semoga saja para zombie tidak akan menemukan mereka. Segerombolan zombie melewati mereka dengan cepat. Jumlahnya mungkin lebih dari sepuluh Zombie. Mereka benar-benar sangat menyeramkan, lebih seram dari hantu. "Elo pernah bunuh zombie?" Bisik Jessica dengan sangat pelan. Agar zombie tidak mendengar suaranya. "Gue baru bunuh satu zombie kemarin di depan rumah gue," jawab Xavier. Xavier memang baru membunuh satu zombie. Ia baru membunuh zombie kakek Simon. "Elo tahu kan kelemahan zombie?" Tanya Jessica. Xavier hanya menggunakan kepala saja. "Bagus, elo harus tembak kepalanya. Karena makhluk itu akan mati kalau di tembak tepat di otaknya. Mau di tembak atau bagaimanapun, sedang kepalanya," jelas Jessica masih dengan berbisik. Ada tangan zombie yang menggapai kaki Xavier. Buru-buru mereka keluar dari kolong meja. Jessica langsung menembak zombie yang memegang kaki Xavier. Suara tembakan dari pistol Jessica membuat para zombie yang sudah berlalu, kembali melihat ke arah Jessica dan Xavier. "Ayo kita lari!" Teriak Jessica. Xavier menarik Jessica ke arah gudang penyimpanan. Sambil berlari mereka menembaki para zombie yang mengejar mereka. Namun, jumlahnya sepertinya sangat banyak. Sehingga amunisi peluru di dalam pistol mereka habis. Untunglah mereka sudah sampai di gudang penyimpanan. Mark terkejut dengan kesatang mereka berdua. "Kalian pasti di kejar Zombie? Sudah gue bilang di luar enggak aman," oceh Mark, tubuhnya kembali gemetaran. Mark sungguh benar-benar masih takut dengan zombie. "Lalu elo akan diam di sini sampai elo mati kelaparan di sini?" Timpal Jessica. "Ya, kita keluar kalau ada kesempatan," sahut Mark. "Dan elo akan tetap seperti itu tanpa mencari jalan keluar?" Jesicca mulai jengkel. "Sudah, sudah! Berdebat dalam situasi seperti ini tidak akan menyelesaikan masalah. Yang terpenting sekarang kita harus saling melindungi satu sama lain. Gue denger tadi, profesor Felix ada di kelompok Jessica. Itu artinya kita bisa merencanakan apa yang harus kita lakukan kedepannya. Elo yakin kan itu profesor Felix?" Tanya Xavier lagi, untuk memastikan bahwa orang yang Jessica maksud benar-benar profesor Felix. "Iya, tapi kita punya masalah," ucap Jessica sedikit ragu. "Masalah apa?" "Kami menemukan profesor Felix dalam keadaan pingsan. Sepertinya kepala beliau terbentur saat di kejar para zombie. Untung kelompok gue cepat menemukan beliau. Kalau tidak Profesor Felix pasti sudah menjadi zombie. Saat ini profesor Felix sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Kalian tenang aja, ada dua dokter dan tiga perawat dalam kelompok gue. Gue ke sini dari tadi cari-cari gudang penyimpanan. Ternyata di sini, elo bisa bantu gue cari ini," jelas Jessica panjang lebar. Ia menyerahkan selembar kertas. Nampaknya seperti resep obat. Pasti dokter yang menangani profesor Felix yang meminta Jessica memabawakan yang mereka perlukan. "Biar gue yang cari," Mark langsung mengambil kertas yang bertuliskan apa saja yang harus mereka ambil. "Elo sendirian ke sini?" Jesicca menggangguk mantap. "Elo enggak takut sama sekali? Apa tidak ada lelaki di kelompok elo. Sampai-sampai elo ke sini sendirian. Elo itu cewek loh." Xavier seakan meremehkan Jessica. "Terus kalau gue cewek kenapa? Awalnya gue memang takut sama semua zombie itu. Tapi setelah mereka memakan semua keluarga gue. Rasa takut gue ikut mati, gue harus bertahan hidup. Menangisi kepergian mereka bukan cara yang terbaik. Gue harus mencari jalan dari kekacauan semua ini. Ya, di kelompok gue hanya ada dua lelaki. Mereka sudah lansia, apa gue harus minta pertolongan pada mereka? Tidak Xavier. Gue yang harus melindungi mereka." Jessica benar-benar perempuan yang sangat berani. Bahkan tadi Xavier melihat cara dia menebak para Zombie, tanpa ragu. Bahkan tidak ada satu peluru pun yang meleset. Dia lebih pandai menembak di bandingkan Mark. Yang hanya gemetar memegang sebuah pistol. Jessica malah lebih terlihat sangat terlatih. Seperti polisi wanita yang sedang menyerang penjahat. "Oke, semua bahan yang ada di list kertas ini sudah gue kumpulin," ucap Mark. "Oke gue cek lagi." Xavier harus mengecek ulang. Bukannya tidak percaya pada Mark. Mengingat kakaknya ini kadang suka ceroboh. Di situasi seperti ini. Mereka tidak boleh salah, karena jika salah. Pasti mereka akan kesini lagi. Dan artinya mereka akan di kejar lagi oleh para zombie. "Semuanya sudah lengkap. Kita ambil masing-masing dua. Buat jaga-jaga saja, kalau nantinya sampai habis. Kita harus membawanya secara hati-hati. Karena kalau sampai tercampur satu sama lain. Semua bahan yang kita bawa ini. Mungkin akan meledak. Tentunya jika di bawa oleh ransel, itu akan meledakan punggung kita. Biar gue pindahin dulu ke dalam botol yang tidak mudah pecah. Dan gue juga akan mengganti ekstra yang cair. Ke eksrak yang lebih padat seperti serbuk atau bahan mentahannya. Jadi tidak banyak cairan yang kita bawa." Atmosfer di laboratorium membuat Xavier selalu serius dalam bertindak. Tidak seperti kemarin di rumahnya yang terkesan bawel dan menyebalkan. "Baiklah, gue sih terserah elo aja. Asalkan semua bahan yang di minta dokter udah elo siapin. Karena elo tahu cara membawa bahan-bahan itu. Biar elo yang bawa sampai di tempat persembunyian gue. Biar gue dan Mark yang melindungi elo," usul Jessica. "Gue melindungi Xavier. Elo gila? Gue enggak akan meninggalkan laboratorium ini. Sampai di luar benar-benar aman. Biar kalian saja yang pergi dan menyelamatkan profesor Felix. Gue menunggu di sini," tukas Mark mulai egois. "Mark! Jangan bersikap seperti anak kecil! Elo bisa mati di sini, kita enggak pernah tahu kapan semua ini berakhir. Mau berapa lama elo bersembunyi di sini? Kita belum tentu bisa balik lagi ke sini. Karena kita pasti akan di sibukkan oleh para zombie. Jangan egois Mark! Kecuali elo memang mau jadi zombie seperti mereka!" Tegas Xavier. Meskipun mereka tidak akur. Bukan berarti Xavier setuju dengan idea gilanya Mark, untuk tetap di gudang penyimpanan laboratorium. Itu sama saja menyuruh kakaknya menggali lubang kuburannya sendiri. Lama kelamaan pintu otomatis di gudang penyimpanan. Bisa saja runtuh karena banyaknya zombie yang meyerang. Kita tidak akan pernah tahu situasi buruk apa yang akan terjadi. Ada baiknya mereka selalu bersama. Agar bisa saling melindungi satu sama lain. Xavier juga memerlukan Mark untuk penelitian vaskin virus Zombie bersama profesor Felix nanti. Karena saat ini mereka memang membutuhkan ilmuan yang masih hidup sebagai manusia. Agar mereka cepat menemukan obat dari virus zombie. Saat ini hanya Mark, Xavier dan profesor Felix saja yang ilmuan. Tidak ada ilmuan lagi yang mereka punya saat ini. "Ya udah gue ikut. Tapi kalian yang lindungin gue," pinta Mark. Jessica mendelik sebal. Mark benar merepotkan. Kalau bukan kakaknya Xavier, Jessica lebih memilih meninggalkan Mark yang sangat menyebalkan itu. Kedepanya Mark pasti akan sangat menyebalkan. "Terserah Lo! Oh iya selain chemical dan ekstrak. Kita juga perlu alat-alat laboratorium," Xavier mulai mengambil alat-alat laboratorium yang harus mereka bawa. Karena pastinya akan berguna untuk penelitian. Tidak lupa ia juga menjelaskan beberapa fungsi dari alat-alat laboratorium itu. Secara sempit laboratorium diartikan sebagai ruangan yang dibatasi oleh dinding yang di dalamnya terdapat alat-alat dan bahan-bahan beraneka ragam yang dapat digunakan untuk melakukan eksperimen mendefinisikan laboratorium sebagai salah satu sarana pendidikan IPA, sebagai tempat peserta didik berlatih dan kontak dengan objek yang dipelajari secara langsung, baik melalui pengamatan maupun percobaan. Peranan dan fungsi laboratorium ada tiga, yaitu sebagai sumber belajar, artinya lab digunakan untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor atau melakukan percobaan, metode pendidikan, meliputi metode pengamatan dan metode percobaan, dan sarana penelitian, tempat dilakukannya berbagai penelitian sehingga terbentuk pribadi peserta didik yang bersikap ilmiah. "Apa yang tadi elo sebutin harus kita bawa semuanya?" Tanya Jessica. "Seharusnya sih, karena kita memerlukan semua itu," jawab Xavier. "Ini daftar barang yang harus kita bawa. Kalau ada yang elo enggak ngerti tanya gue sama Mark aja," terus Xavier. "Lo gila, membawa chemical dan ekstrak aja udah repot banget. Sekarang elo mau bawa alat-alat lab juga. Lo bener-bener gila!" Entah kenapa semenjak virus Zombie ini menyerang Mark jadi sangat pengecut. Padahal chemical dan alat-alat laboratorium yang harus mereka bawa itu. Pasti akan diperlukan untuk penelitian mereka nanti. Selagi masih bisa diambil sekarang. Kenapa harus menunggu lain kali. Untuk sekarang tidak ada istilah bisa dikerjakan esok hari. Karena esok hari belum tentu seberuntung sekarang. Para zombie bisa saja sudah memusnahkan ini semua. "Biar gue yang bawa. Elo tinggal ikutin kita aja. Bayi besar!" Timpal Jessica kesal. Sebal juga melihat Mark terus merengek seperti anak kecil. "Apa elo bilang?" "Cukup! Kita jangan mengulur waktu lagi. Kalian jangan bertengkar! Kita saat ini dalam kondisi genting. Tidak ada waktu untuk bertengkar. Sudah saatnya kita pergi. Kalau pergi saat malam hari. Kita akan lebih kewalahan. Pokoknya Mark, elo harus tetap berada di samping gue dan Jessica. Kalau bisa sesekali bantu kami menembaki para zombie," pinta Xavier. Jesicca, Mark dan Xavier mulai merencanakan jalan keluar dari laboratorium ini. Semoga saja segerombolan Zombie yang mengejar Jessica dan Xavier tadi sudah tidak ada di depan gudang penyimpanan. Mereka tidak boleh gegabah sama sekali. Selain harus menghindari para zombie itu. Mereka juga harus berhati-hati. Karena mereka membawa chemical dan beberapa ekstrak lainnya. Ada juga alat-alat laboratorium yang gampang pecah. Mereka harus bisa menjaganya dengan baik. Setidaknya, mereka bisa membawa semuanya ketempat persembunyian Jessica dengan kelompoknya, tanpa banyak alat-alat laboratorium yang pecah. Karena akan sulit lagi mencari alat-alat laboratorium itu untuk saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD